JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra meresmikan pembentukan Sekretariat Bersama Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera untuk Pemenangan Pemilihan Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (27/4/2018). Langkah ini menjadi bagian dari upaya Gerindra mematangkan koalisi untuk melancarkan langkah ketua umumnya, Prabowo Subianto, maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2019.
Upaya mematangkan koalisi ini tak hanya antara Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tetapi juga melibatkan Partai Amanat Nasional (PAN). Hal ini terlihat dari kehadiran Hanafi Rais, Wakil Ketua Umum PAN dan juga putra Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, dalam acara semalam.
Hanafi hadir di acara Gerindra itu setelah sehari sebelumnya Amien Rais menyebutkan, PAN sudah pasti merapat ke Prabowo dan tidak mungkin mendukung Jokowi.
Ketua Tim Pemenangan Pilpres Gerindra Sandiaga Uno mengatakan, peresmian Sekretariat Bersama (Sekber) bukan wujud deklarasi koalisi antara Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Bulan Bintang (PBB), melainkan bentuk awal penjajakan kerja sama.
”Tidak ada deklarasi koalisi, tetapi ini awal dari kerja tim kami untuk memulai ikhtiar bekerja bersama-sama,” kata Sandiaga, yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra.
Saat Prabowo menerima mandat dari kader dan pengurus Gerindra untuk menjadi capres dalam Rapat Koordinasi Nasional Gerindra di Hambalang, 11 April 2018, ia juga mendapat tugas untuk membentuk koalisi politik sebagai syarat pencalonannya.
Saat ini, Gerindra memiliki 73 kursi di DPR. Dengan demikian, masih butuh 39 kursi untuk memenuhi syarat minimal maju sebagai capres-cawapres, yaitu didukung parpol atau gabungan parpol yang memiliki 112 kursi. Dengan PKS yang memiliki 40 kursi, Gerindra sebenarnya sudah memenuhi syarat itu. Namun, sampai sekarang, belum ada deklarasi resmi koalisi Gerindra dan PKS.
Selain tempat untuk penjajakan koalisi Pilpres 2019, Sekber juga dipakai untuk berdiskusi mengenai posisi calon wakil presiden bagi Prabowo.
Kehadiran PAN
Hanafi Rais yang hadir mewakili PAN dalam peresmian Sekber, kemarin, mengatakan, kehadirannya atas undangan Sandiaga Uno dan sudah atas sepengetahuan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Ia menegaskan, kehadirannya bukan pernyataan sikap bahwa PAN akan merapat ke Prabowo. Namun, ia membebaskan penafsiran atas sinyal politik yang tampak dari kehadiran PAN itu.
”(Sebagai sinyalemen politik) Silakan tafsirkan secara bebas, tidak masalah. Namun, kalau secara resmi, sikap PAN itu nanti menunggu hasil rapat kerja nasional, akhir Mei ini,” ujar Hanafi.
Pada 26 April, Amien Rais mengatakan, PAN tidak mungkin merapat ke Jokowi dan sudah pasti ke Prabowo. Sementara Zulkifli Hasan beberapa kali mengatakan, PAN masih membuka opsi merapat ke Jokowi. Terkait sikap Zulkifli, Amien menyebut Zulkifli hanya sedang memainkan sandiwara politik (Kompas, 27/4/2018).
Secara terpisah, Zulkifli mengatakan, masukan Amien akan menjadi pertimbangan penting untuk PAN dalam mengambil sikap politik. Terkait tuduhan Amien bahwa ia bersandiwara, Zulkifli juga enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan, ”Pak Amien itu tokoh senior. Beliau memang orang yang khusus. Dari dulu sudah seperti itu, jadi tidak apa-apa.”
Menurut dia, pernyataannya selama ini tentang opsi bergabung ke koalisi Jokowi tidak menunjukkan perbedaan sikap dengan Amien. Sebagai Ketua MPR, ia beralasan perlu memosisikan diri merangkul semua pihak dan memperkuat persatuan bangsa.
”Hanya beda cara, tetapi tujuannya sama. Saya ini masih Ketua MPR, punya tanggung jawab merajut persatuan. Jangan sampai karena pilpres, persatuan kita koyak,” ujar Zulkifli.
Adapun dalam peresmian Sekber kemarin, PKS diwakili Wakil Sekretaris Jenderal Abdul Hakim. Dalam sambutannya, Abdul menyampaikan permohonan maaf Presiden PKS Sohibul Imam dan Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal yang berhalangan hadir karena ada agenda lain.
Abdul juga mengatakan, persoalan koalisi di Pemilu 2019 masih dibicarakan di setiap partai. PKS punya mekanisme internal yang perlu dilalui terlebih dahulu. Penetapan capres dan cawapres, ujarnya, perlu melalui rapat Majelis Syuro PKS.
Uji materi
Syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang ada di Pasal 169 Huruf n dan Pasal 227 Huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi. Upaya ini dilakukan oleh Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, dan seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz.
Pasal 169 Huruf n dan Pasal 227 Huruf i UU Pemilu memberikan syarat bagi calon presiden dan calon wapres, yaitu ”belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, dan surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Kuasa hukum pemohon, Dorel Almir, menuturkan, frasa ”selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” tersebut tidak tegas dan dapat memberikan keragu-raguan serta ketidakpastian hukum. Ini karena yang dimaksud dari frasa itu dapat dijabat secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.