Kemenkumham Masih Kaji Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly belum akan menandatangani Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif. Substansi dalam PKPU itu masih akan dikaji karena dinilai menabrak ketentuan lainnya yang lebih tinggi.
“Soal itu (PKPU) nantilah masih dikaji. Nanti dilihat dulu,” kata Yasonna, seusai mengikuti rapat terbatas di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Rabu (6/6/2018) di Jakarta.
Yasonna memahami, tujuan pembuatan PKPU itu sebenarnya baik. Namun, tujuan baik itu harus dilakukan dengan cara yang benar. Ketentuan bahwa napi boleh tidak menjadi caleg tidak diatur di dalam UU Pemilu.
Selain itu, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan mantan napi bisa menjadi caleg asalkan mengumumkan secara terbuka statusnya kepada publik. Pelarangan mantan napi menjadi caleg juga dinilai sebagai pembatasan hak warga negara yang bertentangan dengan UU maupun putusan MK.
“Kalau saya sarankan, buat saja pengumuman atau keterangan di papan kertas suara pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) nanti, nama calegnya, dan caleg nomor berapa, itu adalah mantan napi. Itu akan jelas,” katanya.
Kalau saya sarankan, buat saja pengumuman atau keterangan di papan kertas suara pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) nanti, nama calegnya, dan caleg nomor berapa, itu adalah mantan napi. Itu akan jelas.
Menurut Yasonna, pihaknya saat ini tengah melakukan harmonisasi peraturan dan perundang-undangan. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan atau UU yang lebih tinggi. Kemenkumham juga berencana unutk mengajak KPU membahas soal PKPU tersebut.
“Sebelum ini kami sudah mengeluarkan peraturan menteri untuk penyelarasan UU. Jadi ini bukan yang pertama,” ujarnya.
Jelaskan ke Wapres
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, penyelenggaraan pemilu menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum. Oleh karena itu, KPU berhak melakukan pengaturan, termasuk mengenai persyaratan calon anggota legislatif. Usulan KPU agar caleg bukan bekas terpidana korupsi, lanjut Kalla, tidak berlebihan.
”Cari kerja yang biasa saja butuh surat keterangan kelakuan baik dari polisi, masa anggota DPR sudah jelas ada masalah diangkat lagi,” ujar Kalla di Istana Wapres (Kompas, 6/6/2018).
Terkait dengan pendapat tersebut, Yasonna mengatakan, dirinya akan memberikan penjelasan kepada Wapres Kalla. “Saya akan sampaikan kepada beliau. Kami bahas dulu soal PKPU ini,” katanya.
Pembuatan PKPU oleh KPU tidak menyalahi tata-cara pembuatan peraturan di bawah UU. UU Pemilu memberikan kewenangan kepada KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu untuk membuat aturan teknis pelaksana UU
Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Yuliandri, yang dihubungi dari Jakarta, menuturkan, pembuatan PKPU oleh KPU tidak menyalahi tata-cara pembuatan peraturan di bawah UU. UU Pemilu memberikan kewenangan kepada KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu untuk membuat aturan teknis pelaksana UU. Sepanjang peraturan teknis itu terkait dengan penyelenggaran Pemilu, KPU memiliki kewenangan.
“Isi atau substansi peraturan teknis pelaksana penyelenggaraan UU itu kan menjadi tanggung jawab KPU. KPU tentu punya pertimbangan dan alasan mengapa membuat PKPU yang melarang napi kasus korupsi menjadi caleg. Oleh karena itu, semestinya Menkumham mengundangkan saja PKPU itu, karena menteri memang wajib menerbitkan peraturan apapun yang dikeluarkan lembaga negara. Jika nanti ada keberatan atas peraturan itu, biar mereka mengajukan uji materi ke MA,” ujarnya.