Tenggat Realokasi APBD untuk Covid-19 Diperpanjang
Sebanyak 46 kabupaten/kota belum melaporkan realokasi anggaran APBD untuk penanganan Covid-19. Beberapa daerah hadapi kendala.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah mulai merealokasi anggaran APBD untuk penanganan Covid-19. Hingga akhir pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri telah menerima laporan realokasi anggaran dari 34 pemerintah provinsi dan 468 kabupaten/kota atau setara dengan 90,82 persen dari total daerah yang ada. Hingga kini, tinggal 46 kabupaten/kota, yang kebanyakan berasal dari Indonesia bagian timur, yang belum melaporkan realokasi anggaran APBD.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto saat dihubungi, Minggu (12/4/2020), mengatakan, ada sejumlah kendala yang dihadapi beberapa daerah dalam merealokasi anggarannya. Selain masalah teknis, seperti jaringan internet, sebagian daerah juga kesulitan karena memiliki kemampuan fiskal yang terbatas.
”Hingga Kamis (9/4/2020), masih ada 46 kabupaten/kota yang belum melaporkan. Namun, saya yakin itu hanya karena belum melapor, bukan belum merealokasi anggaran,” ujar Ardian.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menginstruksikan seluruh kepala daerah untuk mempercepat realokasi anggaran APBD guna penanganan pandemi Covid-19. Jika dalam tujuh hari sejak instruksi dikeluarkan, yang jatuh pada hari Kamis, percepatan tidak dilakukan, sanksi akan dijatuhkan. Kementerian Keuangan bakal memotong dana transfer ke daerah (Kompas, 4 April 2020).
Namun, tenggat tersebut kemudian mundur dua pekan karena ada kebijakan baru berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri tentang pemotongan belanja barang dan jasa serta belanja modal sebesar 50 persen, khususnya untuk yang tidak prioritas.
Menurut Ardian, 46 daerah yang belum melaporkan realokasi anggaran kemungkinan sedang menyisir mata anggaran yang dapat dialihkan untuk penanganan Covid-19. Selama ini, katanya, masih banyak daerah yang kemampuan fiskalnya masih bergantung pada dana transfer dari pusat.
Ketika anggaran harus direalokasi, mereka harus mencari sumber pendanaan. Realokasi tersebut diharapkan dioptimalisasi dari dana belanja tidak terduga APBD 2020. Namun, jika tidak cukup, bisa diambil dari pos anggaran lainnya, yaitu belanja modal kurang prioritas, serta pemangkasan biaya perjalanan dinas dan kegiatan seminar.
”Masih banyak pemerintah daerah yang kemampuan fiskalnya bergantung pada dana transfer pusat. Untuk kabupaten/kota bisa sampai 60 persen lebih, sedangkan provinsi berkisar 40-50 persen. Soal ketersediaan dana ini menjadi tantangan tersendiri bagi daerah,” ujar Ardian.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten se-Indonesia (Apkasi) Najmul Akhyar mengatakan, pemerintah pusat harus memperhatikan daerah-daerah yang kemampuan fiskalnya terbatas tersebut.
Menurut Najmul, kendala realokasi anggaran di beberapa daerah adalah jika anggaran belanja pegawai lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk kepentingan publik. Ketika harus dilakukan penyesuaian, kemampuan keuangan daerah tidak mencukupi.
Selain itu, kendala lain yang ditemui di lapangan adalah beberapa proyek yang sudah memasuki persiapan lelang. Penundaan proyek nonprioritas itu harus dikomunikasikan dengan baik kepada pihak ketiga.
Kendala realokasi anggaran di beberapa daerah adalah jika anggaran belanja pegawai lebih besar dibandingkan dengan anggaran untuk kepentingan publik.
Namun, ketegasan Kemendagri yang akan menjatuhkan sanksi pemotongan dana transfer daerah apabila daerah tidak melaporkan realokasi anggaran, cukup efektif. Akhirnya, setiap daerah segera melapor karena khawatir terkena sanksi. Najmul juga mengimbau kepada daerah yang belum melapor agar segera memenuhi kewajiban tersebut. Sebab, penanganan Covid-19 sangat mendesak dan diperlukan oleh masyarakat.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, Kemendagri juga harus melihat dengan cermat persoalan ini. Bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah dan masih bergantung pada dana dari pusat, pemerintah pusat sebisa mungkin harus mempercepat proses transfer dana pusat ke daerah. Dengan begitu, daerah yang bergantung pada sumber transfer dana tersebut bisa segera membelanjakan APBD- nya untuk kepentingan publik.
”Daerah dengan ruang fiskal terbatas ini yang harus dipikirkan solusinya. Diperlukan kepemimpinan kepala daerah untuk memobilisasi dana non-pemerintah sehingga dia punya ruang gerak untuk penanganan Covid-19,” kata Robert.