Kembali Tak Hadir, Joko Tjandra Minta Sidang Dilakukan secara Daring
Joko Tjandra mangkir untuk ketiga kalinya dari persidangan peninjauan kembali karena sakit. Ia meminta sidang digelar secara daring, tetapi hakim tak bersedia. Sidang akan dilanjutkan dengan mendengarkan pendapat jaksa.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang pemeriksaan perkara peninjauan kembali yang diajukan buron perkara pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko Tjandra, kembali ditunda setelah ia tiga kali tidak hadir. Sidang dilanjutkan pada 27 Juli 2020 dengan agenda mendengarkan pendapat dari jaksa.
Sebelumnya, Joko tidak hadir dalam sidang yang dijadwalkan pada 29 Juni dan 6 Juli 2020. Pada sidang ketiga, Senin (20/7/2020), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ketua tim kuasa hukum Joko, Andi Putra Kusuma, menyampaikan bahwa Joko tidak hadir dalam persidangan karena sakit.
Andi pun menyerahkan surat sakit dari dokter di Kuala Lumpur, Malaysia, tertanggal 15 Juli 2020. Namun, dalam surat dokter tersebut tidak disebutkan jenis penyakit yang dialami Joko.
Selain surat sakit, Andi juga memberikan surat dari Joko tertanggal 17 Juli 2020 kepada ketua majelis hakim Nazar Effriandi. ”Kami kembali ingin menyerahkan surat sakit dari principal kami, Yang Mulia. Bersama yang kedua, principal kami memberikan surat kepada majelis,” kata Andi.
Setelah menerima kedua surat tersebut, Nazar pun memberikan kesempatan kepada Andi untuk membacakan surat dari Joko. Jaksa sempat menyela dengan mengingatkan Nazar bahwa pada persidangan sebelumnya telah disepakati hari ini merupakan kesempatan terakhir. Apabila Joko kembali tidak hadir, peninjauan kembali (PK) yang diajukan akan ditolak.
Akan tetapi, hakim tetap memberikan kesempatan kepada Andi untuk membacakan surat dari Joko. Dalam surat tersebut, Joko menuliskan permintaan maafnya tidak hadir dalam persidangan karena kondisi kesehatan sehingga tidak dapat menjalani pemeriksaan di tengah pandemi Covid-19. Ia meminta kepada majelis hakim untuk diberikan kesempatan mengikuti sidang secara daring atau telekonferensi.
Joko menuliskan permintaan maafnya tidak hadir dalam persidangan karena kondisi kesehatan sehingga tidak dapat menjalani pemeriksaan di tengah pandemi Covid-19. Ia meminta kepada majelis hakim untuk diberikan kesempatan mengikuti sidang secara daring atau telekonferensi.
Setelah surat tersebut dibacakan, hakim menolak permintaan dari Joko untuk mengikuti sidang secara daring dan tidak memberikan toleransi lagi. Sebab, surat yang dibuat dari Kuala Lumpur tersebut tidak memberikan kepastian bahwa Joko akan menghadiri sidang, tetapi justru meminta persidangan dilaksanakan menggunakan telekonferensi. Hal tersebut dinilai hakim bahwa Joko tidak akan hadir dalam persidangan.
Andi tetap bersikukuh meminta sidang ditunda dan akan mengupayakan agar Joko hadir dengan segala konsekuensinya untuk memperjuangkan haknya. Namun, hakim tetap tidak memberikan kesempatan lagi kepada Joko dan menyatakan sidang ini tidak bisa diteruskan.
Akan tetapi, Nazar meminta jaksa untuk memberikan pendapat tertulis. Alhasil, sidang pun ditunda selama satu minggu dan akan digelar kembali pada 27 Juli 2020 dengan agenda mendengarkan pendapat jaksa terkait permohonan PK buron ini. Setelah memperoleh pendapat dari jaksa, majelis hakim akan mengeluarkan pendapat sendiri. Hal tersebut dilakukan agar proses PK berjalan secara teratur.
Sidang pun ditunda selama satu minggu dan akan digelar kembali pada 27 Juli 2020 dengan agenda mendengarkan pendapat jaksa terkait permohonan PK buron ini.
Seusai persidangan, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sekaligus jaksa dalam persidangan ini, Ridwan Ismawanta, mengungkapkan kekecewaannya karena dalam sidang sebelumnya, hakim sudah menetapkan bahwa hari ini terakhir. Meskipun demikian, ia tetap mengikuti permintaan majelis hakim untuk memberikan pendapat secara tertulis.
Ridwan mengungkapkan pendapatnya bahwa sidang harus dihadiri oleh Joko. ”Secara umum surat tanggapannya itu. Kalau aturan SEMA (surat edaran Mahkamah Agung) tanpa kehadiran (pemohon) harusnya tidak bisa. SEMA Nomor 1 Tahun 2012, sidang PK harus dihadiri oleh principal. Wajib,” ujar Ridwan.
Sebelum sidang dimulai, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyampaikan permohonan amicus curae (sahabat keadilan) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar permohonan PK yang diajukan Joko tidak dapat diterima prosedurnya karena tidak memenuhi syarat kedudukan hukumnya.
”Berdasarkan Pasal 263 Ayat (1) KUHAP, yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya, sedangkan Joko belum berhak mengajukan PK karena belum memenuhi kriteria terpidana,” kata Boyamin.
Hal tersebut didasarkan oleh keadaan Joko yang hingga saat ini belum pernah dieksekusi dengan dimasukkan ke penjara dua tahun berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung tahun 2009. Selain itu, berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Joko tidak pernah masuk sistem perlintasan pos poin Imigrasi. Secara hukum, Joko tidak pernah berada di Indonesia dan dinyatakan buron dengan kabur ke luar negeri pada 2009. Dengan demikian, orang yang mengaku Joko pada saat mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020 haruslah dianggap tidak pernah ada di Indonesia.