Rapat Pimpinan Diusulkan untuk Digelar agar Eksekusi Joko Tjandra Bisa Berjalan
Banyak pihak diduga melindungi Joko Tjandra. DPR didorong mengadakan rapat pimpinan atau Badan Musyawarah kembali membahas penanganannya. DPR harus ikut membantu menangkap dan menegakkan hukum terhadap Joko Tjandra.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat didorong untuk mengadakan rapat pimpinan atau kembali menggelar rapat Badan Musyawarah guna membicarakan kemungkinan solusi bagi permintaan rapat kerja Komisi III dalam kasus Joko Tjandra. Izin rapat itu belum disetujui oleh pimpinan DPR karena ada kesepakatan dalam rapat Bamus DPR yang melarang rapat pengawasan di masa reses.
Sebagaimana diketahui, Komisi III mengajukan rapat dengan mitra kerjanya, yakni kepolisian, kejaksaan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, di masa reses. Rapat itu sedianya membahas pengungkapan kasus buronan kasus pengalihan hak tagih utang (cessie) Bank Bali, Joko Tjandra. Namun, surat itu tidak ditandatangani oleh pimpinan DPR, yang diwakili oleh Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan Azis Syamsuddin. Alasannya, ada putusan Bamus DPR yang melarang rapat pengawasan di masa reses. Hanya rapat pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang boleh dilakukan di masa reses.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, Rabu (22/7/2020), di Jakarta, mengatakan, penyelenggaraan rapim ataupun rapat Bamus DPR di masa reses untuk merespons isu-isu tertentu yang krusial dapat saja dilakukan DPR. Terlebih lagi ini menyangkut isu penting yang menjadi perhatian masyarakat. DPR diharapkan berperan untuk membantu mendorong penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini sesegera mungkin.
Penyelenggaraan rapim ataupun rapat Bamus DPR di masa reses untuk merespons isu-isu tertentu yang krusial dapat saja dilakukan DPR. Terlebih lagi ini menyangkut isu penting yang menjadi perhatian masyarakat. DPR diharapkan berperan untuk membantu mendorong penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini sesegera mungkin.
Lucius mengatakan, sesungguhnya alasan Azis Syamsuddin yang menolak rapat dengar pendapat Komisi III di masa reses sulit dipahami. Sebab, ada alat kelengkapan lain yang dengan mudah bisa mengadakan rapat-rapat di saat reses.
Untuk membuktikan keseriusan DPR kepada publik, lanjutnya, rapat Bamus sangat mungkin digelar kembali. Anggota yang hadir dalam rapat diharapkan membuka ruang bagi Komisi III dalam upaya penyelesaian kasus Joko Tjandra.
”Saya kira DPR punya kepentingan untuk membuktikan kepada publik bahwa mereka bukan bagian dari keruwetan kasus Joko Tjandra dengan kemudian membuka ruang bagi upaya penyelesaian kasus Joko Tjandra. Minimal dengan memberikan kesempatan kepada Komisi III yang jelas-jelas meminta diadakan RDP (rapat dengar pendapat) dengan penegak hukum,” kata Lucius.
Tiap saat, ujarnya, Bamus bisa melaksanakan rapat sejauh para anggota melihat ada urgensi untuk melakukannya. Penyelesaian kasus Joko Tjandra merupakan salah satu yang urgen untuk dibahas.
”Ada sesuatu yang mendesak atau mendasar untuk kepentingan publik yang harus direspons oleh DPR. Maka, Bamus semestinya responsif dan bisa melakukan rapat untuk menentukan apa yang harus dilakukan,” ucapnya.
Bamus bisa mempertimbangkan kembali
Hal senada disampaikan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes. Arya mengatakan, karena larangan atau putusan itu diungkapkan dalam rapat Bamus, sebaiknya pimpinan DPR mempertimbangkan kembali untuk menggelar rapat pimpinan guna membahas permohonan izin itu. ”Sebab, ini kan putusannya dilakukan melalui rapat Bamus. Maka, sebaiknya juga ada rapat pimpinan atau rapat Bamus lagi untuk mempertimbangkan rapat dalam kondisi tertentu di masa reses,” katanya.
Dorongan untuk membicarakan lagi kemungkinan pemberian izin ini juga disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani. Menurut Arsul, guna memperjelas posisi pimpinan dan Komisi III, sebaiknya diadakan rapat kembali antara pimpinan DPR, fraksi-fraksi, dan pimpinan Komisi III. Dengan demikian, dalam rapat itu dapat diambil kesimpulan yang dapat disetujui oleh para pihak.
”Supaya clear semua. Apakah ini semata-mata perbedaan sudut pandang atau ada dasrnya. Meskipun ada dasar argumentasinya, apakah itu saklek (kaku). Ataukan ada hal-hal yang bersifat khusus dan memerlukan respons cepat dari DPR itu akan terhalang,” kata Arsul.
Untuk sementara, dengan adanya putusan Bamus DPR, menurut dia, Azis memiliki argumentasi atau dasar dalam menyikapi izin dari Komisi III DPR. Namun, sebaiknya ada pertemuan kembali antara pimpinan, fraksi-fraksi, dan pimpinan Komisi III guna membahas persoalan izin tersebut. Alasannya, kasus Joko Tjandra ini menjadi perhatian publik. Di sisi lain, Joko juga dinilai mencederai kewibawaan penegak hukum.
Supaya clear semua. Apakah ini semata-mata perbedaan sudut pandang atau ada dasrnya. Meskipun ada dasar argumentasinya, apakah itu saklek (kaku). Ataukan ada hal-hal yang bersifat khusus dan memerlukan respons cepat dari DPR itu akan terhalang.
”Namanya juga lembaga permusyawaratan, ya, marilah kita bermusyawarah lagi. Apakah tetap dijalankan seperti itu (sesuai putusan Bamus sebelumnya) ataukah masih ada ruang kelonggaran dalam menghadapi isu ini,” ujar Arsul yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dari sisi lain, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, mengatakan, persoalannya sekarang bukan pada pemberian izin dari Azis. Namun, yang jauh lebih penting adalah keseriusan negara menangkap Joko Tjandra dan mengungkap kasus pelariannya secara terbuka. Presiden selaku pemimpin negara dan kepala pemerintahan diharapkan terjun langsung memberikan perhatian dan penjelasan atas terjadinya kasus Joko Tjandra ini.
”Sebagai kepala pemerintahan, dia (Presiden) harus mengevaluasi jajaran Kemenkumham, Kemendagri yang mengeluarkan KTP, kepolisian, serta kejaksaan. Kenapa bisa lewat ini barang dan justru ada surat jalan mendampingi dia ke Pontianak. Presiden yang harus menjelaskan kepada publik sehingga tidak ada kegaduhan skandal ini,” ujar Nasir.