Sistem demokrasi Pancasila dinilai paling tepat untuk situasi Indonesia yang penuh dengan keberagaman. Sistem ini perlu dikembangkan melalui dunia pendidikan.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai negara yang majemuk dengan keanekaragaman budaya, agama, dan bahasa, Indonesia memiliki sistem kehidupan sendiri yang tidak dapat meniru sistem negara lain. Karena itu, Demokrasi Pancasila menjadi sistem yang paling tepat untuk menyatukan keanekaragaman tersebut.
Dalam buku Sistem Demokrasi Pancasila yang ditulis Ketua Program Doktor Ilmu Politik Universitas Nasional TB Massa Djafar dan kawan-kawan di Jakarta, Rabu (11/3/2020), diungkapkan, Sistem Demokrasi Pancasila (SDP) yang dibangun pendiri negara berbeda dengan sistem demokrasi Barat.
Buku ini diulas beberapa pakar, yakni Ketua Dewan Pengurus Habibie Center Sofian Effendi, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Maria Farida Indrati, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi tahun 2018-2019 Ahmad Erani Yustika, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif, Ketua Program Studi Magister Ilmu Politik Universitas Nasional Alfan Alfian, dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono.
Buku itu menyebutkan sistem demokrasi Barat bersumber pada tradisi yang menjunjung tinggi nilai kebebasan dan individualisme. Sementara itu, SDP dirumuskan berdasarkan nilai Pancasila yang berkembang dari paham kekeluargaan yang dianut suku-suku yang tersebar di Nusantara. SDP muncul karena kesadaran kolektif yang berpangkal dari hubungan yang kokoh antara individu dan kesatuan pergaulan hidup.
Yudi Latif mengatakan, sistem politik tidak hanya bicara tentang politik. ”Sistem politik selalu mempunyai agenda yang bernama transformasi sosial. Jadi, sistem politik didesain untuk melakukan suatu transformasi sosial menuju peradaban yang lebih tinggi dari bangsa ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ketika mengadopsi suatu sistem politik, perlu dimengerti terlebih dahulu kondisi sosial apa yang harus ditransformasikan. Hal tersebut dibutuhkan karena kondisi sosial masyarakat setiap bangsa berbeda-beda sehingga agenda transformasinya pun berbeda-beda.
Ada dua hal kondisi sosial masyarakat Indonesia yang harus diperhatikan dalam desain sistem politik. Pertama, kondisi masyarakat Indonesia majemuk. Oleh karena itu, sistem politik yang dianut harus bisa menyatukan kemajemukan tersebut. Dalam hal ini, Indonesia memiliki semangat persatuan yang ada dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, kondisi sosial masyarakat Indonesia mewarisi persoalan ekonomi pascakolonial, yakni adanya kesenjangan dan ketidakadilan yang begitu nyata. Karena itu, sistem politik harus bisa mentransformasikan masyarakat miskin sesuai impian Soekarno, yakni tidak boleh ada orang miskin lagi.
Dari kondisi tersebut, maka terdapat sila kelima, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Artinya, setiap orang berhak bahagia.
SDP memiliki tujuan besar, yakni menyatukan berbagai keragaman agar tidak bergejolak. Hal tersebut sangat terlihat pada sila ketiga, Persatuan Indonesia.
Lemahnya pengajaran SDP
SDP akan efektif apabila diajarkan melalui dunia pendidikan. Sayangnya, tidak banyak ilmuwan yang mau memproduksi pengetahuan. Padahal, politik Indonesia dipelopori dan dikembangkan kaum inteligensi dari sipil ataupun militer.
Sri Edi Swasono mengakui, hampir di semua kampus saat ini terjadi hegemoni akademis. Kampus mulai terjajah oleh pemikiran Barat, seperti komunisme, kapitalisme, dan liberalisme. Hegemoni tersebut ada di ruang kelas.
Alhasil, para mahasiswa pun sangat paham dengan teori Barat dan sebaliknya mereka tidak memahami tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut sangat disayangkan karena kondisi di Barat berbeda dengan Indonesia. Bangsa Barat berlaku sistem liberalisme, sedangkan di Indonesia mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan.
Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Try Sutrisno menegaskan, Indonesia harus memiliki kurikulum terkait pembinaan Pancasila di pendidikan formal. Saat ini, Presiden Joko Widodo telah membuat BPIP supaya bangsa Indonesia tidak tenggelam dan bingung di tengah tantangan yang berat di zaman sekarang.
”Ideologi Pancasila menjadi bimbingan orang Indonesia untuk maju ke depan,” ujarnya.