Vonis Hakim Penyerang Novel Diharapkan Melebihi Tuntutan Jaksa
Hakim dinilai bebas memberikan pendapat dan mandiri dalam memberikan tanggapan terhadap sebuah kasus. Maka, putusan yang melebihi tuntutan jaksa dapat saja dijatuhkan hakim.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim yang menyidangkan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan memvonis para terdakwa dengan hukuman melebihi tuntutan jaksa penuntut umum. Hakim dapat melakukan ini karena memiliki kekuasaan yang merdeka untuk mengambil putusan sesuai hati nurani.
Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi, ketika dihubungi, Rabu (17/6/2020) mengatakan, sebagaimana diamanatkan Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, diharapkan majelis hakim yang mengadili kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak hanya terpaku pada dakwaan jalsa penuntut umum (JPU).
”Hakim bebas memberikan pendapat dan mandiri dalam memberikan tanggapan terhadap sebuah kasus sesuai hati nuraninya. Maka ultra petitum patium (putusan yang melebihi dari tuntutan jaksa penuntut umum) dapat dipakai hakim. Dalam konteks hukum pidana, tidak ada suatu teori pun yang menghalangi hakim untuk mengeluarkan putusan di luar tuntutan jaksa,” tambahnya.
Menurut Rizqi, untuk menuju ultra petitum patium, hakim dapat mencari penemuan hukum (rechtsvinding) baik dari teori maupun dari fakta-fakta di ruang pengadilan. Semisal, barang bukti berupa rekaman gambar (CCTV) yang tidak dihadirkan di pengadilan dapat diminta untuk dihadirkan.
Selain itu, majelis hakim dapat melakukan interpretasi baik secara sosiologis maupun gramatikal dalam hal perencanaan dan kesengajaan pelaku.
Untuk itu, majelis hakim dituntut lebih aktif. Di sisi lain, menurut dia, terdapat kebiasaan bahwa majelis hakim tidak memutus di luar tuntutan jaksa. Namun, hal itu bukannya tidak mungkin untuk dilakukan majelis hakim.
Seperti diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum pada kasus Novel menuntut 1 tahun penjara terhadap dua terdakwa penyiram air keras pada Novel, yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).
Alasan jaksa, kedua terdakwa dianggap tidak berniat melakukan penganiayaan berat pada Novel. Siraman air keras yang membuat cacat mata Novel disebutkan jaksa tidak sengaja dilakukan oleh terdakwa karena semula mereka hanya berniat menyiramkannya ke badan Novel.
Adapun Ketua Setara Institute Hendardi yang pernah menjadi bagian dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan bentukan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian tahun 2019 menolak mengomentari materi tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Novel.
Ia hanya berharap proses persidangan berjalan adil. ”Terkait proses persidangan yang sedang berjalan, saya hanya bisa berharap agar dijalankan dengan seadil-adilnya,” katanya.
Bekerja sejak Januari 2019 hingga pertengahan tahun 2019, TGPF Novel Baswedan yang beranggotakan 65 orang dan didominasi unsur kepolisian gagal mengungkap pelaku teror terhadap Novel. Akan tetapi, berdasar temuan tim, tim meyakini motif penyerangan terhadap Novel tidak dimaksudkan untuk membunuh yang bersangkutan, tetapi untuk membuat Novel menderita. Kesimpulan ini didapat setelah TGPF memeriksa zat kimia yang digunakan.
Adapun motif pelaku melakukan hal tersebut diduga karena sakit hati. Motif itu diduga berkaitan dengan kasus high profile yang ditangani Novel. Kasus-kasus dimaksud adalah korupsi KTP elektronik, korupsi bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, korupsi bekas Bupati Buol Amran Batalipu, korupsi wisma atlet SEA Games, Palembang, dan penanganan kasus pencurian sarang burung walet tahun 2004 sewaktu Novel masih bertugas di Bengkulu.
Kerja dari TGPF lantas dilanjutkan oleh tim teknis Polri. Di tengah kerja tim teknis, menurut Hendardi, muncul Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang mengaku menjadi pelaku penyerangan Novel. ”Setelah itu, panggungnya berpindah ke kedua orang ini,” katanya.