MA: Alternatif Pemidanaan Harus Dilihat Kasus Per Kasus
MA menilai usulan opsi alternatif pemidanaan non-pemenjaraan harus dilihat kasus per kasus.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung menilai usulan opsi alternatif pemidanaan non-pemenjaraan harus dilihat kasus per kasus. Alternatif pemidanaan untuk mengurangi jumlah warga binaan pemasyarakatan di dalam rutan atau lapas tersebut merupakan kewenangan majelis hakim pengadilan.
Usulan pemidanaan non-pemenjaraan muncul dari kelompok masyarakat sipil terkait dengan pandemi Covid-19 yang meluas. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona H Laoly telah berkirim surat ke Ketua Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, dan Kepala Polri terkait penundaan pengiriman tahanan karena tahanan merupakan kelompok rentan terpapar Covid-19. Protokol penjarakan sosial sulit dijalankan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Senin (30/3/2020), mengatakan, kasus yang sudah disidangkan di pengadilan menjadi kewenangan masing-masing majelis. Jika memang menurut pandangan majelis hakim terdakwa dapat dialihkan menjadi tahanan rumah atau tahanan kota, hal itu dapat dilakukan. Semua keputusan dari majelis hakim tentu sudah mempertimbangkan fakta di persidangan.
Menurut Andi, situasi kedaruratan tertentu akibat pandemik Covid-19 tidak bisa dicampuradukkan dengan keadilan. Dengan adanya wabah, pengadilan tetap harus mengambil keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
”Kebijakan Mahkamah Agung adalah di satu sisi tetap mencegah penularan wabah Covid-19, di sisi lain penegakan hukum tetap harus berjalan sebagaimana diharapkan,” kata Andi.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Sekitar 200 warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Cirebon menjalani pemeriksaan tuberkulosis dan HIV di Auditorium Adang Hamara Lapas Narkotika Cirebon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020). Mereka juga mendapatkan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon.
Dalam Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020, menurut Andi, juga sudah diatur berbagai pedoman pencegahan Covid-19. Para pegawai dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Mahkamah Agung dan pengadilan tingkat pertama, misalnya, diizinkan bekerja dari rumah dengan syarat tertentu.
Persidangan perkara pidana, militer, dan jinayat dengan masa penahanan yang masih lama juga dapat ditunda berdasarkan keputusan majelis hakim. Adapun, persidangan pidana, jinayat, dan militer dengan terdakwanya sudah hampir habis masa penahanannya tetap dilaksanakan dengan protokol ”korona”. Menurut Andi, aturan ini sudah cukup lengkap dan komprehensif sebagai langkah pencegahan Covid-19 di lingkup MA dan badan peradilan di bawahnya.
”Selain di SE Ketua MA, juga sudah diatur dalam UU dan peraturan lainnya tentang opsi alternatif pemidanaan nonpemenjaraan. Namun, semua itu kembali pada keputusan masing-masing majelis hakim. MA tidak bisa ikut campur,” kata Andi.
Alternatif pemidanaan
Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah mengatakan, selama ini, penghuni di rutan dan lapas sudah melebihi kapasitas sehingga upaya pembatasan sosial atau pembatasan fisik selama darurat Covid-19 sulit dilakukan.
”Ini membuat rutan atau lapas rentan penularan Covid-19. Menurut kami, ini harus menjadi perhatian bersama aparat penegak hukum, tidak terkecuali para hakim,” kata Liza.
Terkait pemidanaan, Liza mengatakan, hakim diharapkan memproduksi putusan yang sejalan dengan pencegahan Covid-19. Ada sejumlah alternatif yang dapat dilakukan dalam sistem peradilan pidana saat ini, salah satunya adalah alternatif pemidanaan nonpemenjaraan. Menurut Liza, hal tersebut harus dimaksimalkan hakim tentunya dengan melihat kasus per kasus.
Apalagi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga meminta aparat penegak hukum menunda pengiriman tahanan. WHO juga sudah menyerukan agar mengurangi orang dalam tahanan untuk mencegah penyebaran masif Covid-19.
Koalisi Pemantau Peradilan mengusulkan, dalam penyelesaian perkara pidana, hakim dapat memaksimalkan penggunaan pidana bersyarat dengan masa percobaan yang diatur dalam Pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam pasal tersebut diatur untuk tindak pidana tanpa korban, tindak pidana tanpa kekerasan, dan tindak pidana politik, terpidana dapat menjadi tahanan bersyarat dalam pengawasan balai pemasyarakatan.
Kompas/AGUS SUSANTO
Petugas dari PMI menyemprotkan disinfektan untuk pencegahan penyebaran Covid-19 di Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (20/3/2020).
Selain itu, hakim juga diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan pasal pidana bersyarat dengan masa percobaan, seperti diatur dalam Pasal 14c KUHP untuk tindak pidana dengan korban, kekerasan ringan, atau tindak pidana dengan kerugian ekonomi. Hakim dapat mengupayakan syarat khusus berupa ganti rugi atau kewajiban lain sebagai kompensasi korban. Terpidana juga akan ditahan secara bersyarat di bawah pengawasan balai pemasyarakatan.
Sementara itu, untuk tindak pidana narkotika, yang menjadi perkara paling banyak diadili di pengadilan negeri, hakim dapat menerapkan prinsip keadilan restoratif dengan mencegah pemenjaraan bagi pengguna narkotika ataupun kepemilikan narkotika untuk kepentingan pribadi. Sekalipun ditahan, hakim dapat mengupayakan adanya assessment atas kebutuhan rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
Untuk pengguna dan pencandu narkotika, sesuai dengan SE MA Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Hasil Pleno Rapat Kamar MA Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan juga sudah diatur tentang jaminan rehabilitasi berdasarkan penilaian hakim sehingga tidak harus memberlakukan pidana penjara. Ini dapat diberlakukan khususnya untuk pengguna narkoba tahap awal dan coba-coba.
”Kami koalisi pemantau peradilan sepakat bahwa hakim harus sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan kondisi darurat Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. Dengan kondisi ini, hakim dapat mengedepankan konsep keadilan restoratif dan mengoptimalkan alternatif pemidanaan,” kata Liza.