Sejumlah agenda partai politik tetap dijalankan di tengah wabah Covid-19. Ini karena kian dekatnya Pilkada 2020. Agenda partai yang menghadirkan banyak orang justru berpotensi membuat Covid-19 kian mewabah.
Oleh
RINI KUSTIASIH/PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Ancaman Covid-19 tak ayal membuat pengurus dan panitia Kongres V Partai Demokrat harus serba hati-hati dalam menggelar hajat besar lima tahunan itu.
Sedari pukul 07.00, Minggu (15/3/2020), paramedis dari Ambulans Gawat Darurat 118 (AGD 118) dan berbagai rumah sakit (RS) yang diajak kerja sama oleh Demokrat bersiap di pintu masuk Jakarta Convention Center (JCC), tempat berlangsungnya Kongres V Demokrat. Mereka yang sebagian besar mengenakan baju putih itu berada di sana untuk membantu panitia kongres menerapkan ”Protokol Korona”.
Protokol itu pada dasarnya adalah sejumlah tata cara dan prosedur yang harus dilewati dan dilakukan seseorang guna mencegah dan mengatasi sedini mungkin seseorang dengan gejala Covid-19. Peralatan dasar yang dibutuhkan ialah alat pengukur suhu badan (thermoscan) dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer).
Implementasi dari protokol itu, setiap orang yang masuk-keluar ruangan kongres harus diukur suhu tubuhnya, dan diwajibkan membersihkan tangan dengan hand sanitizer. Di beberapa sudut ruangan di area kongres juga disediakan cairan antiseptik yang bisa diakses peserta kongres.
Kongres dihadiri tak hanya oleh elite Demokrat di pusat, tetapi juga pengurus Demokrat di 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 514 Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Ditambah lagi, banyaknya simpatisan partai yang turut hadir.
Dengan jumlah peserta sebesar itu, Covid-19 bisa dengan cepat menyebar seandainya ada peserta yang terinfeksi Covid-19 yang lolos. Oleh karena itu, protokol mesti dijalankan.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengakui, momentum kongres kali ini kurang tepat karena digelar di tengah wabah Covid-19. Meski demikian, pihaknya telah berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ataupun pihak terkait untuk mencegah penyebaran virus itu dalam kongres.
”Karena itulah kami menerapkan protokol korona yang ketat,” katanya. Tak hanya itu, gelaran kongres yang sedianya tiga hari diputuskan dipadatkan menjadi hanya satu hari.
Kongres, menurut Hinca, diputuskan digelar bulan ini karena tak lama lagi akan digelar pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak di 270 daerah. Pemungutan suara pilkada digelar September 2020, sedangkan masa pendaftaran calon dibuka pertengahan Juni 2020. Demokrat membutuhkan kongres untuk mengonsolidasikan kekuatan partai agar target kemenangan di 35 persen daerah yang menggelar pilkada bisa tercapai.
Sekalipun protokol korona dijalankan, realitanya, menurut Hidayat, salah satu petugas AGD 118, tidak semua peserta kongres tertib menjalani protokol tersebut.
Idealnya, setiap kali mereka masuk dan keluar ruangan harus diperiksa dengan thermoscan untuk memastikan suhu tubuhnya normal, atau maksimal 36 derajat celsius. Di atas itu, apalagi di atas 37 derajat celsius harus diperiksa secara intensif dan dibawa ke ruang isolasi untuk dicek lebih mendalam oleh dokter.
”Sayangnya tidak semua orang yang menyadari hal itu. Ada yang ketika sudah diperiksa sekali saat masuk, mereka enggan diperiksa kembali saat masuk untuk kedua kalinya setelah mereka keluar istirahat. Ada pula yang hanya mau diperiksa ketika masuk, tapi saat keluar tidak mau,” katanya.
Bahkan, idealnya, kegiatan berkumpul dengan banyak orang tak digelar di tengah wabah Covid-19 yang penularannya begitu cepat. Imbauan ini sebenarnya sudah disuarakan banyak pihak sejak Covid-19 diketahui muncul di Indonesia pertama kali, awal Maret lalu.
Selain Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tetap melangsungkan agenda politiknya di tengah wabah Covid-19.
Minggu pagi, PSI menggelar debat bagi para bakal calon kepala daerah untuk Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) 2020, yang ingin mendapatkan tiket pencalonan dari PSI. Konvensi tersebut digelar di salah satu hotel di Tangsel.
Ada delapan peserta yang mengikuti debat ini. Mereka adalah Kemal Pasya, Tomi Patria Edwardy, Kokok H Dirgantoro, Fahd Pahdepie, Mikhail Gorbachev Dom, Muhammad, Suhendar, dan Azmi Abubakar.
Namun, tidak seperti debat pada umumnya, kegiatan itu tak dihadiri penonton ataupun pendukung peserta debat. Ini karena PSI memang tak membolehkannya. Hal itu ditempuh untuk mencegah penyebaran penyebaran Covid-19.
Agar publik Tangsel tetap bisa melihat dan menilai kapasitas dari setiap bakal calon, PSI menyiarkan debat secara langsung melalui kanal resmi PSI di Youtube dan Facebook.
”Langkah itu ditempuh sebagai bentuk transparansi dan meritokrasi. Ada penyesuaian karena adanya Covid-19 sehingga debat ini diselenggarakan tanpa kehadiran suporter,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PSI sekaligus Ketua Konvensi Pilkada PSI 2020 Isyana Bagoes Oka.
Meski tanpa penonton, tak menghilangkan kemeriahan dari debat. Setiap peserta memaparkan visi dan misinya lantas berdebat satu sama lain mengenai permasalahan-permasalahan di Tangsel. Penonton pun ramai menanggapi di kolom komentar. Ada yang memberikan dukungan kepada peserta debat, tak sedikit pula yang mengkritik.
Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengapresiasi kebijakan PSI. Tak hanya karena model konvensi untuk menentukan calon dalam pilkada tidak banyak dilakukan partai politik, tetapi juga karena pelaksanaannya memerhatikan wabah Covid-19.
Partai politik sebagai bagian dari elemen bangsa memang seharusnya turut serta mencegah penyebaran Covid-19. Dengan memanfaatkan teknologi, agenda partai bisa tetap dijalankan tanpa harus berinteraksi langsung yang berpotensi membuat Covid-19 semakin mewabah.