Presiden Ingatkan Pemda yang Tak Peka
Masih banyak pemda yang tidak bergerak cepat merealokasi APBD untuk penanganan Covid-19. Padahal, situasi sudah darurat.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menegur pemerintah daerah yang belum juga merealokasi dan mengutamakan anggaran daerah guna penanganan Covid-19. Pemerintah daerah seharusnya memiliki kepekaan dan merespons dengan cepat karena rakyat membutuhkan anggaran tersebut dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan dampak lain yang ditimbulkannya.
Permintaan Presiden Jokowi itu disampaikan saat memimpin sidang kabinet paripurna bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin melalui telekonferensi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020).
Permintaan tersebut diungkapkannya setelah Presiden memperoleh laporan bahwa masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang belum mengutamakan dan merealokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk tiga prioritas dalam penanganan Covid-19. Ketiga prioritas yang diinstruksikan pemerintah pusat itu adalah penanganan kesehatan, mempersiapkan jaring pengaman sosial, dan penanganan dampak ekonomi.
”Artinya ada di antara kita yang masih belum memiliki respons dan belum ada feeling (perasaan) dalam situasi yang tidak normal ini,” kata Presiden.
Berdasarkan data yang diperoleh Kompas dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga kemarin, masih ada 25 pemda yang belum melaporkan realokasi APBD untuk penanganan Covid-19 kepada Kemendagri, di antaranya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku dan Papua. Kemudian tiga pemerintah kabupaten/kota di Maluku (Kota Ambon, Kota Tual, dan Kabupaten Kepulauan Aru), 19 kabupaten/kota di Papua, dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan di Provinsi Riau.
Adapun 517 pemda lainnya, sekalipun telah melaporkan realokasi ke Kemendagri, belum semuanya merealokasi anggaran ke tiga prioritas yang diminta oleh pusat. Presiden menyebutkan, setidaknya terdapat 103 pemda yang belum menganggarkan untuk jaring pengaman sosial dan 140 daerah yang belum menganggarkan untuk penanganan dampak ekonomi.
”Pangkas belanja-belanja yang tidak prioritas, potong rencana belanja yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas, rapat-rapat, dan belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat,” tutur Presiden.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri Keuangan (Menkeu) tentang Percepatan Penyesuaian APBD 2020 untuk Penanganan Covid-19 yang terbit 9 April, pemda diberi tenggat waktu hingga 23 April 2020. Jika hingga tenggat masih ada pemda yang belum melapor, penyaluran dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) untuk pemda tersebut bakal ditunda. Bahkan, jika hingga akhir 2020 pemda tidak juga melapor, besaran DAU atau DBH yang ditunda tersebut tidak dapat disalurkan kembali, Kompas (14/4/2020).
Baca juga : Percepat Realokasi guna Lindungi Publik
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, dari hasil sementara pengutamaan dan realokasi APBD oleh pemda, total tersedia anggaran Rp 56,14 triliun. Alokasi terbesar dianggarkan pemda untuk kebutuhan jaring pengaman sosial, penanganan kesehatan, terakhir penanganan dampak ekonomi.
Anggaran yang dialokasikan pemda untuk ketiga prioritas penanganan Covid-19 bervariasi. Namun, rata-rata bisa mencukupi kebutuhan dua hingga empat bulan. Pengalokasian tersebut memperhatikan kemampuan fiskal daerah selain anggaran riil yang dibutuhkan. ”Kalau ditanya cukup tidak anggaran yang sudah direalokasi? Itu relatif kurang semuanya. Soalnya ada yang memprediksi Covid-19 ini empat bulan, enam bulan, bahkan sampai 18 bulan,” tambahnya.
Strategi daerah
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas mengatakan, seluruh pemda mengupayakan skenario terbaik penanganan Covid-19 dengan anggaran yang ada. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang dipimpinnya, misalnya, sudah mengalokasikan anggaran Rp 80 miliar guna penanganan Covid-19. Namun, jika ternyata pandemi berlangsung lebih dari tiga bulan, strategi lain sudah disiapkan.
”Kami punya skenario kedua jika Covid-19 ini berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Kami akan menggeser beberapa alokasi anggaran,” katanya.
Baca juga : Tanpa Ketegasan Pemerintah, 3,79 Juta Orang Diperkirakan Bakal Mudik
Adapun Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terpaksa menunda pembangunan sejumlah infrastruktur dan mengalihkan anggarannya untuk penanganan Covid-19. Salah satu yang ditunda, menurut Sekretaris Pemkot Surabaya Hendro Gunawan, pembangunan jalan lingkar luar barat. Pemkot juga memutuskan menunda pengadaan mobil operasional. Selain itu, pemkot juga telah membatalkan acara peringatan Hari Jadi Ke-727 Kota Surabaya.
Selama April hingga Mei 2020, Pemkot Surabaya mengalokasikan setidaknya Rp 196 miliar untuk penanganan Covid-19. Salah satunya untuk pemberian bantuan nontunai bagi warga terdampak. ”Pemkot Surabaya mengalokasikan bantuan bahan pokok untuk 250.000 keluarga terdampak dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah,” katanya.
Setiap bulan, masyarakat berpenghasilan rendah akan mendapatkan bantuan berupa beras, kering tempe, dan abon senilai Rp 642.400. Bantuan mulai diberikan pada pekan kedua April ini. Dengan demikian, mereka tak perlu berbelanja ke pasar atau toko kelontong.
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga telah merealokasi anggaran Rp 246 miliar untuk diarahkan ke tiga sektor prioritas penanganan Covid-19. ”Cara memperoleh anggaran ini dengan mencoret kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dilakukan selama Covid-19 ini. Mulai dari perjalanan dinas, pelatihan, dan proyek-proyek pembangunan yang belum teken kontrak,” kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset DIY Bambang Wisnu Handoyo.
Sementara itu, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Bantul masih terus menyisir APBD masing-masing untuk direalokasi ke penanganan Covid-19.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, untuk tahap pertama sudah dialokasikan anggaran Rp 12 miliar. Anggaran ini untuk penanganan kesehatan. Saat ini pihaknya tengah menyisir kembali APBD untuk direalokasi bagi penanganan dampak sosial dan ekonomi. ”Angka pastinya akan dihasilkan pekan ini,” tambahnya.
Adapun Sekretaris Daerah Bantul Helmi Jamharis menyatakan, sejauh ini sudah dialokasikan anggaran Rp 56 miliar. ”Ini kami juga masih terus melakukan penghitungan-penghitungan. Kami masih diminta melakukan refocusing kembali,” katanya.
Penyisiran APBD juga dilakukan Pemprov Sumatera Utara. Hasilnya menurut Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, anggaran penanganan Covid-19 yang semula Rp 500 miliar bakal diperbesar menjadi Rp 1,5 triliun. ”Kami sudah melakukan penghitungan secara cermat. Untuk penanganan Covid-19 kami alokasikan Rp 1,5 triliun,” kata Edy.
Baca juga : Cegah Pelayanan Publik Terganggu Selama Pandemi Covid-19, Akselerasi Layanan Secara Daring
Salah satunya untuk bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak, seperti mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Bantuan ini dijanjikannya segera disalurkan. Anggaran juga akan dialokasikan untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terimbas pandemi. Bantuan juga akan diberikan kepada badan usaha dalam bentuk keringanan pajak.
Di Kepulauan Riau, Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak mengatakan, dana untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 40 miliar telah dicairkan sejak pekan lalu. Namun, jika jumlah itu belum juga mencukupi, terbuka kesempatan bagi Pemprov Kepri untuk mengajukan lagi tambahan dana yang dibutuhkan. ”Kami akan membantu semaksimal mungkin karena situasinya darurat,” katanya.
Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kepri Naharuddin menyatakan akan dialokasikan Rp 167,5 miliar untuk penanganan Covid-19. Rinciannya, Rp 60,9 miliar untuk penanganan kesehatan, Rp 52 miliar untuk penanganan dampak ekonomi, dan Rp 54,6 miliar untuk penyediaan jaring pengaman sosial.
Tujuh pemerintah kabupaten/kota di Kepri juga telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan Covid-19. ”Berdasarkan hasil koordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota, total dana penanganan Covid-19 disepakati besarnya Rp 705,5 miliar,” ujarnya.
Baca juga : Presiden, Menteri, Pejabat Eselon I dan II Tak Dapat THR
Fiskal daerah
Di tengah penyisiran APBD yang dilakukan pemda untuk penanganan Covid-19 tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan agar pemda mewaspadai kondisi fiskal masing-masing daerah. Penurunan penerimaan negara yang diproyeksikan mencapai 10 persen akan berimbas ke pemotongan transfer dana ke daerah sekitar Rp 94 triliun untuk tahun 2020.
”Pemotongan transfer ke daerah hanya tahun 2020. Sejauh ini belum ada kebijakan pemotongan untuk tahun 2021,” kata Sri Mulyani.
Pemotongan dijanjikannya dilakukan secara hati-hati. Pihaknya akan melihat kapasitas dan kondisi fiskal setiap daerah sehingga pemotongan tidak pukul rata. Pemotongan anggaran harus dilakukan mengingat kontraksi penerimaan negara tahun 2020 cukup dalam.
Sri Mulyani menuturkan, kondisi fiskal daerah akan tertekan akibat penurunan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD), selain dari pemotongan transfer ke daerah. PAD akan turun signifikan terutama di daerah-daerah Pulau Jawa karena aktivitas ekonomi menurun akibat Covid-19. ”PAD di Pulau Jawa akan turun tajam hingga 40 persen. Bahkan, DKI Jakarta sebagai episentrum Covid-19, PAD-nya bisa menurun hingga 50 persen,” katanya. (INA/DEA/KRN/HRS/NDU/NSA/SYA/ITA/ZAK/JOL/NCA/RTG)