Dalam rangka memperingati ulang tahun ke-65 dirinya, Azyumardi Azra meluncurkan delapan buku berisi pemikirannya yang kebanyakan tentang perkembangan masyarakat Muslim di Indonesia.
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemikiran Guru Besar Universitas Islam Negeri Azyumardi Azra tidak bisa dilepaskan dari khazanah kajian keislaman di Indonesia. Dalam perayaan ulang tahunnya yang ke-65, Azyumardi meluncurkan delapan bukunya yang sebagian besar bertemakan keislaman dan keindonesiaan.
Acara syukuran yang digelar di Perpustakaan Nasional RI, Rabu (4/3/2020), di Jakarta itu dihadiri oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, serta mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Selain itu, hadir pula Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, cendekiawan Muslim Yudi Latif, mantan Sekretaris Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Richard M Daulay, peneliti politik Saiful Mujani, dan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte.
Dalam acara itu juga digelar diskusi bertema ”Politik Global dengan Islam Wasathiyah: Mencegah Ekstremisme dan Terorisme”. Diskusi itu dimoderatori oleh PhilipsJ Vermonte dengan narasumber Yudi Latif, Richard Daulay, Saiful Mujani, Abdul Mu’ti, dan Lukman Saifuddin.
Menurut Ma’ruf, pemikiran Azyumardi banyak menyumbang bagi kajian moderasi Islam di Tanah Air. Buku-bukunya menggambarkan bagaimana moderasi Islam itu dipraktikkan. Negara mengapresiasi atas apa yang dilakukan oleh Azyumardi.
”Terima kasih kepada Pak Azyumardi Azra yang banyak membangun cara berpikir Islam wasathiyah,” kata Wapres.
Lebih jauh Wapres meyakini, Indonesia memiliki modal penting untuk membawa Islam wasathiyah itu ke dunia global. Indonesia berpotensi menjadi cerminan bagaimana keislaman yang moderat itu dijalankan, di mana setiap orang, apa pun agamanya, saling menghormati, dan hidup bersama dalam satu kesepakatan yang diikuti oleh semua warga.
Ma’ruf mengatakan, Islam wasathiyah yang ada di Indonesia itu berupaya dibawa ke dunia global demi menciptakan dunia baru yang lebih aman dan damai.
”Karena itu, saya telah menyampaikan kepada Presiden agar kita bisa menjadi tuan rumah bertemunya tokoh-tokoh Islam dunia, yakni merukunkan umat beragama, tetapi sekaligus meredakan konflik-konflik global yang terjadi,” katanya.
Menurut Kalla, sebagai penulis yang produktif, Azyumardi telah banyak berkontribusi pada pemikiran keislaman. ”Dengan produktivitas yang baik dari Azyumardi, hal itu akan menambah khazanah kita karena berdakwah tidak hanya secara lisan, tetapi juga tertulis walau sekarang buku lebih sulit daripada dulu karena anak muda lebih senang membaca gadget. Tidak banyak ahli-ahli kita yang produktif menulis buku. Dulu kita kenal Buya Hamka yang menulis novel dan buku sejarah. Lalu ada Quraish Shihab, dan tentu dewasa ini Azyumardi. Kita butuh tokoh-tokoh yang produktif untuk membuat buku-buku bermanfaat seperti ini,” ujarnya.
Azyumardi juga pernah menjadi staf khusus Kalla ketika menjabat wapres. Selama bertugas dengannya, menurut Kalla, pemikiran sosial keagamaan Azyumardi sangat dibutuhkan. Demikian halnya dalam melihat Islam kontemporer di Tanah Air ketika radikalisme menyeruak dan menjadi tantangan bagi paham Islam moderat atau wasathiyah.
Dalam melihat Islam dan hubungannya dengan negara-negara di dunia, menurut Kalla, politik global menjadi salah satu faktor yang tidak dapat dilepaskan. Percaturan politik global memengaruhi pandangan atau ideologi keagamaan. Sebagai contoh ialah fenomena Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), yang kemunculannya juga dipengaruhi oleh kondisi politik global ketika itu.
Sementara itu, Azyumardi mengatakan, dirinya secara pribadi berterima kasih kepada Jusuf Kalla karena selama mendampinginya sebagai staf senantiasa terus mendorongnya untuk menulis. Demikian juga iklim baik di UIN Syarif Hidayatullah yang memberinya kesempatan berbakti di banyak tempat.
Lukman Hakim Saifuddin menilai, Islam wasathiyah yang dalam praktiknya telah dijabarkan dalam konsepsi Islam Nusantara, yang mana kerap dikaitkan dengan Nahdlatul Ulama, sejatinya paling awal disuarakan Azyumardi dalam bukunya mengenai jaringan ulama Nusantara yang sempat bermukim di Mekah. Dari tulisan itu, Azyumardi sejak mula telah menyebutkan istilah Islam Nusantara.
Konsepsi mengenai moderasi beragama pun, menurut Lukman, banyak digambarkan oleh Azyumardi dalam pikiran-pikirannya.