Ketua MA: Efektivitas Pengawasan Hakim Akan Ditingkatkan
Ketua MA baru M Syarifuddin berjanji meningkatkan pengawasan internal bagi hakim dan aparat pengadilan. Pembinaan hakim dan pegawai pengadilan pun akan diutamakan demi tercapainya lembaga peradilan yang profesional.
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Mahkamah Agung 2020-2025 M Syarifuddin berkomitmen untuk meningkatkan efektivitas pengawasan di lingkungan badan peradilan. Pengawasan dan pembinaan hakim di daerah akan ditingkatkan untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme peradilan.
Hal itu disampaikan Syarifuddin dalam pidato pergantian pimpinan MA, Rabu (13/5/2020). Pidato itu disiarkan secara live streaming di kanal Youtube. Para hakim agung dan pimpinan badan peradilan di bawah MA mengikuti pidato itu melalui aplikasi rapat daring Zoom.
Syarifuddin mengambil sumpah jabatan sebagai Ketua MA di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin menggantikan Hatta Ali yang memasuki usia pensiun sebagai hakim agung di akhir April ini.
Di hadapan hakim agung, hakim ad hoc, dan badan peradilan di bawahnya, Syarifuddin mengatakan bahwa tahun 2020-2025 akan menjadi upaya berkelanjutan dan berkesinambungan dalam melanjutkan cetak biru pembaruan peradilan.
Di bawah kepemimpinannya, Syarifuddin juga berkomitmen untuk melakukan percepatan pencapaian visi dan misi MA. Salah satunya adalah dengan terus meningkatkan integritas dan profesionalisme badan peradilan.
Pengawasan internal badan peradilan, tambahnya, akan diefektifkan dengan dasar hukum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada MA dan Badan Peradilan di Bawahnya, Perma No 8/2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya, serta Perma No 9/2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Selain itu, pengawasan juga akan diperkuat dengan Maklumat Ketua MA Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur MA, dan Peradilan di Bawahnya.
”Saya tekankan kepada pejabat Badan Pengawasan agar menyosialisasikan ini dalam kunjungan ke daerah. Seluruh badan peradilan harus menerapkan ketentuan baku Badan Pengawasan,” kata Syarifuddin.
Saya tekankan kepada pejabat Badan Pengawasan agar menyosialisasikan ini dalam kunjungan ke daerah. Seluruh badan peradilan harus menerapkan ketentuan baku Badan Pengawasan.
Selain itu, dia juga meminta kepada Unit Pemberantasan Pungutan Liar Bawas MA agar menjalankan metode pengawasan dengan metode risiko. Majelis di tingkat banding pun diminta agar mengawasi pengadilan tingkat pertama. Apabila ada masalah di pengadilan tingkat pertama, dapat diselesaikan di tingkat banding. Apabila masalah yang ada tetap tidak bisa diselesaikan, baru dibawa ke MA.
”Hidupkan kembali hakim agung pengawas daerah dan manfaatkan teknologi informasi sebaik mungkin untuk pengawasan dan pembinaan badan peradilan,” ucap Syarifuddin.
Baca juga : Mahkamah Agung Mulai Dipimpin Ketua Baru, Peradilan Harus Jadi Lembaga Pemberi Keadilan
Mantan Ketua Badan Pengawas MA itu juga menegaskan bahwa pengetatan pengawasan ini dilakukan tanpa mengganggu independensi hakim dalam memutus perkara.
Bentuk dan metode pengawasan harus efektif agar tidak mengganggu penyelesaian perkara. Selain itu, dia juga meminta agar seluruh hakim dan aparatur sipil negara (ASN) peradilan tidak alergi terhadap pengawasan. Hakim dan aparat pengadilan yang tidak mau diawasi justru perlu dicurigai sedang melakukan kecurangan.
”Seluruh hakim di MA dan peradilan di bawahnya harus bisa dibina. Jika tidak bisa dibina, binasakan saja!,” tegas Syarifuddin.
Seluruh hakim di MA dan peradilan di bawahnya harus bisa dibina. Jika tidak bisa dibina, binasakan saja!
Namun, selama ini implementasi Maklumat Ketua MA 1/2017 yang mengatur tegas soal sanksi berjenjang juga kurang transparan dan terkendala penafsiran MA. Maklumat itu mengatur sanksi berjenjang terhadap pelanggaran hakim maupun staf pengadilan. Sebab, jika ada hakim atau staf terbukti menerima suap, ketua pengadilan dapat dicopot apabila terbukti tidak melakukan pembinaan secara berkala. Kerap kali, hasil investigasi Badan Pengawas dan sanksi yang dijatuhkan tidak dibuka secara transparan ke publik. Parameter pelanggaran yang dilakukan oleh hakim pun kurang bisa diawasi publik karena terlalu subyektif.
Baca juga : Pelantikan Syarifuddin sebagai Ketua MA Tunggu Hatta Ali Resmi Pensiun
Terkait dengan hal ini, mantan hakim agung Topane Gayus Lumbuun mengatakan, untuk mengefektifkan pengawasan internal MA, dibutuhkan bidang baru, yaitu penindakan.
Menurut Gayus, selama ini MA hanya berfokus pada pengawasan dan pembinaan. Akhirnya, penyelesaian kasus yang berkaitan dengan teknis yuridis seperti profesionalisme hakim kurang transparan. Dengan pembentukan lembaga baru, yaitu bidang penindakan, Ketua MA dapat melaksanakan wewenang sesuai UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu penindakan hakim dan staf pengadilan.
”Dengan adanya lembaga baru, yaitu penindakan ini, pembinaan dan pengawasan terhadap integritas dan profesionalisme hakim akan semakin efektif. MA pada akhirnya tidak hanya menjadi lembaga pemutus perkara, tetapi juga penindakan hakim dan badan peradilan di bawahnya,” ujar Gayus.
Sebab, selama ini apabila ada temuan misalnya putusan hakim dianggap tidak profesional, penindakan yang dilakukan MA belum tegas dan transparan. Dengan adanya bidang penindakan hukum ini pengawasan terhadap profesionalisme hakim di bidang yudisial akan semakin efektif. Ini otomatis akan meningkatkan integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
”Bidang penindakan inilah yang nantinya melaksanakan hal-hal yang diatur dalam instrumen Perma Nomor 7,8, dan 9/2016 maupun Maklumat Ketua MA 1/2017 sehingga implementasinya lebih efektif,” kata Gayus.
Baca juga : Berantas Suap, Pekerjaan Rumah Ketua MA
Selama ini, penindakan hakim masih dilakukan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sanksi dugaan pelanggaran itu dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari MA dan Komisi Yudisial. MKH pun sebatas memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Evaluasi
Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar Wicaksana mengatakan, komitmen Ketua MA untuk meningkatkan pengawasan sesuai dengan kendala terbesar sistem peradilan di Indonesia. Menurut catatan masyarakat sipil pemantau peradilan, kasus suap dan mafia peradilan masih menjadi masalah yang paling disoroti belakangan ini.
Selain itu, katanya, Ketua MA baru juga perlu meningkatkan transparansi data penanganan perkara. Sebab, berdasarkan survei IJRS, pungutan liar tidak hanya dilakukan hakim, tetapi juga pegawai di bagian pemberkasan perkara di pengadilan.
Ketua MA baru juga perlu meningkatkan transparansi data penanganan perkara. Sebab, berdasarkan survei IJRS, pungutan liar tidak hanya dilakukan hakim, tetapi juga pegawai di bagian pemberkasan perkara di pengadilan.
Ia juga mendorong MA untuk menerbitkan panduan teknis pelaksanaan Maklumat Ketua MA 1/2017 sebagai panduan bagi peradilan di bawahnya. Dengan demikian, tidak ada lagi beda penafsiran ketika ada kasus suap ditemukan di pengadilan. Tanpa ada panduan teknis, aturan hanya akan menjadi macan kertas dan susah diimplementasikan.
”Jika perlu, Badan Pengawas juga membuat tim evaluasi. Selama ini hambatan pelaksanaan Maklumat 1/2017 apa saja? Ini harus dievaluasi dulu supaya lebih efektif ke depannya,” kata Dio.