Akses Pelayanan Pemerintah Bisa Semudah Menggunakan Telepon Pintar…
Pandemi Covid-19 membuat banyak negara memahami adanya kebutuhan membangun infrastruktur digital yang kuat agar siap menghadapi krisis di masa depan. Estonia dengan sistem ”e-government” maju bisa jadi tempat belajar.
Pandemi Covid-19 memberi dampak pada sektor pelayanan pemerintah. Negara-negara yang sudah lebih dahulu memindahkan pelayanan publiknya dari ruang fisik ke ranah daring menghadapi ”lebih sedikit” tantangan untuk menjalankan fungsinya di tengah pandemi. Di masa mendatang, pelayanan publik daring oleh pemerintah bakal menjadi sebuah keniscayaan.
Indonesia juga akan menghadapi hal itu. Transformasi ini akan membuat pelayanan lebih efisien dan efektif. Untuk mengetahui tranformasi pelayanan pemerintahan daring, Kompas berbincang secara daring dengan Development Director E-Governance Academy Estonia Hannes Astok pada Kamis (18/6/2020).
Estonia termasuk salah satu negara di Eropa yang memiliki sistem e-government paling maju di dunia. Sebanyak 98 persen penduduk Estonia memiliki kartu identitas yang menyediakan akses digital bagi pelayanan daring yang aman. Hannes Astok pernah menjadi Wakil Wali Kota Tartu, kota terbesar kedua di Estonia. Selain itu, dia juga pernah menjadi anggota parlemen nasional Estonia (2007-2011) dan juga penasihat Presiden Estonia untuk urusan pengembangan masyarakat informasi (2012-2013). Berikut petikan percakapan tersebut.
Estonia termasuk negara yang banyak ”memindahkan” pelayanan pemerintahan dalam bentuk digital. Bagaimana pelayanan publik di Estonia pada awal pandemi Covid-19? Bagaimana pandemi memengaruhi bentuk pelayanan publik di masa mendatang?
Kami sudah membangun infrastruktur e-government hampir 18 tahun. Kami terkejut dengan bagaimana hal itu bekerja dengan baik, bukan (hanya) secara teknis, tetapi bagaimana masyarakat secara luas tetap bisa berfungsi selama krisis Covid-19. Kami juga menjalani karantina selama sekitar 2,5 bulan.
Pada prinsipnya, infrastruktur e-government itu memiliki elemen kunci yang memungkinkan (enabler) sistem berfungsi dengan baik. Ada data dalam format digital yang bisa diakses dengan mudah, tersedia mekanisme pertukaran data yang aman dan kuat. Tidak kalah penting, tersedia identitas digital yang kuat.
Di Estonia, penduduk berusia minimal 15 tahun memilikinya. Prinsipnya, sistem ini memungkinkan terbangunnya sejumlah pelayanan pemerintahan, terutama pada aspek administratifnya.
Model pelayanan pemerintahan yang tradisional dan membuat masyarakat harus datang ke kantor pemerintahan dipindahkan sebanyak mungkin ke internet. Kendati ada isu tertentu, misalnya mengambil paspor baru tetap harus ke kantor pemerintahan karena perlu verifikasi visual, juga misalnya untuk pengambilan sidik jari.
Ada hal-hal tertentu yang membuat pelayanan fisik tidak bisa dihindari. Namun, proses lain, seperti persiapan dan proses aplikasi, bisa dilakukan dalam format digital. Jadi, kami percaya ini (pelayanan daring) sebagai masa depan. Tidak hanya saat krisis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Secara global, umumnya ada pandangan bahwa pelayanan digital hanya bagian lebih maju atau pilihan dari pelayanan fisik. Pelayanan pemerintahan dilakukan secara fisik dengan melalui meja resepsionis. Sekarang makin banyak pemerintah memahami, mungkin dalam situasi krisis pelayanan secara fisik tidak memungkinkan. Pelayanan digital akan menggantikannya, bukan sementara, tetapi menggantikan untuk seterusnya.
Sekarang makin banyak pemerintah memahami, mungkin dalam situasi krisis pelayanan secara fisik tidak memungkinkan. Pelayanan digital akan menggantikannya, bukan sementara, tetapi menggantikan untuk seterusnya.
Banyak pemerintah juga memahami, ada banyak kesenjangan, terutama terkait kualitas dan akses terhadap data digital. Secara paralel juga ada masalah besar saat warga negara tidak memiliki identitas digital yang kuat. Ini terkait dengan bagaimana mengenali masyarakat yang menginginkan pelayanan pemerintah.
Penggunaan identitas Facebook atau Google sampai tahap tertentu masih diragukan. Apakah benar ini orang yang sama dengan yang mengajukan permohonan pelayanan? Bisa juga mengenalkan video call untuk mengenali identitas, tetapi hal ini hanya bisa dilakukan kalau negara memiliki basis data yang kuat untuk mencocokkan biometri seseorang. Namun, banyak negara tidak memilikinya.
Hal-hal itu membuat banyak negara sekarang mulai memahami, ada kebutuhan secara cepat untuk membangun infrastruktur digital yang kuat agar siap menghadapi krisis di masa mendatang. Krisis seperti apa? Kita tidak tahu. Bisa pandemi. Bisa bencana alam, seperti banjir atau badai. Tetapi, suatu saat itu akan ada. Jadi, kelihatan pemerintah untuk memberikan pelayanan bisa disiapkan dengan solusi e-government.
Poin pentingnya, pemerintah-pemerintah mempertimbangkan bagaimana menyimpan data. Kalau dalam bentuk kertas, bisa rusak apabila terkena banjir atau badai. Ketika dalam bentuk digital, bisa dibuat beberapa kopi dan ditempatkan di sejumlah lokasi, termasuk di cloud. Jadi, ketika terjadi bencana alam, ada kesempatan, apabila data tersimpan di ruang digital, tinggal memulihkan listrik dan sambungan internet, maka pelayanan bisa dijalankan lagi.
Poin pentingnya, pemerintah-pemerintah mempertimbangkan bagaimana menyimpan data. Kalau dalam bentuk kertas, bisa rusak apabila terkena banjir atau badai. Ketika dalam bentuk digital, bisa dibuat beberapa kopi dan ditempatkan di sejumlah lokasi, termasuk di cloud.
Ini skenario di masa depan. Bencana alam lebih mungkin terjadi ketimbang pandemi. Pemerintah perlu berusaha untuk membuat data menjadi digital, membersihkan data agar tidak bermasalah. Selain itu, juga membangun identitas digital warga negara. Hal ini memang tidak bisa dilakukan dalam waktu beberapa minggu, tetapi tahunan.
Apakah keuntungan memindahkan data ke digital, berikut pelayanan publik menjadi digital, sebanding dengan tingginya biaya untuk membangun infrastrukturnya?
Tentu hal ini memerlukan banyak investasi. Namun, yang perlu juga dipikirkan adalah total biaya transaksi dan pelayanan. Tidak hanya dari sudut pandang pemerintah, tetapi juga dari sudut pandang warga negara.
Dalam skenario tipikal. Warga yang tinggal di daerah yang cukup jauh, tidak harus berada di pulau terpencil, ketika dia datang ke kantor pemerintahan untuk pelayanan publik, dia bisa menghabiskan waktu sehari untuk perjalanan dan memasukkan aplikasi. Kemudian sehari lagi untuk kembali. Pada saat akan mengambil dokumen yang sudah jadi, juga perlu waktu dua hari lagi.
Jadi, ada waktu yang hilang, belum lagi biaya perjalanan. Kalau dibuat dalam model kalkulasi pengeluaran, kita akan melihat penghematan yang luar biasa dalam penerapan pelayanan digital. Terutama dari sisi warga negara dan bisnis.
Tidak hanya waktu dan biaya perjalanan, tetapi saat ia bepergian untuk dapat pelayanan pemerintah, dia juga tidak bisa bekerja sehingga tidak produktif. Saya sepakat, di awal investasi tinggi, tetapi tingkat pengembalian (investasi) ke masyarakat lebih besar lagi.
Jika pelayanan diberikan secara digital, data tidak bisa dimanipulasi. Hampir tidak ada ruang bagi petugas untuk memengaruhi keputusan. Ini mengarah ke poin berikutnya, yakni mengurangi korupsi.
Selain itu juga ada dampak sampingan yang menarik. Jika pelayanan diberikan secara digital, data tidak bisa dimanipulasi. Hampir tidak ada ruang bagi petugas untuk memengaruhi keputusan. Ini mengarah ke poin berikutnya, yakni mengurangi korupsi.
Dalam kondisi itu, petugas jadi tidak bisa meminta sesuatu untuk mempercepat atau memperlambat pelayanan. Sebab, mesin akan langsung memproses permintaan pelayanan. Ini (korupsi pelayanan publik) tampak di banyak negara, tetapi saya berharap tidak begitu halnya dengan Indonesia. Dengan pelayanan digital, di banyak negara, persoalan korupsi skala kecil (petty corruption) bisa diatasi. Namun, memang sistem ini tidak bisa mengeliminasi korupsi skala besar.
Dalam beberapa kesempatan, Anda menekankan empat hal penting dalam pelayanan pemerintahan secara daring di masa mendatang, yaitu simplifikasi, proaktif, 24 jam sepekan, dan intuitif. Apa maksudnya hal itu?
Kalau ada data berkualitas baik, pemerintah bisa memahami banyak kejadian dalam rentang kehidupan warga negaranya. Saya dalam beberapa presentasi memberi contoh pembuatan surat izin mengemudi (SIM) karena relatif mudah. Karena SIM ada masa berlaku, bisa lima atau 10 tahun, sistem bisa tahu bahwa SIM saya akan segera berakhir masa berlakunya. Saya mungkin tidak awas untuk selalu memeriksa kapan berakhirnya masa berlaku SIM itu. Namun, dengan data, pemerintah bisa tahu.
Kemudian, karena saya belum lama ini membuat paspor, sehingga ada foto terbaru. Foto itu bisa digunakan pemerintah untuk memproses SIM. Kalau ada pertukaran data pemerintah yang layak, pemerintah juga bisa meminta data medis saya. Secara otomatis menanyakan ke dokter keluarga apakah saya masih dalam kondisi kesehatan yang baik untuk mengemudi. Pelayanan proaktif dari pemerintah ini sangat mungkin terjadi dengan ketersediaan data.
Kalau ada data berkualitas baik, pemerintah bisa memahami banyak kejadian dalam rentang kehidupan warga negaranya.
(Catatan, Hannes Astok mengilustrasikan pelayanan pemerintah masa depan dengan masyarakat mendapat notifikasi melalui aplikasi pemerintahan bahwa SIM-nya akan segera berakhir sehingga ditawari dua opsi memperpanjang atau tidak. Dengan menekan tombol perpanjang, beberapa hari kemudian fisik SIM sudah bisa sampai ke tangan warga itu).
Di Estonia, anak-anak sudah harus sekolah di usia tujuh tahun. Mungkin sama dengan di Indonesia. Setiap tahun ada masalah penduduk yang merupakan warga negara asing bingung bagaimana harus mendaftarkan anaknya ke sekolah dan sekolah mana yang tersedia. Ketimbang menunggu sampai mereka bertanya soal itu, pemerintah bisa mengetahui dari catatan registrasi kependudukan bahwa di keluarga tertentu ada anak yang tahun ini sudah harus masuk sekolah.
Maka, setahun sebelumnya, pemerintah sudah bisa mengirimkan paket informasi untuk sang orangtua terkait prosedur meregistrasi anak ke sekolah, kemudian di sekitar tempat tinggalnya tersedia sekolah apa saja. Bahkan, paket informasi tersebut juga dilengkapi dengan tautan untuk mendaftar ke sekolah. Jadi, pemerintah lebih lebih proaktif. Itu dimungkinkan dengan adanya mahadata.
Terkait pelayanan daring 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, saya ada pengalaman saat mengunjungi salah satu negara di tengah Covid-19, kemudian membuka portal pelayanan daringnya. Ternyata pelayanan daring itu juga tutup karena pelayanan di kantornya juga tutup. Ini bukan contoh yang baik. Seharusnya pelayanan daring tetap berlangsung walaupun kantor pemerintah tutup.
Simplifikasi pelayanan juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan data dan basis data. Sepanjang memang diperbolehkan oleh regulasi. Jadi, ketika hendak memasukkan aplikasi, tidak harus mengisi data 10 lembar (seperti pelayanan fisik), tetapi cukup pertanyaan tambahan saja, atau bahkan hanya menekan tombol ya dan tidak saja. Jadi, siapa pun yang bisa menggunakan ponsel pintar juga bisa melakukannya.
Simplifikasi pelayanan juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan data dan basis data. Sepanjang memang diperbolehkan oleh regulasi. Jadi, ketika hendak memasukkan aplikasi, tidak harus mengisi data 10 lembar (seperti pelayanan fisik), tetapi cukup pertanyaan tambahan saja, atau bahkan hanya menekan tombol ya dan tidak saja. Jadi, siapa pun yang bisa menggunakan ponsel pintar juga bisa melakukannya.
Contohnya ibu mertua saya mendapat ponsel pintar di usia 80 tahun. Sekarang, ia mengirimi saya banyak foto dan pesan. Padahal, sebelumnya, ia hampir tidak pernah membaca SMS karena terlalu kompleks. Dengan ponsel pintar, dia tinggal memotret, lalu tekan tombol untuk mengirim foto itu ke saya.
Pelayanan pemerintahan secara daring juga harus bisa semudah orang mengambil foto dan mengirimnya. Jadi, semua orang bisa memanfaatkan pelayanan itu. Seseorang yang tidak memiliki literasi komputer yang tinggi juga harus bisa memanfaatkannya.
Ada pertanyaan global mengenai bahasa pemerintah di pelayanan publik yang kadang tidak mudah dipahami. Saya sekitar 15 tahun lalu bekerja untuk pemerintah kota di Estonia (Wakil Wali Kota Tartu, kota terbesar kedua di Estonia). Saya sempat googling, karena pindah ke tempat baru, ingin memahami bagaimana cara penanganan sampahnya.
Pelayanan pemerintahan secara daring juga harus bisa semudah orang mengambil foto dan mengirimnya. Jadi, semua orang bisa memanfaatkan pelayanan itu. Seseorang yang tidak memiliki literasi komputer yang tinggi juga harus bisa memanfaatkannya.
Dari rumah, saya cari informasi di laman daring pemerintah tidak ketemu kata sampah (garbage). Ternyata pemerintah menggunakan istilah manajemen terpadu pengelolaan limbah (organized waste management). Padahal, yang dibutuhkan menangani sampah (rumah tangga).
Contoh lain, saya sempat penasaran, lalu mencoba mencari informasi dengan kata kunci ”kalau saya tidak punya uang, bagaimana saya bisa mendapat bantuan dari pemerintah”. Tidak ketemu juga. Ternyata pemerintah kota menyediakan bantuan finansial bagi warga dengan penghasilan rendah (financial assistance for low income citizens). Kalau orang yang tidak punya pekerjaan, tidak punya penghasilan, mungkin juga tidak tahu apa artinya itu. Ini juga bisa terkait simplifikasi.
Apakah sudah ada contoh negara yang memenuhi empat kriteria ideal itu?
Ada beberapa elemen yang sudah ada, tetapi belum ada yang sepenuhnya, tidak juga Estonia. Terkait simplifikasi (pelayanan), di Estonia juga ada tantangan. Inggris dan Australia sudah melakukan banyak hal terkait simplifikasi layanan, tetapi tidak punya identitas digital yang kuat.
Jadi, akhirnya kendati masyarakat bisa mengisi aplikasi dengan mudah, dia tetap harus mengirim file. Kemudian file tersebut dicetak untuk kemudian ditandatangani dan dikirim kembali ke penyedia pelayanan. Ada sesuatu yang kurang di sana sini.
Di Estonia ada juga sebagian pelayanan yang sudah bagus dalam hal simplifikasi. Ingin menjual mobil hanya perlu waktu tiga menit daring karena otoritas transportasi sudah punya semua data mengenai mobil dan juga data saya dan data pihak ketiga (yang bertransaksi).
Di Estonia ada juga sebagian pelayanan yang sudah bagus dalam hal simplifikasi. Ingin menjual mobil hanya perlu waktu tiga menit daring karena otoritas transportasi sudah punya semua data mengenai mobil dan juga data saya dan data pihak ketiga (yang bertransaksi).
Transfer kepemilikan mobil juga bisa secara otomatis tanpa ada campur tangan manusia. Otomatis dokumen dalam bentuk fisik akan dikirim ke saya. Tetapi, memang ada juga beberapa jenis pelayanan yang masih kurang.
Indonesia memiliki populasi yang besar. Selain itu juga berhadapan dengan kesenjangan akses ke infrastruktur dan pengetahuan internet. Juga masih belum sepenuhnya mengintegrasikan single identity number. Dengan kondisi itu apakah Indonesia bisa mewujudkan e-governance yang prima?
Estonia memang negara yang relatif kecil sehingga bisa lebih fleksibel dan cepat. Namun, Indonesia dengan skala yang besar juga bisa melakukan lebih besar lagi. Dengan jumlah penduduk 260 juta orang, hampir 200 kali lebih besar dari Estonia, identitas tunggal itu menjadi keharusan. Sementara terkait pemahaman, saat kami memulai juga menghadapi hal yang sama. Sebagian besar masyarakat tidak mahir dalam menggunakan internet untuk pelayanan pemerintahan.
Indonesia dengan skala yang besar juga bisa melakukan lebih besar lagi. Dengan jumlah penduduk 260 juta orang, hampir 200 kali lebih besar dari Estonia, identitas tunggal itu menjadi keharusan.
Namun, masyarakat sangat bersemangat untuk menggunakannya. Anak-anak dan cucu bisa mengajari orangtua. Tidak akan ada yang terjadi hanya dalam satu hari. Semua butuh proses. Masyarakat dan bisnis pasti akan tertarik dan gembira menggunakannya karena akan bisa menghilangkan bottleneck (pelayanan pemerintahan). Dari harus antre fisik lama menjadi bisa daring.
Saya pikir harus ada ruang untuk eksperimen. Bagaimana menyimplifikasi pelayanan, memudahkan bagi semua orang. Tentu orang-orang akan menunggu (untuk menggunakan pelayanan daring). Kalau bisnis sudah menjalankan, misalnya untuk penjualan tiket penerbangan, kenapa enggak pelayanan pemerintah juga bisa semudah itu.
Anda menyebut hal ini bisa dimulai dari skala kecil. Apakah itu dilakukan berbasis sektor pelayanan tertentu? Atau percontohan di satu daerah untuk semua sektor pelayanan?
Bisa salah satu. Bisa daerah, atau bagian tertentu dari warga negara. Misalnya, mahasiswa atau pelajar yang sudah punya pengetahuan bisa diberikan pelayanan daring khusus. Mereka bisa membantu mempelajari apakah ada persoalan interface, logika penyampaian pelayanan.
Pemerintah pada tingkat nasional harus berkolaborasi juga karena banyak basis data kunci ada di tingkat nasional, seperti populasi, pencatatan bisnis, dan kepemilikan tanah. Harus ada kolaborasi.
Mereka juga lebih fleksibel dan tidak akan mudah menyalahkan apabila pada tahap awal pelayanan daring itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Mereka bahkan juga bisa memberi masukan untuk memperbaikinya. Mereka bisa jadi kelompok pertama yang diberi pelayanan digital.
Siapa yang harus mendorong dan menjalankan transformasi pelayanan pemerintahan daring? Apakah pemerintah kota, provinsi, atau pusat?
Saya pikir semua harus aktif. Ketika pada tahap awal bisa saja dilakukan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Kalau ada kepemimpinan, mereka bisa sangat aktif, tetapi juga ada beberapa keterbatasan. Jadi, pemerintah pada tingkat nasional harus berkolaborasi juga karena banyak basis data kunci ada di tingkat nasional, seperti populasi, pencatatan bisnis, dan kepemilikan tanah. Harus ada kolaborasi.
Di tingkat nasional akan sukses kalau pimpinan tertinggi, apakah presiden atau perdana menteri, mendorong proses ini. Juga harus ada tim yang bagus untuk menjalankannya. Di tingkat regional, untuk bisa membuat ”keajaiban” diperlukan kepemimpinan.
Sekali lagi, kepemimpinan diperlukan karena teknologi mengikuti. Kalau ada uang dan teknologi tanpa kepemimpinan, tidak akan terjadi apa-apa. Banyak hal bisa dilakukan dengan uang dan teknologi dalam skala kecil, tetapi ada kepemimpinan dan visi.
Kepemimpinan diperlukan karena teknologi mengikuti. Kalau ada uang dan teknologi tanpa kepemimpinan, tidak akan terjadi apa-apa. Banyak hal bisa dilakukan dengan uang dan teknologi dalam skala kecil, tetapi ada kepemimpinan dan visi.
Bagaimana aspek kultural memengaruhi transformasi?
Saya pikir pimpinan kultural dan pimpinan keagamaan juga bisa dilibatkan sejak awal untuk bisa mendukung transformasi pelayanan pemerintahan menuju digital. Dalam tahap persiapan, penting untuk menjelaskan kepada mereka bagaimana hal itu akan membantu masyarakat.