Penerapan Protokol Kesehatan Dilakukan Berdasarkan Zonasi
Pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan di tengah pandemi Covid-19 akan dilakukan sesuai dengan zonasi masing-masing. Pemerintah telah memetakan daerah penyelenggara pilkada mulai dari daerah risiko tinggi hingga rendah.
Oleh
INGKI RINALDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol Covid-19 dalam melaksanakan pilkada serentak 2020 akan dilakukan berdasarkan zonasi wilayah terdampak. Akan tetapi, pelaksanaannya bergantung pada Peraturan KPU tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal, Senin (6/7/2020), mengatakan, zonasi wilayah terdampak Covid-19 terbagi menjadi empat, yaitu zona merah, kuning, oranye, dan hijau.
Zona merah merupakan daerah dengan risiko tinggi yang berjumlah 40 kabupaten/kota. Zona oranye adalah daerah dengan risiko sedang. Jumlahnya 99 kabupaten/kota. Zona kuning ialah daerah dengan risiko rendah yang ada di 79 kabupaten/kota. Adapun zona hijau masuk sebagai daerah tidak terdampak. Jumlahnya 43 kabupaten/kota. Jumlah seluruhnya adalah 261 kabupaten/kota di mana pilkada serentak 2020 akan digelar.
Zona merah merupakan daerah dengan risiko tinggi yang berjumlah 40 kabupaten/kota. Zona oranye adalah daerah dengan risiko sedang. Jumlahnya 99 kabupaten/kota. Zona kuning ialah daerah dengan risiko rendah yang ada di 79 kabupaten/kota.
Sementara untuk tingkat provinsi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara masuk dalam zona merah. Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Bengkulu, dan Sumatera Barat merupakan zona oranye. Sementara Kepulauan Riau dan Jambi termasuk ke dalam zona kuning. Total sembilan provinsi bakal menjadi lokasi penyelenggaraan pilkada serentak 2020.
Safrizal dalam diskusi daring berjudul ”Pemilu di Masa Pandemi” yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana menambahkan, praktik penerapan protokol berdasarkan zonasi itu, misalnya, berlaku dalam pengumpulan massa. Untuk zona merah, tambahnya, pengumpulan massa hanya diperbolehkan maksimal 200 orang. Komunikasi selebihnya dilakukan menggunakan teknologi melalui interaksi virtual.
Akan tetapi, Safrizal menekankan, protokol umum penanganan Covid-19 seperti mengenakan masker dan menjaga jarak tetap berlaku secara umum. Itu berarti berlaku di semua zona.
Praktik penerapan protokol berdasarkan zonasi itu, misalnya, berlaku dalam pengumpulan massa. Untuk zona merah, pengumpulan massa hanya diperbolehkan maksimal 200 orang.
Penerapan protokol kesehatan tersebut dalam pelaksanaan pilkada, seperti nantinya diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, akan dibantu oleh gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, baik di tingkat nasional maupun di setiap daerah.
Hanya saja, hingga kini, PKPU tersebut belum juga diundangkan. Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi secara terpisah menyebutkan KPU tengah melakukan rapat pleno rutin. Menurut dia, rancangan PKPU yang dimaksud sudah diajukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihaknya masih menunggu proses pengundangan PKPU tersebut oleh Kemenkumham.
Tolok ukur
Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi daring itu mengatakan, pilkada serentak 2020 akan jadi model pelaksanaan pemilihan di masa mendatang yang dilakukan saat bencana. Dengan catatan, penyelenggaraannya dilakukan dengan baik, termasuk di dalamnya terkait dengan regulasi, model pelaksanaan, dan kulturnya.
Sebaliknya, jika pelaksanaan pilkada kali ini buruk, tambah Arief, di masa mendatang, jika terjadi bencana, banyak pihak masih akan meraba-raba bagaimana melaksanakan pemilihan di tengah bencana.
”Ini pertaruhan besar. Bukan hanya generasi sekarang, melainkan (juga) generasi yang akan datang,” sebut Arief.
Pilkada serentak 2020 akan jadi model pelaksanaan pemilihan di masa mendatang yang dilakukan saat bencana.
Pengamat teknologi informasi Roy Suryo dalam kesempatan yang sama menyarankan tahapan kampanye di semua zona dilakukan menggunakan perangkat teknologi informasi. Hal ini untuk menghindari kerumunan fisik yang cenderung memperbesar potensi penularan Covid-19.
Akan tetapi, saran tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang masih menjadi landasan penyelenggaraan pilkada serentak 2020. Arief menyebutkan, pertemuan fisik dalam kampanye masih diperbolehkan dalam undang-undang tersebut.
Menurut Arief, yang dilakukan KPU ialah mengatur jumlah maksimal orang yang melakukan interaksi fisik dalam kampanye, misalnya kehadiran peserta pertemuan fisik yang melebihi 40 persen dari kapasitas sebuah ruangan tidak diperbolehkan.