Penyesuaian Teknis Tahapan Setelah Terbitnya Perppu
Menyusul terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pilkada 2020, Komisi Pemilihan Umum bakal melakukan penyesuaian pada tahapan pilkada dengan mengacu protokol kesehatan guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum bakal melakukan sejumlah penyesuaian pada tahapan Pilkada 2020 dengan mengacu pada protokol kesehatan guna memutus mata rantai Covid-19. Hal ini menyusul telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020. Salah satu ketetapannya berupa pemungutan suara serentak pada Desember 2020.
Anggota KPU, Viryan Azis, saat dihubungi pada Rabu (6/5/2020) di Jakarta mengatakan, regulasi-regulasi yang perlu disesuaikan dengan adaptasi pandemi Covid-19 hanya bisa dilakukan di tingkat peraturan KPU (PKPU). Sifat pengaturannya tidak bisa melampaui undang-undang.
Ia mencontohkan, dengan tidak diubahnya pengaturan ketetapan mengenai praktik verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan dalam Perppu No 2/2020, praktiknya tetap akan dilakukan dengan cara sensus. Ini membuat alternatif yang sempat muncul dengan mengubahnya menjadi metode penarikan sampel menjadi tidak lagi memungkinkan.
Dengan tidak diubahnya pengaturan ketetapan mengenai praktik verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan dalam Perppu No 2/2020, praktiknya tetap akan dilakukan dengan cara sensus.
Penyesuaiannya, tambah Viryan, dilakukan dengan menjamin prinsip jaga jarak fisik guna mengurangi risiko terinfeksi dan untuk memutus penyebaran virus pencetus Covid-19. Sementara untuk pencocokan dan penelitian data pemilih terkait apakah harus dilakukan dari rumah ke rumah, Viryan menyebutkan hal itu bisa diputuskan dalam PKPU. Ini karena tidak adanya pengaturan dalam undang-undang terkait hal tersebut, melainkan hanya proses yang dilakukan oleh petugas pemutakhiran data pemilih.
Viryan menyebutkan, ada lima hal yang perlu ditinjau ulang oleh KPU terkait pengaturan tahapan pilkada serta penyesuaiannya dengan kondisi pandemi Covid-19. Lima hal itu adalah verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan, pencocokan dan penelitian data pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi. ”Terakhir, (terkait) dengan anggaran,” ujar Viryan.
Sementara hal lain terkait dengan dibutuhkan atau tidaknya KPU mengeluarkan kembali keputusan ihwal penundaan tahapan pilkada masih akan dibahas dalam rapat pleno yang bakal dilakukan. Hal ini menyusul ketetapan dalam poin ketiga butir kedua Perppu No 2/2020 yang menyebutkan pemungutan suara dilaksanakan pada Desember 2020. Hal ini ditambah dengan ketentuan bahwa jika hal itu tidak dapat dilaksanakan, akan dijadwalkan kembali setelah bencana non-alam diatasi.
”Kemarin (KPU) sudah melakukan penundaan, tetapi (saat itu) alas hukum di UU belum (ada). Itu diskresi kami (KPU),” sebut Viryan.
Adapun mengenai tahapan lanjutan pilkada, akan tetap mengacu pada status darurat bencana wabah penyakit akibat virus korona hingga 29 Mei 2020. Viryan mengatakan KPU akan menyiapkannya dengan lebih matang dan lebih detail sebagaimana akan diatur dalam PKPU Tahapan.
Ini (perppu dan fakta lapangan) seperti dua hal beda.
Beda di lapangan
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti, Jakarta, Radian Syam, saat dihubungi pada hari yang sama mengatakan ada perbedaaan antara konten dalam Perppu No 2/2020 dan fakta di lapangan. Padahal, pemerintah mestinya melihat fakta di lapangan terkait pandemi Covid-19 pada saat menerbitkan perppu. ”Ini (perppu dan fakta lapangan) seperti dua hal beda,” ujar Radian.
Menurut dia, hal itu membuat KPU dan Badan Pengawas Pemilu dipaksa untuk menindaklanjuti perppu tersebut. Misalnya saja dengan tahapan yang mesti dilanjutkan segera, kemungkinan pada awal Juni, dengan PKPU yang mesti segera disusun sebelum itu. Juga keharusan untuk segera menyosialisasikannya hingga tingkat kabupaten/kota.