JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri diminta duduk bersama untuk menyelesaikan sengkarut kewenangan penentuan daftar pemilih Pilkada 2018. Setiap pihak diminta menghilangkan ego kelembagaan serta mengedepankan terjaminnya hak pilih warga.
”Kesepahaman pandangan antara KPU, Bawaslu, dan pemerintah menjadi sangat penting dalam masalah ini. Pertaruhannya adalah hak pilih warga,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini di Jakarta, Minggu (22/4/2018).
Kesepahaman pandangan antara KPU, Bawaslu, dan pemerintah menjadi sangat penting dalam masalah ini. Pertaruhannya adalah hak pilih warga
Sebelumnya, perbedaan pandangan antara KPU dan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), mencuat terkait dengan masalah penetapan daftar pemilih. Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh meminta agar jajarannya di daerah, khususnya yang tengah bersiap melaksanakan pilkada, tidak ikut serta menandatangani berita acara pencoretan atau penambahan pemilih.
Zudan saat dihubungi pada Minggu mengatakan, instruksi tersebut dikeluarkan karena Dinas Dukcapil tidak memiliki kewenangan untuk menambah, mencoret, atau menghilangkan calon pemilih dari daftar pemilih sementara (DPS).
Kewenangan Ditjen Dukcapil dan jajarannya di daerah, sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan adalah melakukan perekaman, pencetakan kartu tanda penduduk elektronik dan menerbitkan surat keterangan (suket) sebagai pengganti KTP-el apabila blangko KTP-el belum tersedia di Dinas Dukcapil yang terdekat dengan tempat tinggal warga.
Tabrak aturan
KPU bersikukuh bahwa Dinas Dukcapil juga memiliki peran dalam penentuan DPS. Disampaikan Komisioner KPU Viryan, Jumat (21/4), penandatanganan berita acara pencoretan pemilih oleh Dinas Dukcapil adalah bagian dari peraturan, khususnya PKPU No 2/2017. Menurut Viryan, menjadi aneh jika Dinas Dukcapil menolak menandatangani berita acara (Kompas, 22 April 2018).
Namun, menurut Zudan, ketentuan di dalam Pasal 15 Ayat (3) PKPU No 2/2017 tersebut membuat pihaknya melanggar peraturan perundangan yang lebih tinggi yang menjadi dasar kerja mereka.
”Secara ketatanegaraan, Dukcapil bukanlah penyelenggara pilkada. Prinsipnya, jangan tarik-tarik Dukcapil dalam proses penetapan daftar pemilih,” kata Zudan.
Secara ketatanegaraan, Dukcapil bukanlah penyelenggara pilkada. Prinsipnya, jangan tarik-tarik Dukcapil dalam proses penetapan daftar pemilih
Kewenangan yang dimiliki oleh Dukcapil, kata Zudan, hanyalah memberikan surat keterangan yang menyatakan bahwa seorang individu sudah tercantum dalam basis data (database) kependudukan atau belum.
”Hanya sebatas itu. Setelah itu lanjutannya adalah tugas KPU yang menentukan untuk menentukan bahwa yang bersangkutan adalah bisa memilih atau tidak,” kata Zudan.
Titi mengatakan, yang harus dipahami oleh semua pihak adalah menyelamatkan hak pilih seorang warga negara. Perbedaan pandangan atas aturan yang ada harus bisa diselesaikan di meja perundingan agar jangan sampai hak pilih warga dalam pilkada nanti dikebiri oleh sikap dan pandangan lembaga yang berbeda dalam menafsirkan sebuah peraturan.
”Ada situasi riil di lapangan. Kedua lembaga ini punya otoritas yang sama terkait dengan data pemilih. Sebaiknya keduanya tidak saling lempar-melempar. Jangan sampai nanti hak warga negara tercederai,” ujarnya.