Jika Covid-19 Melonjak Terus, Pilkada 2020 Perlu Ditunda
Jika penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus korona baru terus meluas, pemerintah didorong secepatnya merujuk Pasal 22 UUD 1945 ihwal kegentingan yang memaksa. Dengan dasar itu, Pilkada 2020 bisa ditunda.
Oleh
INGKI RINALDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jika penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus korona baru terus meluas, pemerintah didorong secepatnya merujuk Pasal 22 UUD 1945 ihwal kegentingan yang memaksa. Hal ini untuk menentukan keadaan darurat sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya.
Pemberlakuan status tersebut dinilai dapat menyelamatkan penyelenggaraan pilkada serentak 2020. Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari saat dihubungi pada Rabu (18/3/2020) dari Jakarta mengatakan, pemberlakuan status tersebut dapat memberikan ruang bagi negara untuk bertindak. Selain itu, memastikan seluruh proses bernegara dapat berjalan baik, termasuk penyelenggaraan Pilkada 2020.
Di dalamnya termasuk kemungkinan menggunakan sejumlah peraturan lama dalam hal-hal tertentu dari pelaksanaan Pilkada 2018. Bahkan, lanjut Feri, jika keadaan makin berbahaya, Pilkada 2020 bisa saja ditunda.
Pemberlakuan status tersebut dapat memberikan ruang bagi negara untuk bertindak. Selain itu, memastikan seluruh proses bernegara dapat berjalan baik, termasuk penyelenggaraan Pilkada 2020.
”Kalau ditunda tidak ada masalah karena putusan MK (Mahkamah Konstitusi) memberikan peluang menggabungkan pilkada sebagai rezim pemilu,” kata Feri.
Jika itu terjadi, akan ada sebagian pemerintahan daerah yang akan diperpanjang. Karena itulah, kata Feri, pentingnya menyatakan negara dalam keadaan darurat.
Dengan demikian, tidak diperlukan lagi revisi UU Pilkada untuk melakukan penundaan Pilkada 2020. Pasalnya, dengan kondisi saat ini, ujarnya, anggota DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu tidak bisa dipaksa untuk melakukan persiapan pemilu dengan melakukan sejumlah rapat seperti kondisi biasa.
”Oleh karena itu, (dengan kondisi darurat sipil) menuju (Pilkada) 2020 bisa dikerjakan di rumah, diskusi dengan lebih sederhana,” katanya.
Selain itu, rujukan aturan lain adalah UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal tersebut menyusul kondisi yang juga terjadi belakangan ini.
Keselamatan jadi prioritas
Pada hari yang sama diselenggarakan diskusi oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Diskusi dengan tema ”Dampak Virus Corona (Covid-19) terhadap Pilkada 2020” ini tidak jadi dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, yang sedianya hadir sebagai narasumber.
Diskusi secara daring lewat kanal Facebook itu dihadiri Koordinator Nasional JPPR Alwan Ola Riantoby; anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin; dan Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow.
Keselamatan manusia menjadi prioritas. Hal ini dihadapkan pada tahapan verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan, pencocokan dan penelitian (coklit) pemilih, dan masa kampanye dalam tahapan Pilkada 2020 yang mengharuskan adanya kontak fisik.
Dalam diskusi tersebut, Afifuddin menyebutkan bahwa keselamatan manusia menjadi prioritas. Hal ini dihadapkan pada tahapan verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan, pencocokan dan penelitian (coklit) pemilih, dan masa kampanye dalam tahapan Pilkada 2020 yang mengharuskan adanya kontak fisik.
Opsi untuk kemungkinan melakukan penundaan pilkada disebutkan masih membutuhkan koordinasi dengan pemerintah dan DPR. Perkembangan situasi terkait penanganan wabah Covid-19 akan menjadi pertimbangan untuk menentukan langkah berikutnya.
Sebelumnya, penundaan Pilkada 2020 sudah menjadi wacana jika pandemi virus korona tak bisa dibendung. Namun, Komisi Pemilihan Umum belum berencana menunda pilkada. Bahkan, penundaan tahapan pilkada pun belum akan dilaksanakan. Yang baru dilakukan KPU sebatas menunda selama dua pekan pelaksanaan pelatihan internal dan peluncuran pilkada yang melibatkan pengumpulan massa dalam skala besar.
Dengan begitu, sementara ini, Pilkada 2020 tetap berlangsung secara serentak pada 23 September di 270 daerah. Dari hasil rapat pleno KPU di Jakarta, Senin (16/3/2020), juga diputuskan, KPU mengeluarkan surat edaran untuk mengatur pola kerja pegawai di berbagai tingkatan serta menyediakan sarana proteksi diri bagi petugas KPU berupa masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) (Kompas, 17 Maret 2020).