JAKARTA, KOMPAS — Penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menjadi momentum bagi instansi pemerintah untuk berkomitmen pada reformasi birokrasi. Penghargaan itu diberikan kepada 205 unit kerja pemerintah yang dinilai berhasil membangun zona integritas.
Zona integritas adalah salah satu bentuk implementasi reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah. Tujuannya mewujudkan pelayanan birokrasi yang bersih, berintegrasi, serta efektif dan efisien.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, salah satu sebab terjadinya korupsi karena pelayanan birokrasi yang lamban dan sulit. Menurut Kalla, mempersulit birokrasi adalah salah satu cara memperoleh ”imbalan” bagi sejumlah oknum.
”Jika cepat dan bersih (layanan birokrasinya), gratifikasi pasti berkurang,” kata Wapres saat acara Apresiasi dan Penghargaan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) 2018 di Jakarta, Senin (10/12/2018). Acara ini dihadiri, antara lain, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali dan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial Sunarto.
Menurut Kalla, pelaksanaan layanan birokrasi yang bersih terkendala oleh budaya untuk menerima gratifikasi. Budaya itu didukung oleh alasan gaji aparatur negara yang rendah. Namun, menurut Kalla, pelayanan birokrasi yang baik akan membantu perkembangan ekonomi. Hal itu akan berimbas pada berjalannya roda ekonomi dan pendapatan yang meningkat.
”Untuk mencapai negara yang maju, menggabungkan teknologi yang maju, entrepreneurship, dan pelayanan birokrasi yang cepat dan bersih diperlukan,” kata Kalla.
Dalam kesempatan ini, Wapres Kalla menyerahkan penghargaan kepada tujuh pemimpin yang dinilai telah menerapkan pembangunan zona integrasi di seluruh unit kerjanya. Pemimpin yang dimaksud adalah Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahtiar Arif, Wakil Ketua Mahkamah Agung Sunarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, MenterI Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Kepala Polri yang diwakili oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, dan Menteri Perindustrian yang diwakili Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar.
Penghargaan juga diberikan kepada Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Pada kesempatan ini, Retno diwakilkan kepada Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir. Keduanya dinilai telah mendorong pembangunan zona integritas di instansi masing-masing.
Sepanjang 2018, ada 910 unit kerja instansi pemerintah yang diusulkan untuk menerima predikat WBK dan WBBM. Namun, setelah dievaluasi oleh tim penilai nasional, ada 205 unit kerja yang menerima predikat tersebut. Dari jumlah itu, 200 unit kerja menerima predikat WBK dan lima lainnya menerima predikat WBBM.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin mengatakan, ada peningkatan jumlah unit kerja yang diusulkan untuk dievaluasi. Pada 2017, ada 483 unit kerja yang diusulkan menerima predikat WBK/WBBM. Jika dibandingkan dengan data tahun ini, ada peningkatan 88,4 persen. Hal ini dinilai positif. Sebab, semakin banyak instansi pemerintah yang bergerak menuju reformasi birokrasi.
”Perbaikan tata kelola sistem birokrasi mencakup pembangunan budaya kerja, manajemen SDM, proses bisnis dan cara kerja yang efektif efisien, pengendalian internal, transparansi, serta peningkatan kualitas pelayanan,” kata Syafrudddin.
Korupsi yang membudaya menjadi tantangan bagi pelaksanaan reformasi birokrasi. Salah satu penerima predikat WBK, Kepala Kepolisian Resor Pontianak Kota Komisaris Besar Muhammad Anwar Nasir sependapat. ”Tantangan ada di internal. Dalam budaya korupsi, yang paling berat adalah mengubah pola pikir para anggota ketika melayani publik (agar tidak menerima gratifikasi),” katanya.
Hal serupa dikatakan penerima predikat WBK Kepala Lembaga Permasyarakatan Narkotika Cirebon Jalu Yuswa Panjang. Jalu optimistis bahwa tantangan korupsi pungutan liar (pungli) dapat dihadapi dengan komitmen seluruh jajaran terkait, mulai dari pimpinan hingga pegawai.
”Budaya masyarakat selama ini menganggap kami adalah tempatnya pungli dan gratifikasi. Namun, dengan seluruh jajaran, tantangan ini bisa dilalui,” kata Jalu. (SEKAR GANDHAWANGI)