JAKARTA, KOMPAS — Kondisi sosial dan politik di Indonesia masih relatif kondusif menjelang hari pemungutan suara pada Pemilu 2019. Namun, semua pihak perlu mengantisipasi dua fenomena yang berpotensi mengancam pemilu, yaitu penyebaran informasi bohong dan kehadiran sukarelawan partisan yang berpotensi menyebabkan polarisasi masyarakat.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo di Jakarta, Rabu (20/3/2019), menyebutkan, hasil analisis Lemhannas terhadap tingkat kerawanan Pemilu 2019 di 34 provinsi menunjukkan kondisi Indonesia cenderung kondusif.
Dari 34 provinsi, hanya 7 provinsi yang kondisinya dikategorikan kurang kondusif. Indikatornya adalah kehadiran berbagai ketidakpuasan masyarakat. Adapun 14 provinsi dikategorikan kondusif yang berarti dinamika sosial dalam pelaksanaan pemilihan presiden tidak mengkhawatirkan.
Sementara itu, sebanyak 13 provinsi lainnya masuk kategori normal. Artinya, pilpres diwarnai dinamika sosial yang masih dalam batas kendali. Adapun indikator yang digunakan ialah rawan, kurang kondusif, normal, kondusif, dan sangat kondusif.
”Meskipun cenderung kondusif, kita akan terus amati setiap daerah itu,” kata Agus dalam forum komunikasi Gubernur Lemhannas dengan pimpinan media.
Lebih lanjut Agus mengungkapkan, ada dua gejala besar yang bisa mengganggu situasi kondusif jelang hari pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April mendatang. Pertama, produksi informasi bohong yang semakin masif sebagai dampak perkembangan teknologi informasi. Kehadiran informasi bohong dan disinformasi yang mengabaikan akuntabilitas dan identitas memiliki efektivitas merusak demokrasi.
Kedua, Agus menegaskan, munculnya fenomena sukarelawan partisan pada pemilihan presiden mencoreng sifat sukarelawan. Menurut dia, sukarelawan tidak dilarang memiliki preferensi politik. Akan tetapi, ketika kontestasi politik usai, para sukarelawan itu harus kembali ke ranah nonpartisan.
”Di Indonesia, karena emosi dan fanatisme yang dikerahkan, setelah pemilu, preferensi politik itu bersifat tetap. Fenomena ini bisa menjurus pada polarisasi masyarakat,” ujar Agus.
Memilih
Agus menyebutkan, hasil Pilpres 2019 akan sangat ditentukan oleh pemilih yang belum menentukan pilihan hingga saat ini. Ia memastikan, setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menentukan preferensi pilihan pemimpin.
”Walaupun memilih bukan kewajiban dan tidak memilih juga bukan pelanggaran hukum, sebagai warga negara yang baik gunakan hak pilih. Pilihan itu bisa menentukan perbedaan,” kata Agus.
Kepala Biro Humas Sekretariat Utama Lemhannas Brigadir Jenderal (TNI) Mindarto mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk saling bertukar pikiran dengan media yang merupakan salah satu pilar demokrasi. Ia menekankan, Lemhannas perlu bantuan semua pihak untuk melaksanakan tiga tugas utama, yakni melaksanakan pendidikan tingkat nasional, pemantapan nilai kebangsaan, dan pengkajian strategis tingkat global dan regional.