JAKARTA, KOMPAS- Partai Keadilan Sejahtera dinilai akan tetap berkoalisi dengan Partai Gerindra meski pada akhirnya Prabowo Subianto tak mengambil kader PKS sebagai calon wakil presidennya. Hal ini karena posisi tawar PKS yang lemah dan secara elektoral, selain juga PKS hanya diuntungkan jika berkoalisi dengan Gerindra.
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, di Jakarta, Minggu (15/7/2018), mengatakan, bagi PKS, koalisi dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan elektabilitas partainya di tengah stagnasi suara partai.
”Dalam banyak kontestasi pemilu seperti di Jakarta dan Jawa Barat, PKS banyak mengalah dengan Gerindra. Oleh karena itu, PKS melihat pada 2019 inilah momentum meraih suara,” ujar Arya.
Namun, di sisi lain, saat ini PKS menyadari mesin politiknya dapat bekerja dengan baik sehingga dengan tegas menginginkan posisi cawapres. Salah satu contoh, yaitu kemenangan pasangan kepala daerah yang diusung PKS, seperti Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta tahun lalu, dan Ahmad Heryawan saat Pilkada Jawa Barat lima tahun yang lalu.
"Kasus Pilkada Jakarta dan Jabar paling tidak menunjukkan solidnya pemilih dan kader PKS mendukung kebijakan partai. Migrasi pemilihnya ke kandidat lain sangat kecil,” ungkap Arya.
Beberapa waktu lalu, anggota Majelis Syuro sekaligus mantan Presiden PKS, Tifatul Sembiring, mengancam partainya akan keluar dari koalisi antara Gerindra, PKS, dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang sudah terjalin sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Ancaman tersebut diungkapkan jika Prabowo tak ambil cawapres yang diusulkan PKS. Kader PKS yang disodorkan jadi cawapres Prabowo, antara lain, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al’Jufrie, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, serta Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera. Nama lainnya seperti mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Anis Matta, mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, serta Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.
Sebelumnya, pada Sabtu (14/7), petinggi Partai Gerindra, PKS, dan PAN melakukan pertemuan di kediaman Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara. Pertemuan belum membahas penentuan cawapres. PKS juga masih terbuka pada kemungkinan partai lain, seperti Partai Demokrat, bergabung. Ia pun mendorong Prabowo segera bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (Kompas, 15/7/2018).
Pilih profesional
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie, di Kantor DPP PSI, Jakarta, menyatakan, Jokowi sebaiknya memilih cawapres yang berasal dari kalangan nonparpol.
”Sebaiknya cawapres Jokowi dari kalangan profesional nonpartai. Jika diambil partai koalisi, partai lain merasa tak terwakili dan tersinggung,” katanya.
Sosok yang cocok disandingkan bersama Jokowi, Grace usulkan, Mahfud MD. Namun, jika Mahfud tak dipilih, PSI juga akan tetap mendukung Jokowi. Pilihan terhadap anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu didasarkan preferensi polling daring PSI tentang opsi cawapres Jokowi 2019-2024. (Melati Mewangi)