Ada Kemungkinan Peta Koalisi PKS Berubah di Pilpres 2019
Oleh
E18
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejutan yang datang dari hasil hitung cepat pemilihan kepala daerah memungkinkan terjadi perubahan peta koalisi Partai Keadilan Sejahtera. Faktor rasionalitas menjadi pertimbangan PKS untuk menentukan strategi menghadapi Pemilihan Umum Presiden 2019.
Calon gubernur Jawa Tengah nomor urut 2, Sudirman Said, mengunjungi Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman di DPP PKS, Jakarta, Senin (2/7/2018). Sudirman melaporkan hasil Pilkada Jateng pada 27 Juni.
”Agenda hari ini melapor terkait hasil pilkada kemarin beserta catatan-catatan selama pelaksanaan. Harapannya ini bisa menjadi pembelajaran bagi persiapan PKS untuk Pilpres 2019,” ujar Sudirman Said.
Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menyatakan pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah kalah dari pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen. Namun, selisih angka dari kedua pasangan calon tersebut tidak terpaut begitu jauh.
Jawa Tengah merupakan basis dukungan PDI-P sehingga bukan suatu yang istimewa jika Ganjar lebih unggul. Adapun yang menjadi kejutan adalah perolehan suara untuk Sudirman-Ida yang melonjak tajam dari prediksi awal.
”Dengan berbagai tantangan yang ada berhasil mendapat angka lebih dari 40 persen adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. Secara intrinsik angka itu mengindikasikan kemenangan,” kata Sohibul.
Berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas, pasangan Ganjar-Yasin unggul dengan perolehan 58,34 persen suara. Adapun pasangan Sudirman-Ida memperoleh 41,66 persen suara.
Menurut Sohibul, jika penentuan kemenangan pilkada didasarkan pada nilai intrinsik, sudah pasti Sudirman-Ida menang. ”Komisi Pemilihan Umum (KPU) melihat kemenangan suatu pasangan calon dari nominal. Untuk itu, kami kalah angka. Namun, ini adalah kekalahan yang bermartabat,” kata Sohibul.
Berkaca dari hasil hitung cepat pilkada, Sohibul mengatakan, pihaknya akan menjadikan hasil itu sebagai langkah pembelajaran untuk Pilpres 2019. Sohibul menambahkan sejauh ini sudah ada sejumlah nama yang diajukan kepada Direktur Pencapresan PKS, salah satunya adalah Anies Baswedan.
”Kemarin ada aspirasi dari kader-kader supaya Pak Anies maju. Sayang kalau cuma jadi cawapres. Untuk lebih pastinya menunggu keputusan Majelis Syuro PKS,” kata Sohibul.
Belum menentukan
Hingga saat ini PKS belum menentukan sikap terkait nama yang akan diusung serta dengan partai mana pihaknya akan berkoalisi. Kesuksesan yang diraih oleh PKS-Gerindra pada pilkada lalu rupanya tidak menutup adanya kemungkinan peta koalisi berubah. Terkait hubungan kedua partai, Sohibul mengaku pihaknya sudah intensif berkomunikasi dengan Gerindra.
”Sudah intens (komunikasi), tapi kemungkinan lain tetap ada. Kami tetap pakai rasionalitas politik juga meskipun proses lapangan dinamis,” ujar Sohibul.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan berpendapat bahwa dari hasil pilkada lalu dapat dikatakan bahwa koalisi antara PKS dan Gerindra menguat. Terlepas dari perilaku pemilih sekarang yang cenderung lebih cair, koalisi ini menjadi alternatif bagi pemilih yang oposisi terhadap pemerintah.
”Kalau PKS mengusung calon lain, kemungkinan suara kubu oposisi pemerintah akan terpecah. Kecuali jika Prabowo tidak maju dan Anies yang maju, suara oposisi pasti mengalir ke Anies,” kata Djayadi.
Jika benar terjadi ada dua calon dari kubu oposisi maju, #2019gantipresiden yang sempat populer menurut Djayadi akan sia-sia. ”Ya, ganti presidennya itu ganti siapa ? Prabowo atau Anies? Pemilih pasti akan bingung,” kata Djayadi.