Kesampingkan Dugaan Politisasi Jiwasraya, Kejagung Fokus ke Pembuktian Pidana
Kejaksaan Agung mengenyampingkan desas-desus politik yang menyelubungi dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kejagung hanya fokus menyidik dugaan korupsi di perusahaan asuransi milik negara itu.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung mengenyampingkan desas-desus politik yang menyelubungi kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kejaksaan Agung hanya fokus menyidik dugaan korupsi di perusahaan asuransi milik negara itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menyatakan, penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya terus berlangsung. Kejagung menghargai pendapat Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono terkait adanya dugaan pihak-pihak yang ditarget dalam kasus ini.
Akan tetapi, lanjutnya, Kejagung berada di koridor hukum. Menurut Hari, saat ini Kejagung fokus pada penyidikan kasusnya. ”Akhir dari penyidikan adalah mencari bukti-bukti terkait dugaan pidana di Jiwasraya dan jaksa akan fokus di situ saja. Kalau politik kami tak ikut-ikut, deh,” katanya, Selasa (28/1/2020), di Kompleks Kejagung, Jakarta.
Hingga saat ini, Kejagung sudah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, serta Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.
Di sisi lain, pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan secara maraton. Jaksa juga sudah membentuk tim pelacakan aset untuk menelusuri aset para tersangka, baik yang berada di dalam maupun luar negeri.
Kemarin, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menulis artikel terkait Jiwasraya. Ia menggambarkan dinamika politik yang terjadi di DPR.
Menurut SBY, wacana pembentukan panitia khusus (pansus) Jiwasraya pernah mengemuka di DPR. Bahkan, berdasarkan keterangan kader Demokrat di Senayan, partai-partai koalisi pemerintah pernah menggaungkan pansus meski belakangan partai koalisi lebih memilih pembentukan panitia kerja (panja).
”Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya ’geleng kepala’. Katanya untuk menjatuhkan sejumlah tokoh. Ada yang ’dibidik dan harus jatuh’ dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Soemarno, harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan,” tulis SBY.
Atas dasar itulah SBY menentukan sikap. Menurut dia, tak baik kalau main target-targetan meski informasi di atas belum tentu akurat.
Ia pun melarang kader Demokrat di DPR untuk berpikir seperti itu. Nama-nama yang sering disebut di publik belum tentu bersalah.
Prinsipnya, jangan memvonis siapa pun bersalah sebelum secara hukum memang terbukti bersalah.
Secara pribadi, SBY mengenal Sri Mulyani, Rini, dan Erick sebagai sosok kompeten dan mau bekerja keras. Sangat mungkin Presiden juga tidak mengetahui jika ada penyimpangan besar di tubuh Jiwasraya.
”Prinsipnya, jangan memvonis siapa pun bersalah sebelum secara hukum memang terbukti bersalah,” katanya.
Agar kasus Jiwasraya itu terang benderang, lanjutnya, SBY tetap mendorong pembentukan pansus dan penggunaan hak angket oleh DPR.
”Jika ingin kasus besar ini dapat diungkap secara gamblang, seraya membuktikan bahwa tidak ada keterlibatan elemen pemerintah dalam penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara belasan triliun rupiah itu, inilah kesempatannya. Karena itu, negara dan Presiden harus membuka diri serta mendukung dibentuknya pansus dan penggunaan hak angket DPR agar tuduhan miring yang dialamatkan kepadanya dapat dibuktikan tidak benar,” katanya.