Kemarahan di Balik Pidato Presiden
Video pidato teguran dan kemarahan Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna terhadap jajaran menteri kabinet dan pimpinan lembaga menjadi pesan kepada rakyat bahwa pemerintah akan terus bekerja keras.
Video pidato teguran dan kemarahan Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna yang tertutup terhadap jajaran menteri kabinet dan pimpinan lembaga diunggah ke publik. Sebuah pesan kepada rakyat bahwa pemerintah akan terus bekerja keras.
Pertanyaan mengapa sidang kabinet paripurna perdana di Istana Negara, Jakarta, yang tertutup informasi dan pidato pengantar Presiden Joko Widodo pada 10 hari lalu akhirnya terjawab. Minggu (28/6/2020), Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara mengeluarkan video pidato pengantar Presiden Jokowi dalam pembukaan sidang kabinet itu.
Dalam pidato tersebut, Presiden Jokowi menegur dan mengeluarkan pengarahan yang cukup keras kepada jajaran menteri kabinet dan pimpinan lembaga yang hadir, termasuk Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Dalam video berdurasi 10 menit 20 detik itu, Presiden Jokowi bahkan menyatakan kejengkelannya karena hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan dari kerja kabinet selama tiga bulan terakhir.
Baca juga : Pandemi, Ramalan Ekonomi, dan Marah-marah Jokowi
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden RI Bey Triadi Machmudin yang dihubungi semalam mengatakan, awalnya sidang kabinet paripurna tersebut bersifat internal atau tertutup bagi media massa. ”Namun, setelah kami pelajari pernyataan Presiden, banyak hal yang baik dan bagus untuk diketahui publik sehingga kami meminta izin kepada Presiden memublikasikannya. Makanya baru dapat dipublikasikan pada Minggu setelah Jumat sebelumnya Presiden menyetujui,” tutur Bey.
Sebelumnya, Bey telah mengkaji secara rinci sebelum merilis video arahan Presiden Jokowi tersebut. ”Kami mempelajarinya agak lama juga dan pelajari berulang-ulang sebelum disampaikan ke Presiden dan diumumkan,” lanjutnya.
Sebagaimana diberitakan Kompas, Sabtu (20/6/2020), sidang kabinet paripurna dengan semua menteri kabinet dan pimpinan lembaga lain yang pertama kali digelar sejak pandemi Covid-19 sekitar tiga bulan lalu mendadak tertutup sama sekali bagi pers. Namun, yang mengejutkan, sore harinya tiba-tiba muncul video Reisa Broto Asmoro, salah seorang anggota Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, lewat tayangan videonya yang diunggah di Youtube akun resmi Sekretariat Presiden pada sore harinya.
Baca juga : Publikasikan Serapan Dana Penanganan Covid-19 secara Berkala
Meskipun Reisa ”meliput” tidak masuk ke substansi dan hanya memaparkan protokol kesehatan yang tetap ditempuh oleh para menteri dan pimpinan lembaga sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna, kehadirannya menimbulkan pertanyaan para jurnalis yang biasa meliput di Istana.
Selain membahas Rancangan APBN 2021 serta Rencana Kerja Pemerintah 2021, sidang kabinet paripurna dengan kebiasaan baru yang ”dibobol” Reisa belakangan diketahui juga membahas kondisi perekonomian terkini pascapandemi Covid-19 (Kompas, Sabtu (20/6/2020).
Pertaruhkan reputasi
Teguran dan pengarahan Presiden Jokowi yang tegas dan ”marah-marah” bukanlah gambaran yang terlalu jamak di mata masyarakat. Maka perhatian publik tersedot ke sana. Namun, yang menarik, pengarahan tegas itu dipublikasikan secara resmi. Ada apa dan untuk apa?
Presiden menumpahkan kegeramannya kepada para menteri dan pimpinan lembaga yang dianggap kurang sensitif terhadap krisis Covid-19 sehingga tidak hanya penanganan pandemik di bawah harapan, tetapi juga pemulihan ekonomi yang tidak berjalan. Program sudah ada, dana sudah tersedia, tetapi tidak bergulir optimal ke masyarakat.
”Suasana tiga bulan ke belakang dan ke depan mestinya yang ada suasana krisis. Kita juga semuanya yang hadir di sini sebagai pimpinan dan penanggung jawab mestinya bertanggung jawab kepada 267 juta penduduk Indonesia. Ini tolong digarisbawahi. Dan perasaan itu tolong sama. Kita sama. Ada sense of crisis yang sama,” kata Presiden.
Tonton juga : Peringatan Presiden Jokowi untuk Para Menteri
Krisis yang dimaksud Presiden itu ditekankan dengan merujuk proyeksi perekonomian global yang akan tumbuh negatif. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan -6 persen hingga -7,6 persen. Bank Dunia memproyeksikan -5 persen.
”Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan. Suasana ini krisis,” kata Presiden.
Sejumlah indikator mencerminkan rendahnya capaian dari target kemudian dipaparkan Presiden, di antaranya lambatnya penyerapan anggaran untuk berbagai program percepatan penanganan Covid-19. Program penanganan kesehatan dari Rp 75 triliun, misalnya, baru terserap 1,53 persen.
Program bantuan sosial realisasinya masih moderat. Padahal, Presiden menginginkan realisasinya maksimal. Persoalan juga terjadi pada percepatan program pemulihan ekonomi. ”Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progres yang signifikan. Enggak ada. Kalau mau minta peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) lagi, saya buatin perppu, kalau saudara-saudara belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya,” ujar Presiden.
Dari penelusuran Kompas, pengarahan keras Presiden sebenarnya juga dialamatkan kepada pimpinan lembaga, seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa keuangan (OJK). Di tengah situasi abnormal ini, kedua lembaga tersebut juga diharapkan dapat menerobos kebuntuan prosedur dan aturan undang-undang agar penyaluran kredit bisa disalurkan ke bawah untuk ”sama-sama berbagi penderitaan” untuk melakukan sesuatu perbaikan bersama. Memang ada traumatik masa lalu terkait kasus-kasus masa lalu yang membuat kementerian dan lembaga bersikap hati-hati. Namun, jangan sampai kehati-hatian justru membuat mereka tidak melakukan apa-apa.
Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya.
Tak cukup memang dengan evaluasi keras, Presiden Jokowi pada bagian akhir menyertakan ancaman pembubaran lembaga dan reshuffle kabinet. ”Dan saya membuka yang namanya entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah ke pemerintahan. Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya,” kata Presiden.
Menanggapi kemarahan Presiden dalam video, warganet memberi komentar beragam di berbagai media sosial. Tanggapan terbagi dalam dua, yang mendukung dan yang skeptis. Yang mendukung, misalnya, dari seorang warganet yang mengatakan, ”Mantap Pak Jokowi. Semangat selalu,” atau ”Sehat selalu pak, rakyat selalu bersama mu. NKRI HARGA MATI!”
Sementara yang skeptis tak kalah seru. Dalam salah satu statusnya, seorang warganet menyindir, ”Saya marah lho ini! Beneran saya marah! Awas, saya marah lho! #DramaKorea.”
”Testing the water”
Menjawab pers, Kepala Staf Presiden Moeldoko, kemarin, menyatakan, para menteri dan pimpinan lembaga negara harus merespons penekanan yang disampaikan Presiden. Di antaranya peringatan soal sensitivitas penyelenggara terhadap krisis. ”Ini peringatan kesekian kali. Peringatan, ya, adalah ini situasi krisis yang perlu ditangani secara luar biasa,” kata Moeldoko.
Persoalan yang menghambat percepatan penanganan Covid-19, tambah Moeldoko, bervariasi. Untuk persoalan kesehatan, misalnya, ada masalah sinergi antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, pemerintah daerah, dan Kementerian Kesehatan. Juga soal pendataan tenaga medis yang membutuhkan akurasi agar tunjangan tidak salah sasaran. Selain itu, regulasi lama yang digunakan saat kondisi normal perlu penyesuaian dalam situasi tidak normal seperti sekarang. ”Namun, sekali lagi bagaimana cara-cara baru untuk menyiasatinya,” kata Moeldoko.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menyatakan, hal yang paling menarik dari ”marah-marahnya” Presiden Jokowi adalah kesengajaannya memublikasikan konten yang sebenarnya tidak lazim dipublikasikan pemerintah. Dalam komunikasi politik, ini berarti ada yang sengaja ingin ditunjukkan ke publik.
Benarkah ancaman pembubaran lembaga dan reshuffle akan terjadi?
Dalam konteks pengambilan keputusan, kemarahan pemimpin dalam rapat tertutup dan dipublikasikan punya makna berbeda. Marah dalam rapat tertutup bisa bermakna menegaskan prinsip pemimpin kepada pembantunya. Namun, bisa juga dilihat cara menunjukkan ketegasan pemimpin ke rakyat sekaligus mengirimkan kode. ”Juga sekaligus testing the water wacana reshuffle, publik positif atau sebaliknya. Dalam situasi krisis, respons publik sangat diperlukan untuk pertimbangan. Namun, mungkin juga prakondisi,” kata Yunarto.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, berpendapat, kekesalan Presiden kemungkinan dipicu tidak adanya kemajuan pembangunan yang bisa dibanggakan selama lima bulan terakhir. Pada saat yang sama, sejumlah program pemerintah menuai protes dari masyarakat karena dinilai bermasalah.
Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono berpendapat, kritik Presiden sebenarnya tidak hanya tertuju kepada para menteri dan lembaga, tetapi juga aparatur birokrasi.
Namun, benarkah ancaman pembubaran lembaga dan reshuffle akan terjadi? Tentu semuanya ada proses dan evaluasi terus-menerus.
(INA/NTA/LAS/REK/BOW/HAR)