PPAD: Penanganan Papua Sepatutnya Diserahkan kepada TNI
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat menyarankan agar penanganan masalah Papua, termasuk penembakan terhadap warga sipil dan anggota TNI, diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia. Keamanan nasional yang terancam oleh gerakan militer menjadi alasannya.
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan, penembakan yang terjadi di Nduga, Papua, dilakukan oleh Gerombolan Separatis Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (GSB-OPM). Kelompok itu, menurut dia, memenuhi kategori sebagai kelompok kombatan yang patut ditangani oleh militer. Sebab, kelompok itu bertujuan memisahkan diri dari NKRI, sering melakukan aksi kekerasan bersenjata, dan terorganisasi sebagai organisasi militer.
”Penanganan terhadap GSB-OPM sepatutnya diserahkan kepada TNI sebagai pengendali utama dan dibantu oleh Polri dalam hal penegakan hukumnya,” kata Kiki, Jumat (7/12/2018).
Selama ini, menurut Kiki, kendali operasi di Papua ada di tangan Polri. Hal itu disampaikan pada konferensi pers yang dilakukan di Jakarta. Hadir pula dalam acara ini Ketua I Bidang Kejuangan PPAD Mayjen (Purn) Soekarno, Bendahara PPAD Brigjen (Purn) Djoko Darjatno, dan Wakil Ketua I Bidang Kejuangan Mayjen (Purn) Suhardo.
Kiki menegaskan, sebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) bagi pelaku penembakan di Papua tidak tepat. KKB menyebabkan gangguan kriminal terhadap masyarakat atau individu. Namun, kelompok ini dinilai telah memberikan ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan negara. Sebab, kelompok ini kerap menyerang pos polisi, TNI, bahkan masyarakat sipil.
”Ini sudah lebih tinggi (tingkat ancamannya) dari terorisme sehingga pantas diselesaikan secara militer. Sebagai contoh, dulu Inggris menangani pemberontakan bersenjata di Irlandia Utara dengan mengedepankan militer, bukan polisi,” tutur Kiki.
Sebelumnya, terjadi penembakan di Nduga, Papua, yang memakan korban sebanyak 31 orang. Penembakan terjadi pada Minggu, 2 Desember.
PPAD juga memberikan beberapa rekomendasi terhadap pemerintah guna menangani permasalahan di Papua. Salah satu rekomendasi itu adalah mendayagunakan Satuan Zeni TNI AD dalam melanjutkan pembangunan infrastruktur di daerah rawan gangguan. Kiki mempertanyakan pendayagunaan korps ini, terutama dalam menjaga keamanan pembangunan jalan Trans-Papua.
”Korps Zeni TNI AD adalah korps yang menyangkut hal mechanized technology. Kemampuan mereka termasuk membangun infrastruktur. Sebagian besar jalan raya yang dibangun di sana, terutama di hutan-hutan, dibangun oleh Korps Zeni TNI AD. Mereka sebenarnya sudah eksis di sana,” ujar Kiki.
Ia juga menekankan pentingnya memenangkan hati dan pikiran masyarakat Papua agar menerima pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan diskusi antara pemerintah dan pihak pemberontak.
Selain itu, taktik merebut hati masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan karakter bagi anak-anak di Papua. Hasil pendidikan karakter itu dapat dirasakan efeknya 20-25 tahun mendatang.
Poin rekomendasi lainnya adalah agar dilakukan investigasi dan evaluasi yang menyeluruh dan komprehensif. Hal ini terkait masalah manajemen operasi TNI-Polri, baik tentang sistem intelijen, koordinasi, maupun teritorial. ”Yang jelas, saya tegaskan, ada masalah di bidang intelijen dalam penanganan masalah Papua,” lanjutnya.
Kiki juga menegaskan, operasi militer di Papua harus dilakukan secara terukur melalui hukum humaniter. Dalam hukum itu, perlawanan terhadap oknum bersenjata yang menyebabkan kematian tidak dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Namun, penangkapan oknum dalam keadaan hidup tetap diupayakan apabila memungkinkan.
Tidak salah
Saat dihubungi secara terpisah, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, tidak salah jika penanganan konflik di Papua diserahkan kepada TNI. Terlebih, keamanan dalam negeri dianggap rawan pada tahun politik.
Ia mengatakan, kasus itu harus dilihat secara holistik. Sebab, ada kemungkinan masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah lain. Jika masalah itu terindikasi mengancam kedaulatan negara, penanganan dapat dilakukan oleh TNI. Sementara itu, menurut Bambang, Polri tetap berperan dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
”Jika dikaji dari sistem pertahanan, insiden itu tidak sekadar melihat dari kejadiannya, melainkan pengorganisasiannya sebagai suatu organisasi bersenjata. Kemungkinan mereka tidak hanya terdiri dari 5-10 orang. Maka, tidak salah jika penanganannya diserahkan ke TNI,” tutur Bambang. (SEKAR GANDHAWANGI)