JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengawas Pemilu mendorong agar Komisi Pemilihan Umum dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri untuk bisa menyinkronkan data. Kedua institusi itu juga perlu “turun” bersama untuk menyisir calon pemilih yang berpotensi kehilangan hak pilih karena persoalan administrasi kependudukan.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, hingga Rabu (25/4), sudah ada 148,3 juta pemilih pada Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah yang masuk daftar pemilih tetap (DPT). Namun, jumlah ini masih bisa bertambah karena belum semua data difinalisasi. Adapun, sebelumnya, KPU menetapkan ada 152,8 juta pemilih pada daftar pemilih sementara (DPS). Dari jumlah itu, berdasar kajian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ada 7,4 juta pemilih yang belum punya kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) atau surat keterangan pengganti KTP-el.
Dari 17 provinsi yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur, ada tiga provinsi yang penetapan DPT direkomendasikan Bawaslu setempat untuk ditunda karena masih ada persoalan. Ketiga provinsi itu antara lain, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
Sementara itu, setelah penetapan DPT dilakukan pada 21 April lalu, KPU dan Bawaslu Jawa Barat pada Rabu malam kembali menggelar pleno ulang untuk membahas “revisi” DPT terbatas di Kabupaten Indramayu. Ini karena pada saat pleno penetapan DPT di Jawa Barat, masih ada persoalan data pemilih terkait dengan pemilih tanpa KTP-el yang belum tuntas dibahas di Indramayu.
Anggota Bawaslu M Afifuddin di Gedung Bawaslu di Jakarta, Rabu, menuturkan, untuk mengatasi potensi hilangnya hak pilih warga karena kendala administrasi kependudukan, sudah saatnya KPU dan Kemendagri tidak saling menyalahkan.
Menurut dia, kedua institusi itu perlu duduk bersama, menyamakan persepsi, serta sinkronisasi data. Setelah itu, kedua instansi itu sama-sama menyisir nama-nama pemilih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat masuk dalam DPT karena belum punya KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el. Hal ini penting dilakukan karena kualitas daftar pemilih tetap pada Pilkada Serentak 2018 akan sangat menentukan kualitas daftar pemilih Pemilu 2019.
“Dengan basis data per nama dan alamat, kemudian perlu sama-sama didatangi petugas pencocokan dan penelitian KPU bersama dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil,” kata Afif.
Selain itu, kata dia, juga perlu ada penyamaan persepsi mengenai beberapa hal. Di antaranya, ditemukan nama-nama pemilih dalam DPT yang sebenarnya belum punya KTP-el atau surat keterangan. Saat ini mereka sudah ada dalam DPT, tetapi saat memilih nanti, mereka tetap perlu menunjukkan KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el. Perlu pula dibahas pengaturan mengenai pemilih yang kehilangan KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el. Menurut dia, perlu disiapkan antisipasi apakah diterbitkan surat keterangan baru atau cukup dengan membawa bukti kehilangan dari kepolisian ke tempat pemungutan suara.
Perlu pula dibahas pengaturan mengenai pemilih yang kehilangan KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el
Anggota KPU Viryan Azis menyambut positif dorongan dari Bawaslu. Menurut dia, pada prinsipnya, hal itu sama dengan arahan KPU RI kepada KPU di daerah. KPU juga sudah memerintahkan KPU di daerah untuk mengirim data pemilih non-KTP-el ke sistem daftar pemilih KPU. Selain itu, data tersebut juga diminta untuk kembali dicermati untuk memastikan kebenaran pemilih dan kelengkapan data pemilih.
KPU RI juga meminta KPU di daerah meneliti kembali data daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) Pilkada serta menggunakan hak akses ke sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) yang sudah diberikan oleh Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.