Dalami Modus Intervensi Realokasi Anggaran Covid-19
Intervensi realokasi anggaran daerah dilakukan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya, Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Riarinda Firgasih, serta kepala dinas. Tak tertutup kasus sama terjadi di daerah lainnya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi didorong mendalami modus intervensi realokasi anggaran terkait penanganan Covid-19 di Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang dilakukan demi kepentingan rekanan. Bukan tak mungkin modus serupa terjadi di daerah lain.
Intervensi realokasi anggaran daerah ini diduga dilakukan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya, Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Riarinda Firgasih, serta sejumlah kepala dinas, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (2/7/2020). Ismunandar diduga mengintervensi agar alokasi anggaran untuk proyek rekanan tidak dipotong guna penanganan pandemi Covid-19 Kutai Timur.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/7/2020), menuturkan, kasus Ismunandar dan Encek, selain menunjukkan bahaya politik kekerabatan, juga menunjukkan bahaya korupsi pada masa bencana.
Kasus Ismunandar dan Encek, selain menunjukkan bahaya politik kekerabatan, juga menunjukkan bahaya korupsi pada masa bencana.
Oce berharap KPK menelusuri lebih jauh kasus karena Ismunandar diduga menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi proses realokasi dan redistribusi anggaran guna penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Oce, perbuatan Ismunandar itu akan berpengaruh signifikan dalam penanganan darurat kesehatan. Jika korupsi tersebut memenuhi kriteria korupsi di masa bencana, katanya, pelaku dapat dituntut dengan hukuman mati.
Intervensi agar tidak direalokasi
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ismunandar merupakan contoh nepotisme yang dilakukan dengan sangat jelas. Ini karena proyek disusun pemerintah kabupaten dan disetujui Ketua DPRD yang merupakan istri Ismunandar. Mereka juga mencarikan rekanan yang menjadi tim sukses Ismunandar untuk Pilkada 2020.
Proyek dialokasikan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Dinas Pendidikan Kutai Timur, sedangkan Ismunandar menjamin tidak adanya realokasi anggaran di dua instansi tersebut untuk Covid-19. Pembayaran fee dari proyek ditampung Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah serta Kepala Badan Pendapatan Daerah untuk kepentingan Ismunandar.
Itu biasa terjadi karena segala pengaturan ada di eksekutif dan legislatif. Karena itu, dinasti politik berbahaya bagi demokrasi.
Pada April 2020, pemda merealokasi anggarannya untuk penanganan Covid-19. Hal ini diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020. Realokasi dana itu digunakan untuk meningkatkan kapasitas penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, terutama menjaga agar dunia usaha daerah masing-masing tetap hidup, dan penyediaan jaring pengaman sosial.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, saat ini tim penyidik masih terus mendalami keterangan-keterangan dan barang bukti yang telah diperoleh. KPK belum sampai menyidik apakah dugaan korupsi itu terkait dengan realokasi APBD untuk penanganan Covid-19.
Sementara itu, Manajer Penelitian dan Kampanye Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengatakan, kasus Ismunandar bersama istrinya dapat menjadi pelajaran akan bahayanya konflik kepentingan, terutama di daerah yang terdapat dinasti politik.
”Itu biasa terjadi karena segala pengaturan ada di eksekutif dan legislatif. Karena itu, dinasti politik berbahaya bagi demokrasi,” kata Wawan.