Presiden Minta Para Menteri Memperkuat Komunikasi Publik
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Banyak masalah terjadi akibat buntunya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Presiden Joko Widodo pun meminta para pembantunya memperkuat komunikasi publik.
Perintah ini disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas perdana untuk bidang politik hukum dan keamanan Kabinet Indonesia Maju, Kamis (31/10/2019) bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Rapat terbatas dihadiri antara lain oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Plt Kepala Polri Komjen Ari Dono, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.
Presiden mengingatkan bahwa ada kecenderungan politik dunia yang sangat mudah bergejolak. Unjuk rasa berkepanjangan yang berujung anarkisme dan mendorong perombakan besar di kabinet di Chile menjadi contoh. Kekacauan ini dipicu kenaikan tarif transportasi yang besarnya 4 persen.
“Pengalaman seperti ini harus bisa kita baca dan jadikan pengalaman. Kita harus waspada sejak awal. Jangan sampai misalnya, kenaikan tarif BPJS Kesehatan, kalau cara kita menerangkan tidak klir, kelihatan memberatkan masyarakat. Padahal, tahun 2019 kita menggratiskan 96 juta rakyat kita untuk ke RS dan anggaran total yang disubsidikan Rp 41 triliun dan tahun 2020 subsidinya menjadi Rp 48,8 triliun,” tutur Presiden.
Masalah lain yang dinilai perlu diwaspadai adalah penolakan publik pada rancangan undang-undang kontroversial. Presiden pun meminta supaya rencana revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibicarakan dengan semua pemangku kepentingan termasuk para pekerja.
“Saya minta Pak Menko Polhukam untuk intensif melakukan deteksi dini membuka komunikasi yang seluas-luasnya kepada semua pihak baik pada kelompok buruh kemudian juga berbicara dengan media, berbicara dengan ormas-ormas agama, LSM/NGO, dan kelompok masyarakat lain,” kata Presiden.
Mahfud, seusai ratas mengatakan, kabinet saat ini sangat kompak. Dia menjanjikan untuk sering mendengar pendapat publik. Selain itu, Mahfud menegaskan pusat media di kantor Kemenko Polhukam terbuka selalu untuk wartawan. Dia juga siap untuk menjawab pertanyaan wartawan.
Di sisi lain, kunjungan-kunjungan ke daerah-daerah, pertemuan dengan LSM, dengan serikat buruh dan pekerja juga akan lebih sering. Harapannya, komunikasi terjalin baik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menambahkan, KSP saat ini, selain berwenang memastikan kebijakan dan program pemerintah terlaksana dan bermanfaat, juga memastikan komunikasi kebijakan dan politik. “Kami membuka diri untuk kritik dan masukan. Kritik membangun kami terima,” tuturnya.
Catatan Polhukam
Dalam ratas, Mahfud juga menyampaikan beberapa catatan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan mulai penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu dan peningkatan perlindungan HAM, penegakan hukum baik Kejaksaan Agung dan Kepolisian yang harus meningkatkan profesionalitas dan kedisiplinannya, dan deradikalisasi, serta pemberantasan korupsi.
Mahfud menegaskan, disepakati bahwa deradikalisasi bukan menunjuk pada kelompok agama tertentu tetapi pada kelompok atau paham yang ingin mengganti dasar dan ideologi negara dengan cara melawan aturan dan merusak cara berpikir generasi baru.
“Tidak pernah di pemerintah kita mengatakan umat Islam radikal. Tapi kita menangani orang-orang radikal, tidak perduli Islam atau tidak,” tutur Mahfud.