JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Konstitusi telah meregister tiga permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. MK akan menggelar sidang perdana perkara tersebut pada 28 April mendatang.
Registrasi tiga permohonan uji materi Perppu 1/2020 itu dilakukan pada Senin (20/4/2020), masing-masing dengan dengan nomor perkara 23/PUU-XVIII/2020, 24/PUU-XVIII/2020, dan 25/PUU-XVIII/2020.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono saat dihubungi, Senin, mengonfirmasi adanya terdapat tiga permohonan uji materi atas Perppu No 1/2020. “Iya betul. Nomor perkaranya adalah 23, 24, dan 25,” kata Fajar.
Sebelumnya, hanya terdapat dua permohonan uji materi atas Perppu No 1/2020 tersebut. Pertama oleh lima organisasi masyarakat sipil, yaitu Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (KEMAKI), Lembaga Pengawasan dan Pengawalan, Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), dan Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (PEKA). Permohonan kedua diajukan Sirajuddin Syamsuddin, Sri Edi Swasono, Amien Rais, dan kawan-kawan. Untuk permohonan ketiga diajukan oleh Damai Hari Lubis.
Fajar mengatakan, MK rencananya akan menggelar sidang perdana pada akhir bulan ini, tepatnya pada 28 April. Pelaksanaan sidang akan menggunakan protokol korona, yaitu MK membatasi jumlah pihak-pihak berperkara yang akan hadir di ruang persidangan. Sementara pengaturan tempat duduk majelis hakim pemeriksa pendahuluan yang terdiri dari tiga hakim akan memperhatikan physical distancing.
Secara terpisah, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya akan segera melengkapi berkas permohonan uji materi atas Perppu No 1/2020. Berkas yang dimaksud adalah terkait dua bukti yang diajukan, yakni perkara Bank Century dan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Masing-masing bukti terdiri 500 halaman, agak susah untuk dipindai dan diunggah. Besok akan segera kami lengkapi,” kata Boyamin.
Sementara itu, pembahasan Perppu No 1/2020 di DPR juga belum dilakukan. Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan Perppu No 1/2020. Menurut konstitusi, Perppu itu harus mendapatkan persetujuan dari DPR pada masa sidang berikutnya.
Menanggapi adanya uji materi terhadap Perppu No 1/2020, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, hal itu merupakan hak masing-masing warga negara.
“Setiap orang mempunyai kedudukan dan hak yang sama di muka hukum, sehingga menurut saya lebih bagus kalau ada yang tidak setuju dengan Perppu itu kemudian melakukan upaya-upaya hukum yang real seperti misalnya judicial review untuk menyalurkan aspirasinya. Saya pikir itu sudah bagus, nanti tinggal bagaimana MK melihatnya nanti. Mari kita lihat sama-sama,” katanya.
Di sisi lain, sejumlah pimpinan fraksi koalisi pemerintah menilai Perppu No 1/2020 itu dibutuhkan oleh negara dalam kondisi darurat. Adanya penolakan atas pasal-pasal tertentu di dalam Perppu No 1/2020 pun mesti disikapi dengan bijak. Salah satunya yang menjadi sorotan ialah “pasal imunitas” di dalam ketentuan Pasal 27 Perppu No 1/2020.
“Substansi pasal itu kan berkaca dari beberapa pengalaman terdahulu, di mana banyak penyelenggara atau pelaksana anggaran dipidanakan karena menggunakan anggaran. Melalui pasal itu diharapkan tidak lagi terjadi. Hal ini bisa dimaklumi, karena jangan sampai penyaluran anggaran itu menjadi alasan seorang pelaksana anggaran dipidanakan,” kata Saan Mustofa, Sekretaris Fraksi Nasdem.
Meski demikian, kalau memang benar terjadi korupsi di dalam penggunaan anggaran Covid-19, lanjut Saan, pelaksana anggaran yang bersangkutan harus tetap diproses hukum sesuai dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Kalau memang benar ada bukti-bukti korupsi, ya masa iya yang bersangkutan tidak bisa dipidanakan. Sebab, perppu bagaimana pun tidak boleh bertentangan dengan UU yang lain. Kalau memang ada buktinya, ya bisa saja dipidanakan,” ujarnya.