JAKARTA, KOMPAS – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kembali tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero nonaktif Sofyan Basir dan pemilik PT Borneo Lumbung Energi Samin Tan dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 dan perkara penghentian perjanjian kerja.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (20/5/2019) menyampaikan, Kementerian ESDM mengirimkan surat kepada KPK untuk memberitahukan Jonan masih berada di luar negeri sampai 24 Mei 2019.
“Oleh karena itu, pemeriksaan akan dijadwalkan ulang minggu depan. Jadwal tepatnya nanti akan diinformasikan kembali,” ujar Febri.
Agenda pemeriksaan Jonan semestinya dilakukan pada Senin (13/5). Akan tetapi, karena ada persoalan administrasi tentang surat panggilan, jadwal pemeriksaan pun diubah menjadi Rabu (15/5). Akan tetapi, Jonan diketahui pergi ke luar negeri saat itu. Pemeriksaannya dijadwalkan ulang pada Senin ini.
Pada 2017, Jonan juga pernah dipanggil KPK untuk kasus yang berbeda. Saat itu, dirinya diminta bersaksi untuk bekas Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono yang menjadi tersangka dalam perkara suap hingga puluhan miliar. Namun Jonan tak pernah hadir memenuhi panggilan tersebut.
Pada 8 Mei 2019, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial juga telah diperiksa untuk Samin yang berstatus tersangka. Ego diperiksa terkait dengan persoalan perjanjian karya dengan perusahaan Samin.
Mengacu pada tuntutan bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Samin yang juga memiliki anak perusahaan yaitu PT Asmin Kolaindo Tuhup (PT AKT) dan bergerak di bidang pertambangan batubara meminta bantuan Eni sekitar Juni 2018. Permintaan tolong kepada Eni dilakuka karena Samin mengetahui komisi yang dipimpin Eni bermitra kerja dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Saat itu, Samin mempunyai permasalahan berupa pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM. Eni pun kemudian menyanggupi untuk membantu memfasilitasi PT AKT dengan pihak Kementerian ESDM. Atas upaya yang dilakukan Eni, Samin memberikan uang sebesar Rp 5 miliar.
Akan tetapi, Kementerian ESDM pada Agustus 2018 memenangkan banding yang diajukan terhadap putusan yang menguntungkan PT AKT. Dari putusan banding yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, terminasi PKP2B terhadap PT AKT yang sudah dikeluarkan sejak Oktober 2017 dapat dilakukan tanpa penundaan. Dampak dari pemutusan kontrak karya itu, lahan 21.630 hektare yang pernah dikuasai PT AKT akan kembali kepada pemerintah.
Febri pun menyampaikan, perihal persoalan pemutusan kontrak karya ini turut digali.