Pemerintah dan DPR berkukuh melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang disusun dengan metode ”omnibus law” meski kritik dan keberatan dilontarkan. Kritik karena saat ini tengah pandemi Covid-19.
Oleh
Rini Kustiasih/Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan DPR berkukuh melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus law meski kritik dan keberatan dilontarkan berbagai kalangan. Kritik dan keberatan muncul karena momentum pandemi Covid-19 saat ini dinilai tidak tepat selain karena substansi RUU tersebut.
Selasa (14/4/2020), saat rapat kerja dipimpin Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas, hadir 11 menteri mewakili pemerintah. Tiga menteri hadir secara fisik di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Adapun delapan lainnya mengikuti secara virtual.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato sebagai juru bicara menyatakan, RUU Cipta Kerja bisa melengkapi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Di dalamnya, antara lain, diatur penyediaan jaring pengaman sosial warga terdampak pandemi Covid-19.
RUU Cipta Kerja bisa melengkapi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Di dalamnya, antara lain, diatur penyediaan jaring pengaman sosial warga terdampak pandemi Covid-19.
Airlangga menambahkan, pandemi Covid-19 menimbulkan dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi di dunia, termasuk Indonesia. Dari data Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi dunia minus 2,2 persen. Tekanan perekonomian juga dialami Indonesia, antara lain naiknya pengangguran terbuka jadi 7,3 persen dari 5,18 persen penduduk. Demikian pula persentase penduduk miskin naik dari 9,15 persen ke 9,59 persen.
Perppu No 1/2020, lanjut Airlangga, salah satu isinya adalah sediakan jaring pengaman sosial masyarakat, termasuk tambahan kebijakan Kartu Prakerja, yang lebih mudah diterapkan jika ada RUU Cipta Kerja.
”Kartu Prakerja, yang sebelumnya jaring pengaman untuk cari pekerjaan, kini jadi jaring pengaman warga yang kehilangan pekerjaan. Jaminan dalam kartu ini ada dalam RUU Cipta Kerja. Jadi, dengan RUU itu, jaring kehilangan pekerjaan diatur pemanfaatannya lewat mekanisme asuransi,” tutur Airlangga.
Beragam
Penjelasan pemerintah ditanggapi perwakilan fraksi di Baleg secara beragam. Sejumlah fraksi mendukung dan siap menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam satu minggu, antara lain Fraksi Partai Golkar yang diwakili Firman Soebagyo. Ia mendorong RUU Cipta Kerja dibahas cepat.
Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDI-P menginginkan pembahasan dengan membandingkan pasal per pasal dengan undang-undang. Pembahasan dengan matriks itu diharapkan bisa detail menyisir substansi dan menghindari tabrakan aturan. Ia juga mengusulkan agar kluster ketenagakerjaan dipisah dari draf RUU sehingga RUU itu murni menjadi RUU investasi dan kemudahan berusaha.
Fraksi Gerindra yang diwakili Heri Gunawan dan Taufik Basari dari Nasdem menanyakan pembahasan DIM karena belum ada penyerahan draf RUU dari pemerintah ke fraksi-fraksi di Baleg DPR.
Dua fraksi lainnya di luar pemerintah, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), meminta penundaan karena perhatian serta energi pemerintah dan DPR tercurahkan untuk menangani Covid-19. ”Kami minta penundaan hingga Presiden Jokowi mengumumkan wabah Covid-19 berakhir,” kata Adang Daradjatun dari Fraksi PKS.
Alasan pembenar
Sementara itu, pengajar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menyatakan, Perppu No 1/2020 merupakan alasan pembenar.
”Sebelum Covid-19 ada, pemerintah sejak dulu memang ingin pembahasan dipercepat. Karena itu, kaitan RUU Cipta Kerja dengan dampak Covid-19 hanya alasan pembenar teruskan pembahasan,” ujarnya.
Sebelum Covid-19 ada, pemerintah sejak dulu memang ingin pembahasan dipercepat. Karena itu, kaitan RUU Cipta Kerja dengan dampak Covid-19 hanya alasan pembenar teruskan pembahasan.
Pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, syarat lahirnya undang-undang dalam negara demokratis ialah adanya aspirasi rakyat.
Adapun Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, seharusnya DPR dan pemerintah berempati pada masyarakat. Ia mengancam akan menggelar aksi protes buruh dengan datang langsung ke DPR jika aksi yang sebelumnya dilakukan secara virtual tak ditanggapi.