Dua terdakwa penganiaya Novel Baswedan, penyidik KPK, seharusnya dituntut maksimal, yaitu tujuh tahun penjara. Sebab, penyerangan direncanakan terlebih dulu dan mengakibatkan luka berat, yaitu mata Novel menjadi cacat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tuntutan 1 tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, dinilai janggal. Tuntutan yang ringan juga mencederai rasa keadilan publik sekaligus menunjukkan rendahnya perlindungan pada kerja pemberantasan korupsi.
”Tuntutan terhadap para terdakwa seharusnya maksimal, yaitu 7 tahun karena ada alasan yang memberatkan yang merujuk pada hukuman maksimal,” kata pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, melalui pesan singkat, Jumat (12/6/2020).
Ia menjelaskan, ketentuan dalam Pasal 353 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yakni penganiayaan dengan perencanaan, menyebutkan pelaku bisa diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, pelaku bisa dituntut pidana penjara paling lama 7 tahun. Apabila mengakibatkan kematian, ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
Berangkat dari hal itu, tuntutan jaksa terhadap kedua terdakwa, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020), dinilainya janggal. Dengan jaksa menyatakan penyerangan terhadap Novel direncanakan terlebih dahulu dan mengakibatkan luka berat, mata Novel menjadi cacat, seharusnya kedua terdakwa bisa dituntut maksimal, yaitu tujuh tahun penjara.
Para jaksa penuntut umum yang membacakan tuntutan Novel dalam sidang adalah Ahmad Patoni, Satria Irawan, dan Fedrik Adhar dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Apalagi, Fickar melanjutkan, korban kejahatan adalah penegak hukum dan para terdakwa adalah polisi yang seharusnya melindungi korban, bukan justru menganiayanya. Polisi juga seharusnya menjadi teladan. Kondisi ini seharusnya mendorong jaksa untuk menuntut maksimal.
Selain itu, ia mengkritisi jaksa penuntut umum yang tidak menuntut para terdakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut dia, kedua terdakwa bisa saja dituntut dengan pasal tersebut karena telah menghalang-halangi penegak hukum pemberantasan korupsi.
Sistem peradilan pidana
Pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, melihat, penyerangan terhadap Novel bukan saja serangan terhadap individu dan KPK, melainkan juga serangan terhadap sistem peradilan pidana (SPP). ”Dengan tuntutan 1 tahun, apakah itu cermin dari sikap jaksa penuntut umum (JPU) dalam mempertahankan SPP?” ujar Agustinus.
Ia juga mengkritisi tuntutan jaksa yang menyebutkan terdakwa tidak sengaja melakukan penganiayaan berat pada Novel. Padahal pasal yang digunakan jaksa adalah pasal-pasal yang memiliki unsur kesengajaan.
Jaksa, menurut dia, seharusnya bertindak untuk kepentingan publik. Mereka harus dapat menangkap perasaan keadilan masyarakat.
Sekalipun tuntutan jaksa rendah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK berharap majelis hakim akan menjatuhkan hukuman maksimal sesuai kesalahan dan perbuatan yang terbukti. Majelis hakim pun diharapkan memutus dengan mempertimbangkan rasa keadilan publik. Selain itu, melihat pula posisi Novel sebagai korban saat menjalankan tugasnya menangani kasus korupsi.
”Kami menyerukan kembali pentingnya perlindungan bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya,” kata Ali.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap mengungkapkan, rendahnya tuntutan menunjukkan tidak terlindunginya kerja pemberantasan korupsi. Selain itu, rendahnya tuntutan berdampak pada tidak terpenuhinya jaminan perlindungan hak asasi manusia.
Lebih jauh lagi, rendahnya tuntutan tersebut berdampak pada tidak adanya pertanggungjawaban dari pelaku intelektualnya. Sebab, penyerangan terhadap Novel merupakan tindakan yang direncanakan dan sistematis yang melibatkan beberapa pihak yang belum terungkap. Karena itu, WP KPK merasa keadilan bagi Novel masih jauh dengan adanya tuntutan tersebut.