Kompolnas Sayangkan Tindakan Polisi terhadap Ismail Ahmad
Komisi Kepolisian Nasional menilai tidak seharusnya polisi tersinggung dengan guyonan Gus Dur yang diunggah Ismail Ahmad, tetapi menjadikannya sebagai bahan introspeksi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas menyayangkan tindakan Kepolisian Resor Kepulauan Sula, Maluku Utara, yang menjemput dan memeriksa Ismail Ahmad karena mengunggah guyonan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terkait polisi di Facebook. Polri tidak seharusnya tersinggung dengan guyonan itu, tetapi menjadikannya sebagai introspeksi.
Anggota Kompolnas Bekto Suprapto ketika dihubungi, Kamis (18/6/2020), mengatakan, dirinya menyayangkan cara yang ditempuh Polres Kepulauan Sula terhadap Ismail Ahmad. Sebab, guyonan almarhum Gus Dur mengenai polisi itu sudah menjadi milik masyarakat Indonesia.
”Cara-cara yang dilakukan Polres Sula kurang tepat untuk diterapkan sekarang karena sudah mendatangkan polemik di masyarakat. Polri dalam melaksanakan tugas melayani masyarakat harus paham kapan dapat bertindak tegas dan kapan harus humanis,” kata Bekto.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggota Satuan Intelijen Polres Kepulauan Sula, Maluku Utara, sempat menjemput dan memeriksa Ismail Ahmad di markas polres, Jumat (12/6/2020), atau tiga jam setelah dia mengunggah lawakan Gus Dur terkait polisi di Facebook. Unggahan dimaksud berbunyi, ”Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng (Gus Dur)”.
Unggahan tersebut diduga membuat polisi tersinggung. Ia sempat diinterogasi polisi soal intensinya mengunggah sindiran tersebut, sebelum dibolehkan pulang. Namun pada Selasa (16/6/2020), ia kembali diminta datang ke Markas Polres Kepulauan Sula. Tiba di kantor, pihak polres sudah menyiapkan konferensi pers, termasuk secarik tulisan berisi permintaan maaf. Ismail diminta untuk membacakannya.
Menurut Bekto, sebenarnya banyak cara untuk melakukan klarifikasi, semisal dengan mendatangi Ismail Ahmad untuk melakukan percakapan. Sebab, tidak semua masalah mesti diselesaikan secara hukum.
Setelah peristiwa di Sula tersebut, Kepolisian Daerah Maluku Utara telah mengingatkan Kapolres Sula agar kepolisian dapat lebih bertindak humanis.
Bekto berharap agar Polri lebih mengedepankan tugas sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat daripada penegakan hukum.
Selain itu, tidak seharusnya Polri tersinggung dengan lawakan Gus Dur, tetapi menjadikannya sebagai masukan untuk introspeksi.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, menambahkan, tidak dilanjutkannya perkara yang menyangkut Ismail Ahmad sudah benar. Sebab, masalah itu dilihatnya semata problem komunikasi.
”Bagi Polri hal ini harus dianggap sebagai kritik membangun untuk bisa meningkatkan profesionalitasnya. Sebagai anggota Polri di mana pun juga harus paham bahwa masyarakat mengharapkan reformasi Polri berjalan dengan baik,” kata Poengky.
Namun, ia juga berharap agar warganet lebih bijak dalam bermedia sosial. Jika mengunggah sesuatu, diharapkan hal itu dilakukan secara utuh atau sesuai konteksnya agar tidak menimbulkan salah pengertian.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi Kompas, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono menolak untuk berkomentar mengenai hal itu. ”Silakan ke Kabid (Kepala Bidang) Humas Polda Maluku Utara,” katanya.