JAKARTA, KOMPAS – Untuk mempercepat penanganan perkara dan memperkecil risiko terjadinya suap, dan korupsi di tubuh pengadilan, Mahkamah Agung menargetkan pengadilan elektronik atau e-court harus sudah bisa diaplikasikan di seluruh pengadilan di Tanah Air pada Juli 2019. Infrastruktur untuk menopang berlangsungnya e-court sedang dibangun, antara lain dengan kesiapan server atau peladen jaringan internet.
Sekretaris Mahkamah Agung Ahmad Setyo Pudjoharsoyo, Rabu (26/9/2018) di Jakarta mengatakan, Juli 2019 dijadikan target pelaksanaan karena tepat satu tahun sejak e-court dicanangkan oleh Ketua MA Hatta Ali, 13 Juli 2018. Harapannya, dengan berlakunya e-court tahun depan, penanganan perkara, khususnya perdata bisa lebih cepat, mudah, dan sederhana. Di samping itu, e-court juga memangkas risiko terjadinya pungli atau suap lantaran advokat dan pihak yang berperkara tidak banyak berinteraksi langsung dengan pegawai pengadilan.
“Advokat bisa mengajukan gugatan perdata dari rumah, atau dari laur kota sekali pun, karena semua dilakukan melalui eletronik atau online (dalam jaringan). Termasuk untuk jawab jinawab antarpihak juga dilakukan melalui elektronik. Para pihak hanya harus hadir saat masuk tahapan pembuktian,” kata Pudjo.
Untuk sementara ini belum semua pengadilan di Tanah Air menerapkan e-court. Baru 32 pengadilan besar di setiap provinsi di Indonesia yang menerapkan e-court. Pengadilan-pengadilan itu menjadi proyek percontohan sejauhmana program itu bisa berjalan. “Pada saat bersamaan, server juga sedang kami upayakan perbaikannya. Sebab, kelayakan server itu menjadi jantung dari berjalannya e-court ini,” kata Pudjo.
Untuk penguatan server, MA mengajukan anggaran Rp 400 miliar, tahun ini. Anggaran itu juga akan dipakai untuk membiayai pembenahan server pada tahun 2019. “Harapan kami pengajuan anggaran itu bisa dipenuhi oleh pemerintah, sehingga bisa mendukung data-data kita untuk terkoneksi dengan seluruh pengadilan di Indonesia,” ujarnya.
Pudjo membantah pengadaan dan pembenahan server yang memerlukan biaya relatif besar itu semata-mata sebagai proyek yang prestisius. Namun, e-court sejalan dengan program nasional yang mendorong pemerintahan berbasis elektronik. “Tujuannya adalah pelayanan yang lebih baik kepada pencari keadilan, dan program ini memang ditunggu-tunggu oleh banyak pihak, terutama advokat. Ke depannya, MA ingin mengembangkan hal serupa untuk perkara pidana,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Maradaman Harahap menyambut baik upaya penerapan e-court di seluruh pengadilan di Tanah Air. Penerapan sistem itu dinilai merupakan salah satu solusi yang bisa diambil MA untuk mengatasi problem suap dan korupsi pengadilan.
“Kalau itu bisa dilakukan tentu baik sekali, karena pencari keadilan tidak harus selalu bertemu dengan petugas pengadilan, sehingga mengurangi risiko terjadinya suap. Di sisi lain, mekanisme pengawasan oleh MA kepada pegawai pengadilan juga harus dievaluasi untuk mencegah terjadinya suap dan korupsi,” katanya.