Teguran keras Presiden Jokowi beberapa waktu lalu kepada menteri dan pimpinan lembaga berdampak. Mensesneg Pratikno menyampaikan, ada perbaikan kinerja dalam penanganan pandemi Covid-19. Isu ”reshuffle” tak relevan lagi.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Sekretaris Negara Pratikno memadamkan wacana bongkar kabinet sebagaimana diserukan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu. Alasannya, Kabinet Indonesia Maju telah melaksanakan teguran keras Presiden dan mencatatkan sejumlah perbaikan selama beberapa pekan terakhir.
”Dalam waktu yang relatif singkat, kita melihat progres yang luar biasa di kementerian dan lembaga. Ini antara lain bisa dilihat dari serapan anggaran yang meningkat dan program-program yang sudah mulai berjalan. Artinya apa? Artinya teguran keras tersebut punya dampak yang signifikan. Teguran keras tersebut dilaksanakan secara cepat oleh kabinet. Jadi, ini progres yang bagus. Kalau progresnya bagus, ngapain di-reshuffe. Intinya begitu,” kata Pratikno menjawab pertanyaan wartawan di Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Dalam waktu yang relatif singkat, kita melihat progres yang luar biasa di kementerian dan lembaga. Ini antara lain bisa dilihat dari serapan anggaran yang meningkat dan program-program yang sudah mulai berjalan. Artinya apa? Artinya teguran keras tersebut punya dampak yang signifikan.
Dengan perbaikan yang telah dilakukan, Pratikno melanjutkan, isu bongkar kabinet menjadi tidak relevan lagi. Selanjutnya, perbaikan kinerja para menteri dan pimpinan lembaga diharapkan terus berlangsung.
”Sekarang ini sudah bagus dan semoga bagus terus. Tentu saja, kalau bagus terus, ya, enggak relevan lagi reshuffle. Jadi, jangan ribut lagi reshuffle karena progres bagus,” kata Pratikno.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, pekan lalu, menyatakan, Presiden sebenarnya memiliki dasar kuat untuk membongkar kabinet. Ini terutama merujuk pada sentimen masyarakat secara umum yang menilai kinerja para menteri dan pimpinan lembaga lambat dalam mengatasi Covid-19.
”Tinggal kita lihat nanti. Kalau tidak ada reshuffle atau kalau ada reshuffle, tetapi sifatnya basa-basi dan tidak subtansial, malah akan jadi bumerang bagi Presiden Jokowi,” kata Yunarto.
Kalau tidak ada reshuffle atau kalau ada reshuffle, tetapi sifatnya basa-basi dan tidak subtansial, malah akan jadi bumerang bagi Presiden Jokowi.
Wacana bongkar kabinet diserukan oleh Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Saat itu, Presiden menumpahkan kegeramannya kepada para menteri dan pimpinan lembaga yang dianggap kurang sensitif terhadap krisis Covid-19 sehingga penanganan pandemik di bawah harapan. Di bagian akhir, Presiden mengancam akan membongkar kabinet, bahkan membubarkan lembaga.
Hal ini bisa disaksikan masyarakat dalam video rekaman resmi yang diunggah di akun Presiden Joko Widodo di Facebook dan akun Sekretariat Presiden di Youtube. Hal yang membuat menjadi lebih menarik adalah bahwa video berdurasi 10 menit 20 detik itu baru diunggah 10 hari kemudian.
Dalam video itu, Presiden menyampaikan kejengkelannya terhadap para menteri dan pimpinan lembaga yang dianggap bekerja biasa-biasa saja di tengah situasi krisis akibat Covid-19. ”Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan. Suasana ini krisis,” kata Presiden.
Sejumlah indikator yang mencerminkan rendahnya capaian dari target kemudian dipaparkan Presiden. Di antaranya adalah lambatnya penyerapan anggaran untuk berbagai program percepatan penanganan Covid-19. Program penanganan kesehatan yang dianggarkan Rp 75 triliun, misalnya, baru terserap 1,53 persen.
Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan. Suasana ini krisis.
Pada program bantuan sosial, realisasinya masih moderat. Padahal, Presiden menginginkan realisasinya maksimal. Persoalan juga terjadi pada percepatan program pemulihan ekonomi.
”Saya harus omong apa adanya, enggak ada progres yang siginifikan. Enggak ada. Kalau mau minta perppu lagi, saya buatin perppu, kalau saudara-saudara belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya,” kata Presiden.
Presiden pada bagian akhir menyertakan ancaman reshuffle. ”Dan, saya membuka yang namanya entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah ke pemerintahan. Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa aja membubarkan lembaga. Bisa aja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” kata Presiden.