DPR Setuju Perppu Covid-19, Fraksi PKS Berkukuh Menolak
Dalam rapat paripurna, DPR menyetujui Perppu No 1/2020 ditetapkan menjadi undang-undang. Persetujuan diwarnai penolakan dari Fraksi PKS yang menilai ada sejumlah norma di perppu yang melanggar konstitusi.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara dalam Penanganan Pandemi Covid-19 menjadi undang-undang. Persetujuan diwarnai penolakan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya dari total sembilan fraksi di DPR yang menolak penetapan perppu menjadi undang-undang. Delapan fraksi lainnya menyetujui, tetapi tetap mengkritisi sejumlah pasal di perppu.
Persetujuan diberikan dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. Adapun dari pemerintah, hadir mewakili, Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Delapan fraksi yang menyetujui perppu beralasan dapat memahami kebutuhan pemerintah untuk merespons secara cepat pandemi Covid-19. Ini dengan membuat landasan hukum dalam penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, serta antisipasi terhadap dampak pandemi pada sektor kesehatan serta sosial dan ekonomi.
Baca juga : Tak Ada Perppu yang Tak Kontroversial
Meski memberikan persetujuan, mereka tetap mengkritisi sejumlah norma dalam perppu. Salah satunya, Pasal 27 Perppu No 1/2020 yang dinilai memberikan imunitas kepada penyelenggara anggaran sehingga tidak bisa digugat secara pidana, perdata, dan kebijakannya tidak bisa menjadi obyek gugatan tata usaha negara (TUN).
”Fraksi Partai Demokrat memandang agar Pasal 27 sebaiknya tidak perlu ada meskipun Fraksi Partai Demokrat dapat memahami jika hal ini membawa kekhawatiran penyelenggara negara, di mana langkahnya dalam menyelamatkan negara dapat dipersoalkan di kemudian hari,” kata Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDI-P Said Abdullah saat membacakan laporan hasil pembahasan perppu di Banggar DPR.
Selain Pasal 27, fraksi-fraksi juga menyoroti hilangnya salah satu hak DPR yang diamanatkan UUD 1945, yaitu hak anggaran. Sebab, perppu itu mengatur perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) cukup dilakukan dengan peraturan presiden (perpres), bukan berdasarkan undang-undang.
”Fraksi PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) berpendapat, jika DPR akhirnya menyetujui perppu ini, fungsi anggaran ke depan ketika kondisi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan sudah normal lagi, maka harus dikembalikan fungsi anggaran DPR tersebut,” ujar Said Abdullah.
Baca juga : Persetujuan Perppu Covid-19 Berpotensi Cacat Formil
Hal lain yang disoroti, tidak adanya pembatasan pelebaran defisit di dalam perppu. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta pelebaran defisit itu tetap memperhatikan sumber pembiayaan dan beban utang pada tahun anggaran berjalan ataupun untuk tahun-tahun anggaran berikutnya.
Fraksi PKB, Nasdem, dan Gerindra, dan PPP juga meminta agar jaring pengaman sosial berbentuk pelatihan daring dalam Kartu Prakerja diganti menjadi bentuk lain. Bentuk lain itu bisa berupa bantuan sosial atau bantuan langsung tunai (BLT) yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Penolakan PKS
Adapun Fraksi PKS konsisten dengan sikapnya, tidak menyetujui perppu menjadi undang-undang. Pasalnya, PKS melihat Pasal 27 dalam perppu, kemudian terkait substansi pelebaran defisit, dan perubahan APBN melalui peraturan presiden, berpotensi melanggar konstitusi.
Oleh karena itu, PKS meminta kepada pemerintah agar mengubah Perppu No 1/2020 dengan perppu lain yang memperhatikan pendapat fraksi sehingga tidak merugikan keuangan negara di kemudian hari.
Untuk diketahui, penolakan PKS atas perppu itu muncul sejak awal kemunculan perppu. Sikap tersebut mereka sampaikan pula saat pembahasan tingkat pertama perppu di Banggar DPR.
Baca juga : Ramai-ramai Gugat Pasal Imunitas di Perppu No 1/2020
Pemulihan ekonomi
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, seusai DPR menyetujui penetapan perppu, menekankan, perppu dibutuhkan sebagai landasan hukum untuk upaya-upaya pemulihan ekonomi dan antisipasi dampak pandemi ke depan, baik dalam sektor kesehatan, sosial, maupun ekonomi.
Ia juga menekankan, penanganan sektor kesehatan akan lebih mudah dilakukan dengan adanya perppu. Baik untuk penyediaan alat perlindungan diri, perawatan kesehatan, hingga jaminan jaring pengaman sosial bagi warga miskin dan mereka yang menjadi korban dari pandemi Covdi-19.
”Tujuannya adalah melakukan berbagai langkah extraordinary (luar biasa) untuk penanganan kesehatan dan perlindungan masyarakat secara luas, serta upaya perlindungan dan pemulihan ekonomi serta sistem keuangan. Untuk melakukan itu, perlu didukung dengan produk hukum yang memadai. Untuk itu, dan dengan telah mempertimbangkan secara saksama, pemerintah berkeyakinan bahwa penerbitan produk hukum yang paling memadai untuk mengatasi kegentingan memaksa tersebut adalah penerbitan perppu,” tutur Sri Mulyani.
Menjawab kekhawatiran terkait hak anggaran DPR, ia meyakinkan, hal itu tidak akan terulang. Pemerintah berkomitmen untuk membahas dan meminta persetujuan DPR sebelum menetapkan APBN tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya. Komitmen ini ditunjukkan pula dalam rapat paripurna tersebut. Menteri Keuangan menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal Rancangan APBN tahun 2021.
Baca juga : Uji Materi Perppu 1/2020 Tetap Dilanjutkan sampai Obyek Perkaranya Hilang
Adapun terkait dengan Pasal 27, Sri Mulyani mengatakan, keberadaan norma itu tidak dimaksudkan untuk memberikan imunitas absolut kepada penyelenggara anggaran. Namun, sekadar memberikan kepercayaan diri dalam melaksanakan perppu.
”Ketentuan mengenai perlindungan hukum merupakan hal yang lazim diberikan kepada para pihak dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, serta telah diatur dalam beberapa undang-undang, sepanjang pelaksanaan kebijakan itu dilakukan dengan itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan,” katanya.
Terlepas dari hal itu, Sri Mulyani menyebutkan, masukan dan kritik yang muncul selama pembahasan perppu di DPR akan menjadi catatan yang penting bagi pemerintah. ”Pandangan-pandangan fraksi merupakan bahan yang sangat konstruktif, yang akan digunakan pemerintah di dalam menjalankan perppu,” ucapnya.
Kuatkan pengawasan
Dihubungi terpisah, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengingatkan, persetujuan DPR atas perppu harus diikuti dengan peran pengawasan yang kuat.
Hal itu penting karena dengan dasar perppu, DPR tidak dilibatkan saat realokasi APBN 2020. Oleh karena itu, yang kini harus dilakukan DPR adalah lebih ketat mengawasi pelaksanaan realokasi tersebut di lapangan.
”Peran budgeting (penganggaran) dan pengawasan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, untuk melengkapi peran-peran DPR, sekalipun perppu itu disetujui dengan berbagai catatan kritis, pengawasan oleh DPR harus dilakukan sehingga apa yang dikhawatirkan dalam catatan mereka itu tidak benar-benar terjadi,” ujarnya.
Baca juga : Publik Menolak Politisasi Bansos
Upaya pengawasan itu, menurut Aditya, antara lain bisa dilakukan anggota DPR dengan menggunakan jaringannya di daerah pemilihan masing-masing guna memonitor pencairan dana jaring pengaman sosial kepada masyarakat. Peran DPR ini krusial guna memastikan perppu benar-benar digunakan untuk melindungi kesehatan, memulihkan ekonomi, dan menjamin kehidupan sosial masyarakat.
Selain menyetujui perppu menjadi undang-undang, Rapat Paripurna DPR juga menyetujui Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang. Rapat paripurna ditutup dengan pidato penutupan masa persidangan ketiga DPR oleh Ketua DPR Puan Maharani. Selanjutnya, DPR akan memasuki masa reses selama beberapa pekan.