Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengabulkan permohonan banding bekas Ketua Umum PPP Romahurmuziy dinilai mencederai rasa keadilan. Vonis itu menambah panjang koruptor yang mendapat keringanan hukuman.
Oleh
DEA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengabulkan permohonan banding bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy atau Romy dinilai mencederai rasa keadilan di masyarakat.
Dengan dikabulkannya permohonan banding Romy dari sebelumnya dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan menjadi 1 tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan, pekan depan, Kamis (30/4/2020), Romy dinyatakan bebas dari penjara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Jumat (24/4/2020), di Jakarta, mengatakan, putusan itu jauh lebih rendah dibandingkan putusan terhadap kepala desa di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang korupsi Rp 30 juta pada 2019.
Kepala desa tersebut divonis 4 tahun penjara karena terbukti, sedangkan Romy, yang berstatus sebagai mantan Ketua Umum PPP, menerima suap lebih dari Rp 300 juta, akhirnya hanya diganjar hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
”Kepala desa tersebut divonis 4 tahun penjara karena terbukti, sedangkan Romy, yang berstatus sebagai mantan Ketua Umum PPP, menerima suap lebih dari Rp 300 juta, akhirnya hanya diganjar hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan,” ujar Kurnia.
Vonis Romy ini pun dinilai paling rendah jika dibandingkan dengan vonis eks pimpinan parpol lainnya yang berkekuatan hukum tetap (inkrah). Luthfi Hasan Ishaaq, bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, divonis 18 tahun penjara. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga divonis 14 tahun penjara. Juga bekas Ketua Umum PPP Suryadharma Ali divonis 10 tahun penjara dan bekas Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto divonis 15 tahun penjara.
Pengurangan hukuman Romy juga semakin menambah panjang terpidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman. Bekas Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham oleh Mahkamah Agung diringankan hukumannya dari sebelumnya 5 tahun menjadi 3 tahun penjara.
Pada Juli 2019, bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung diputus bebas MA dalam kasasi dari sebelumnya divonis 15 tahun penjara oleh PT DKI Jakarta.
MA juga meringankan hukuman bekas Ketua DPD Irman Gusman, September 2019. Berdasarkan putusan peninjauan kembali, hukuman Irman jadi 3 tahun dari sebelumnya 4 tahun 6 bulan (Kompas, 4 Desember 1919).
Dengan putusan tersebut, menurut Kurnia, ICW mendesak KPK agar segera mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. ”Kondisi seperti ini, cita-cita Indonesia untuk bebas dari praktik korupsi tidak akan pernah tercapai,” kata Kurnia.
KPK tetap menghormati putusan majelis hakim, tetapi jaksa masih akan mempelajari dan selanjutnya menentukan sikap.
Kuasa hukum Romy, Maqdir Ismail, mengatakan, putusan majelis hakim pengadilan tinggi menunjukkan dakwaan terhadap Romy tidak terbukti secara sah menurut hukum. Bahkan, hakim seharusnya bisa langsung membebaskan Romy.
Maqdir berpendapat, Romy tidak terbukti secara sengaja melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama.
KPK masih mempelajari
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tim jaksa penuntut umum KPK juga sudah menerima salinan putusan Rommy, Kamis (23/4/2020). Jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa, kata Ali, putusan Romy dianggap terlalu rendah.
”KPK tetap menghormati putusan majelis hakim, tetapi jaksa masih akan mempelajari dan selanjutnya menentukan sikap,” kata Ali.