Wapres Ma’ruf Amin: Karantina Wilayah Dimungkinkan
Sekalipun sudah memutuskan langkah pembatasan sosial berskala besar untuk menangani Covid-19, langkah karantina wilayah masih dimungkinkan. Namun, karantina sifatnya terbatas. Apa itu?
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati pemerintah memutuskan menggunakan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah perluasan penyebaran coronavirus disease 2019 atau Covid-19, karantina wilayah masih mungkin dilakukan. Akan tetapi, karantina wilayah hanya bisa dilakukan secara terbatas di tingkat desa atau kelurahan.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin seusai rapat terbatas (ratas) membahas penanganan arus masuk warga negara Indonesia (WNI) dan pembatasan perlintasan warga negara asing (WNA), Selasa (31/3/2020), mengungkapkan, pembatasan sosial berskala besar dipilih karena ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pembatasan sosial berskala besar juga merupakan pilihan moderat. Sebab, di satu sisi bisa mencegah pergerakan orang dari satu daerah ke daerah lain, dan sisi lainnya masih memungkinkan adanya pergerakan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
”Tetapi, tadi dalam rapat juga dibahas, karantina wilayah tetap dimungkinkan. Sifatnya karantina wilayah terbatas berbasis keluharan saja,” kata Wapres saat memberikan keterangan pers melalui konferensi video dari rumah dinas Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta, Selasa.
Pemerintah, lanjut Amin, mengambil pengalaman sejumlah negara dalam menangani pandemi Covid-19 sebagai pelajaran. Pemerintah tidak ingin kekacauan yang terjadi di India karena karantina wilayah total tanpa persiapan dan koordinasi yang baik terjadi di Indonesia.
Karena itu, karantina wilayah hanya boleh dilakukan secara terbatas di tingkat kelurahan atau desa, bukan kabupaten/kota.
”Jadi, karantina wilayah diperkecil di kelurahan, tidak sampai ke tingkat kabupaten dan kota demi menjaga stabilitas, terutama stabilitas ekonomi kita,” ujar Wapres, menjelaskan.
Karantina wilayah terbatas di tingkat kelurahan atau desa bisa dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di wilayah pemerintahan terkecil. Apalagi saat ini sudah banyak pergerakan orang dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi ke berbagai pelosok desa di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Ace Hasan Syadziliy mengatakan, langkah pemerintah melakukan pembatasan sosial berskala besar merupakan pengejawantahan lebih luas dari kebijakan yang sudah diterapkan, yaitu pembatasan sosial atau jaga jarak fisik.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mendisiplinkan masyarakat agar patuh menjalankan imbauan pemerintah sebelumnya, seperti pembatasan sosial dan larangan mudik.
Politikus Partai Golkar itu bisa memahami keputusan pemerintah tidak menggunakan istilah karantina wilayah atau lockdown.
”Memang kita harus hati-hati menggunakan istilah karantina wilayah karena mengandung konsekuensi hukum dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain bahwa kebijakan itu mengharuskan pemerintah menyediakan kebutuhan dasar bagi warga yang terkarantina, kita harus mempertimbangkan aspek dampak sosial-ekonominya bagi masyarakat,” ujarnya.
Lagi-lagi kebijakan lockdown di India dijadikan dasar untuk menyikapi keputusan pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19. Menurut Ace, keputusan Pemerintah India melakukan karantina wilayah justru menjadi masalah serius karena justru menimbulkan efek sosial ekonomi serta merugikan warganya sendiri.
Terkait pernyataan Wapres mengenai kemungkinan dilakukan karantina terbatas di tingkat desa atau kelurahan, Ace mengungkapkan, hal itu memungkinkan.
”Hal itu bisa saja dilakukan. Masyarakat pun dapat melakukan memberikan bantuan bagi daerah yang melakukan self-isolation itu,” ujarnya.
Pengaturan mudik
Pemerintah juga menyiapkan upaya insentif lain untuk mencegah penyebaran Covid-19. Salah satunya adalah dengan pengaturan mudik Lebaran 2020.
Wapres menyampaikan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah (PP) yang salah satunya mengatur tentang mudik Lebaran.
”PP-nya sedang dirumuskan, mungkin dua hari lagi (selesai). Tapi, yang jelas, kami memang meminta masyarakat untuk tidak mudik karena resikonya besar sekali kalau mudik itu. Kita mencari yang paling maslahat,” ujar Wapres.
Tak hanya imbauan, pemerintah juga merencanakan untuk melakukan pembatasan arus mudik. Salah satunya dengan mengurangi armada transportasi serta meniadakan program mudik gratis. Selain itu, pemerintah akan memberikan bantuan kepada warga yang tidak mudik Lebaran.