Kementerian Korban Politik...
Pasca reformasi, posisi menteri ini sangat rapuh setiap kali dinamika politik terjadi. Ini karena penggantian menteri yang kerap terjadi setiap dinamika politik muncul. Padahal setiap kali penggantian terjadi, kesinambungan dari reformasi birokrasi yang menjadi kunci dari majunya negara, ikut dipertaruhkan.
Posisi menteri yang dimaksud, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
Saat Partai Amanat Nasional (PAN) memutuskan untuk mengusung capres-cawapres, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, meminta kader partai, Asman Abnur, yang menjabat menpan RB di kabinet Joko Widodo, untuk mundur. Alasannya, tidak etis jika partai telah mengambil pilihan politik berseberangan dengan Jokowi untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, tetap menempatkan kadernya di kabinet.
Jadilah Asman mundur, Selasa (14/8), dan sebagai gantinya, Presiden Jokowi melantik mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Syafruddin, Rabu (15/8).
Ini menjadi penggantian Menpan RB kedua kalinya di era Jokowi. Sebelumnya, Asman menggantikan Yuddy Chrisnandi, politisi Partai Hanura yang tak sampai dua tahun menjabat.
Di internal Kemenpan RB, kabar mundurnya Asman pun mengejutkan. Tak hanya mengejutkan, ini sekaligus memunculkan kekhawatiran. Kekhawatiran itu berdasar karena salah satunya, Kemenpan RB masih harus melunasi utangnya untuk menggelar rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang rencana akan digelar tahun ini.
"Seharusnya ini tinggal jalan saja," kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmaja.
Untuk menepis kekhawatiran itu, Asman kemudian mencoba menggelar rapat dengan jajarannya untuk memastikan rekrutmen CPNS kelak tetap berjalan sesuai rencana, Selasa malam. Ini menjadi rapat terakhir jajaran Kemenpan RB bersama Asman.
Dan untuk lebih kuat menepis kekhawatiran jajaran Kemenpan RB, pengganti Asman, Syafruddin pun berjanji semua hal yang telah direncanakan saat Kemenpan RB dipimpin oleh Asman, akan dilanjutkan di bawah kepemimpinannya.
Dinamika politik
Jika Asman keluar karena dinamika politik, begitu pula dulu saat dia masuk ke kabinet. Sebagai “hadiah” dari dukungan PAN kepada pemerintahan Jokowi, PAN memperoleh kursi di kabinet, yang kemudian menjadikan Asman sebagai menpan. Yuddy pun harus merelakan dinamika politik ini. Sebab, imbalannya untuk Hanura, Ketua Umum Hanura Wiranto bisa masuk dalam kabinet, dan didapuk menjabat menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan.
Tak hanya di pemerintahan Jokowi, posisi menpan begitu rapuh saat dinamika politik terjadi. Di tengah perjalanan periode kedua Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014) misalnya, Yudhoyono mengganti Menpan RB EE Mangindaan yang juga kader partainya, Demokrat, dengan Azwar Abubakar, politisi PAN.
Azwar saat itu masuk ke dalam kabinet sebagai barter dari dicopotnya politisi PAN lain, yaitu Patrialis Akbar, dari posisi sebagai menteri hukum dan hak asasi manusia.
Kemudian jika ditarik lagi ke belakang, di era Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (1999-2001), Presiden kala itu juga dua kali mengganti menpan rb. Dari Freddy Numberi ke Ryaas Rasyid, kemudian Ryaas diganti lagi oleh Anwar Supriyadi. Ironisnya, masing-masing belum satu tahun menjabat menpan.
Begitu rapuhnya posisi menpan tak lepas karena posisi itu selama ini hanya dipandang sebagai bagian dari bagi-bagi kekuasaan kepada partai politik pendukung pemerintah atau sebatas untuk memperkokoh kedudukan penguasa. Ini makanya jabatan menteri seringkali diserahkan kepada kader partai, orang dekat partai politik atau orang dekat dari penguasa. Tidak peduli lagi apakah orang tersebut memiliki pengalaman ataupun kapasitas untuk memimpin Kemenpan RB atau tidak.
Ini termasuk yang terlihat dari penunjukkan Syafruddin.
“Rekrutmen Syafruddin tak jelas tolok ukurnya. Birokrasi di Polri dan di pemerintahan itu berbeda. Sangat beda nuansanya. Bagaimana dia bisa adaptasi, menjadi sebuah pertanyaan. Belum lagi akan munculnya pandangan, masuknya perwira tinggi Polri di Kemenpan merupakan upaya mengamankan birokrasi demi kepentingan pemenangan petahana di Pemilu Presiden 2019,” ujar Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional Siti Zuhro.
Padahal dari Kemenpan RB sesungguhnya terletak kunci dari kemajuan negara ini. Kunci untuk melahirkan birokrat yang profesional. Birokrat yang berkapasitas, ditempatkan di posisi yang tepat dengan kemampuannya, termasuk di dalamnya bersikap netral secara politik. Ini penting karena tidak ada negara yang maju tanpa ditopang oleh birokrat yang profesional.
Dari Kemenpan RB juga, penataan kelembagaan pemerintahan untuk melahirkan pemerintahan yang efektif dan efisien, diharapkan lahir. Sebuah usaha yang getol dilakukan di awal pemerintahan Jokowi tetapi kemudian belakangan lenyap.
Dan tak kalah penting, Kemenpan RB juga ikut memiliki tanggung jawab untuk melahirkan pemerintahan yang transparan dan bersih. Di tangan Kemenpan RB, sistem pencegahan korupsi di setiap instansi pemerintah seharusnya lahir. Ini termasuk merevitalisasi peran aparatur pengawas internal pemerintahan di instansi-instansi pemerintah, pusat ataupun daerah, yang selama ini gagal berfungsi dengan maraknya korupsi di birokrasi.