JAKARTA, KOMPAS — Tim penasihat hukum mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, yang menjadi terdakwa dalam perkara penerbitan surat keterangan lunas terhadap BDNI sebagai penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia mengajukan keberatan atas dakwaan penuntut umum. Ada empat poin dijabarkan dalam nota keberatan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/5/2018).
Hal itu antara lain Pengadilan Tipikor dianggap tidak berwenang mengadili perkara ini karena masuk dalam peradilan tata usaha negara, penuntut umum dinilai salah dalam mendakwa terdakwa, dakwaan penuntut tidak dapat diterima, serta dakwaan penuntut umum obscuur libel. ”Dengan demikian, batal demi hukum karena dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap,” kata salah satu anggota tim Hasbullah.
Pada penjelasannya, tim penasihat hukum tersebut menyinggung mengenai audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2017 yang dijadikan acuan KPK menentukan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun tersebut tidak layak. Menurut tim tersebut, BPK pernah mengeluarkan laporan pada 2002 yang menyatakan, persoalan BDNI telah final dan closing. Kemudian pada 2006, audit investigatif BPK menyebutkan, penyelesaian milik BDNI telah sesuai dengan master settlement acquisition agreement dan kebijakan-kebijakan pemerintah.