Amnesti Disetujui, Momentum Perkuat Perlindungan Perempuan
Komisi III DPR menyetujui amnesti untuk korban pelecehan seksual Baiq Nuril secara aklamasi.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III DPR menyetujui secara aklamasi amnesti untuk korban pelecehan seksual Baiq Nuril. Kasus Nuril diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi seluruh pihak agar bisa memperkuat perlindungan bagi perempuan.
Pada Rabu (24/7/2019), Komisi III DPR menggelar rapat untuk mendengarkan pendapat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly terkait proses pengajuan amnesti untuk Nuril. Nuril juga hadir bersama perwakilan dari Komnas Perempuan dalam rapat kali ini.
”Setelah melakukan rapat pleno dan mendengarkan pendapat dari Menkumham, Komisi III DPR secara aklamasi akhirnya menyetujui proses pemberian amnesti untuk Baiq Nuril,” ujar Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Hasil pembahasan di Komisi III ini akan dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR untuk memperoleh persetujuan DPR pada Kamis (25/7/2019). Setelah itu, hasilnya akan dikirim kembali ke Presiden Joko Widodo untuk disahkan.
Dalam rapat dengan Komisi III, Yasonna menyampaikan pandangan bahwa Nuril berhak mendapatkan amnesti karena ia merupakan korban pelecehan seksual yang memperjuangkan martabatnya dan telah menempuh seluruh proses hukum hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
”Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan. Jika amnesti ini tidak dikabulkan, kami khawatir akan banyak korban seperti Nuril yang tidak berani untuk memperjuangkan harkatnya karena takut dikriminalisasi,” ujar Yasonna.
Sebelumnya, Nuril mengajukan amnesti setelah MA menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan. Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan kepala sekolah tempatnya bekerja di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Namun, Nuril malah didakwa melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dituduh menyebarkan konten pornografi.
Yasonna mengatakan, pemerintah terus mendorong DPR agar segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Tak hanya itu, pemerintah juga masih menggodok revisi UU ITE. Hanya saja, revisi UU ITE tidak mungkin dilakukan di sisa masa jabatan DPR dan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang tinggal dua bulan.
”Kami sudah berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk mempertimbangkan revisi UU ITE pada periode pemerintahan berikutnya,” ucapnya.
Selain itu, Yasonna juga berencana mengajukan RUU terkait amnesti kepada Komisi III DPR. Menurut ia, saat ini proses amnesti hanya diatur dalam Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UUD 1945.
Dalam pasal 14 ayat 1 tertulis, presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Kemudian, dalam pasal 2 tertulis, presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati menjelaskan, kasus Nuril bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah dan DPR untuk bisa segera menyelesaikan RUU PKS.
Ia mengatakan, perlu ada sinkronisasi RUU PKS dengan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang sedang digodok oleh DPR.
”Kebijakan ini menjadi terobosan penting bagi penegakan kasus pelecehan seksual agar tidak ada korban lain yang bernasib seperti Nuril nantinya,” katanya.
Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Muslim Ayub, meminta agar proses hukum untuk kepala sekolah yang menyeret Nuril ke dalam kasus ini agar dilanjutkan hingga tuntas. Menurut dia, perlu ada ketegasan hukum bagi pelaku pelecehan seksual.