JAKARTA, KOMPAS — Perpecahan antara umat Islam akibat kontestasi Pemilihan Umum 2019 diharapkan segera dihentikan. Mereka harus bisa menjadi contoh dan pemersatu bangsa.
Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Pleno Ke-33 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia yang mengambil tema ”Muhasabah Kehidupan Umat Akhir Tahun Miladiyah”, Rabu (26/12/2018). Dalam acara tersebut, hadir Ketua Wantim MUI Din Syamsuddin, Sekretaris Wantim Noor Achmad, dan salah satu pimpinan Pondok Pesantren Modern Gontor, Jawa Timur, Hasan Abdullah Sahal.
Din mengatakan, kondisi negara akhir-akhir ini amat memprihatinkan. Pasalnya, akibat kontestasi Pemilu 2019, baik calon legislatif maupun capres dan cawapres, semakin banyak perpecahan yang terjadi. Pertentangan tersebut utamanya terjadi antarumat pemeluk agama Islam.
Interaksi antarkubu pendukung capres dinilai berlebihan. Mereka saling menjelekkan dan menghina salah satu pihak di lingkup publik.
Pola hubungan ini semakin buruk bila dilihat dari media sosial. Umat saling lempar ujaran kebencian dan hoaks yang dapat memecah persatuan negara dan umat Islam.
Ia berharap, umat dapat menahan diri menghadapi sisa masa kampanye pemilu. Mereka harus mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa serta ukhuwah Islamiyah. Ia juga meminta agar umat tidak terjebak dalam pertentangan politis dan dapat menghormati pilihan setiap individu tanpa melakukan intimidasi untuk memilih salah satu kelompok.
”Jangan sampai agenda demokrasi lima tahunan merusak persaudaraan dan rasa kekeluargaan antarumat Islam yang telah terbentuk sejak lama,” kata mantan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban itu.
Hal tersebut diamini oleh Noor. Ia mengingatkan agar jangan sampai ada politisasi terhadap agama. Seharusnya umat Islam menjadi salah satu unsur yang dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghargai perbedaan. Hal ini menjadi amat penting mengingat saat ini Indonesia tengah berada dalam masa yang kurang kondusif.
Umat Islam juga dapat menjadi pemersatu bangsa dengan memberikan panutan baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Contohnya peserta pemilu yang berpolitik dengan akhlak yang baik dan tidak menghalalkan segala cara demi memenangkan kursi politik.
”Kita tidak mau negara ini memiliki sejarah kelam tentang proses politik yang menjadikan kepercayaan atau agama sebagai tameng demi memenangkan sebuah pemilihan,” katanya. (LORENZO ANUGRAH MAHADHIKA)