IPW: Periksa Pejabat Polri yang Diduga Terbitkan Surat Jalan Joko Tjandra
Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan pejabat di Bareskrim Polri yang diduga menerbitkan surat jalan untuk buronan Joko Tjandra. Informasi IPW menguatkan informasi yang sebelumnya diterima Komisi III DPR.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Police Watch atau IPW mendesak agar pihak yang menerbitkan surat jalan bagi buron kasus cessie Bank Bali, Joko S Tjandra, diberi sanksi tegas berupa pencopotan dari jabatannya. IPW pun berharap Komisi III DPR membentuk panitia khusus guna mengusut dugaan persekongkolan untuk melindungi Joko Tjandra dalam pelariannya.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/7/2020), Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengecam penerbitan surat jalan untuk Joko. Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan adanya dugaan malaadministrasi dalam penerbitan surat jalan bagi Joko untuk bepergian dari Jakarta ke Pontianak pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni.
Menurut Neta, surat jalan itu dikeluarkan oleh Badan Reserse Kriminal Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS dengan nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tanggal 18 Juni 2020. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Prasetyo Utomo.
Informasi ini mirip dengan yang diterima anggota Komisi III DPR, Arsul Sani. Saat dihubungi Kompas, Selasa (14/7/2020) malam, ia menerima informasi surat jalan diterbitkan salah satu bagian di Bareskrim Polri. Namun, kebenaran informasi tersebut, menurut dia, masih perlu diverifikasi, Kompas (15/7/2020).
Neta pun mempertanyakan kebenaran Prasetyo menandatangani surat jalan tersebut karena wewenangnya tidak untuk memberikan surat jalan.
”Apakah mungkin jenderal bintang satu berani mengeluarkan surat jalan bagi buronan kakap sekelas Joko S Tjandra? Lalu, siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan surat jalan itu?” kata Neta.
Terkait dengan hal itu, Neta mendesak Polri agar Prasetyo Utomo dicopot dari jabatannya dan diperiksa Propam Polri. Selain itu, Neta berharap Komisi III DPR membentuk panitia khusus Joko S Tjandra untuk mengusut dugaan persekongkolan untuk melindungi koruptor tersebut.
Sebelumnya, ketika diklarifikasi perihal informasi asal surat jalan tersebut dari salah satu unit di Bareskrim, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan belum bisa memberikan keterangan.
Serahkan ke Komisi III DPR
Adapun Koordinator MAKI Boyamin Saiman, yang pertama kali mengungkap foto surat jalan Joko Tjandra, menegaskan, informasi yang disebutkan IPW bukan bersumber dari pihaknya.
”Saya hingga saat ini belum membuka nama instansi dan nama pejabat yang membuat surat jalan Joko Tjandra dan tetap menyerahkan kepada Komisi III DPR untuk membukanya dalam rapat kerja dengan aparat penegak hukum,” katanya.
Komisi III DPR setelah menerima laporan dari MAKI terkait surat jalan Joko Tjandra pada Selasa (14/7/2020) berencana memanggil Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini, Komisi III DPR berjanji akan mengungkap asal lembaga yang mengeluarkan surat jalan Joko Tjandra. Rapat itu sendiri khusus untuk menelusuri mudahnya Joko yang berstatus buronan kembali ke Indonesia bulan lalu.
Adapun terkait penyebutan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetyo Utomo sebagai pihak yang mengeluarkan surat jalan oleh IPW, Boyamin mengatakan bisa saja bukan Prasetyo yang menerbitkannya.
”Jika mengacu format surat dinas sebuah instansi, sering terdapat format mewakili pejabatnya dalam bentuk ’An’ (atas nama), ’Ub’(untuk beliau), dan format lain yang menandakan pejabat tersebut diwakili oleh pejabat-pejabat di bawahnya,” katanya.
Status Joko Tjandra
Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin seusai kegiatan bakti sosial di kompleks Kejaksaan Agung, Rabu, mengaku belum mengetahui mengenai adanya surat jalan bagi Joko Tjandra. Joko sendiri masih terus diburu oleh kejaksaan.
Dalam kesempatan itu, ia pun menekankan pihaknya tak pernah meminta pencabutan Joko Tjandra dari daftar pencarian orang atau red notice di Interpol. Ia tidak tahu proses pencabutan itu. Ia bahkan menyebutkan seharusnya tak ada proses pencabutan selama buronan sejak tahun 2009 itu belum ditangkap.
”Sampai saat ini belum ada titik temunya. Sebenarnya red notice, kan, tidak ada cabut-mencabut, tetapi sampai (buronan) tertangkap. Tetapi, nyatanya, ya, begitulah,” kata Burhanuddin.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menambahkan, sepanjang buronan belum ditangkap, nama yang bersangkutan dalam red notice seharusnya tidak hilang. Penghapusan nama bisa dilakukan jika yang bersangkutan telah ditangkap atau meninggal.
Terkait dengan permohonan daftar pencarian orang (DPO) kembali pada 27 Juni, menurut Hari, hal itu dilakukan karena kejaksaan mendeteksi adanya penerbitan KTP elektronik atas nama Joko S Tjandra pada 8 Juni. ”Kejaksaan meminta kepada Ditjen Imigrasi untuk, katakanlah, apabila ada, yang bersangkutan sudah dinyatakan DPO sehingga agar yang bersangkutan tidak diberi peluang dan apabila terbit paspor maka paspornya dicabut,” tuturnya.