JAKARTA, KOMPAS – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menegaskan, mendapat kursi calon wakil presiden Joko Widodo di Pemilihan Umum 2019 menjadi syarat harga mati untuk PKB mendukung Jokowi. Menurutnya, jika pembagian kekuasaan atau power sharing di koalisi tidak terpenuhi, soliditas koalisi terganggu dan poros alternatif yang mengusung calon presiden di luar Jokowi bisa muncul.
Hal itu diucapkan Muhaimin setelah bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/5). Sejak dua pekan lalu, Zulkifli beberapa kali bertemu dengan sejumlah tokoh yang berpotensi menjadi calon presiden alternatif di luar Jokowi dan Prabowo Subianto.
Mereka adalah mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Ruang Guru Bajang. Elite PAN tidak menampik, pertemuan-pertemuan yang digelar Zulkifli secara bergiliran itu masih dalam rangka menjajaki pembentukan poros ketiga di Pemilihan Presiden 2019.
Kemarin, Zulkifli bertemu dengan Muhaimin. Meskipun sudah mendeklarasikan dirinya sebagai calon wakil presiden Jokowi, PKB yang dipimpin Muhaimin sampai saat ini belum secara resmi menentukan arah koalisi untuk benar-benar mendukung Jokowi. Terkait hal itu, Muhaimin menegaskan sampai saat ini partainya masih mendeklarasikan JOIN, yaitu pasangan capres-cawapres Jokowi-Muhaimin.
Adapun PKB belum memikirkan langkah antisipasi jika Jokowi ternyata tidak memilih Muhaimin sebagai cawapres. Namun, saat ditanya tentang kemungkinan PKB bergabung dengan partai lain untuk membentuk poros koalisi alternatif, Muhaimin mengatakan, pembentukan poros ketiga itu sangat bergantung pada pembagian kursi kekuasaan atau power sharing.
Menurutnya, pembagian kekuasaan adalah salah satu faktor yang menjamin keutuhan bangunan koalisi, selain hal-hal konseptual berupa kesamaan perencanaan, visi-misi, dan program partai-partai koalisi. “Sharing of power-nya seperti apa? Kalau pembagian kekuasaannya tidak adil, ya pasti poros ketiga dapat berdiri,” kata Muhaimin.
Ia pun menegaskan bahwa terkait pembagian kekuasaan itu, posisi sebagai cawapres pendamping Jokowi adalah harga mati bagi PKB untuk mendukung Jokowi di Pemilu 2019. “Harga mati. PKB hanya mau kalau menjadi wapres,” katanya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, ada sejumlah ulama yang menginginkan agar dirinya menjadi cawapres Jokowi. “Mereka ini, ulama-ulama DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, yang waktu Pemilu 2014 dulu tidak mau Pak Jokowi. Mereka yang sekarang mendukung saya ini mau mendukung Pak Jokowi kalau saya yang jadi wapresnya,” kata Muhaimin.
Muhaimin pun memberi sinyal bahwa jika ia tidak berhasil menjadi cawapres Jokowi, dukungan dari para ulama Nahdlatul Ulama ini akan goyah. Sementara, sikap partai dalam menentukan arah koalisi nanti akan sangat dipengaruhi suara para ulama itu. “Suara ulama dalam memengaruhi sikap partai itu memang sangat menentukan. Begini, perspektifnya harus utuh antara perspektif koalisi, ulama, dan dukungan partai. Tidak bisa sepotong-potong, harus satu kesatuan,” katanya.
Sementara itu, secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani meyakini, PKB pada akhirnya akan tetap menjadi bagian dari koalisi Jokowi. PKB, contohnya, sudah diundang dalam pertemuan antara sekretaris jenderal partai-partai koalisi dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pada 7 Mei 2018 lalu. Padahal, PKB belum resmi menjadi partai pendukung Jokowi di 2019. “Saya kira PKB itu tetap tidak akan jauh-jauh, tidak akan ke mana-mana. Percaya itu,” katanya.
Selain mengikuti pertemuan antara sekretaris jenderal partai pendukung Jokowi, PKB juga pada 8 Mei 2018 lalu bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang merupakan partai pertama yang mendeklarasikan dukungan ke Jokowi di Pemilu 2019. Airlangga juga disebut-sebut diajukan oleh partainya untuk menjadi cawapres Jokowi. Dalam pertemuan antara keduanya, Muhaimin sempat meminta masukan dari Airlangga terkait Pilpres 2019. Keduanya juga beberapa kali berseloroh mengenai posisi cawapres untuk Jokowi.