JAKARTA, KOMPAS — Kajian Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi mengindikasikan isu perempuan ataupun kesetaraan jender belum menjadi perhatian perempuan kandidat kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah serentak 2018. Hal ini dinilai tidak hanya merupakan tanggung jawab individual perempuan kandidat kepala daerah, tetapi juga kegagalan partai politik menerapkan perspektif keadilan jender dalam politik elektoral.
Hasil olah data peneliti Perludem terhadap visi, misi, dan program 101 perempuan yang menjadi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dalam Pilkada 2018 menunjukkan, hanya ada 37 kandidat yang mencantumkan kata perempuan, wanita, dan ibu dalam visi, misi, dan program mereka. Dari jumlah tersebut, juga tidak ada satu pun yang menjabarkan turunan program detail terkait kesetaraan jender.
”Hal ini menunjukkan bahwa isu perempuan bersifat disematkan saja dalam visi, misi, dan program yang diusung, tetapi mengabaikan substansinya,” kata peneliti Perludem,
Maharddhika, dalam diskusi bertajuk ”Semangat Kartini dan Komitmen Gender Perempuan Calon Kepala Daerah” di Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Diskusi ini juga dihadiri Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dewan Pakar Kaukus Perempuan Politik Indonesia Lena Maryana Mukti, serta peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Delia Wildianti.
Defisit
Lena menuturkan, sebagian perempuan calon kepala daerah yang memasukkan isu perempuan dalam visi, misi, dan programnya merupakan figur yang dekat dengan gerakan perempuan. Partai politik juga punya peran penting mengawal kepentingan perempuan bisa masuk dalam program kandidat kepala daerah.
”Perlu diingat bahwa demokrasi yang tidak melibatkan perempuan berarti defisit demokrasi. Kandidat perempuan juga perlu menyuarakan isu perempuan karena ada empati,” kata Lena.
Menurut Titi, tanggung jawab mengusung isu keadilan jender tidak hanya ada pada individu perempuan kandidat. Perspektif keadilan jender tidak lepas dari eksistensi pasangan calon yang diusung parpol sehingga harus dilihat utuh dari hulunya, yakni di partai politik. Ini karena keterlibatan perempuan dalam politik tidak lepas dari dua fungsi besar parpol, yakni kaderisasi dan perekrutan yang dilakukan parpol.
Selain faktor partai atau kandidat, menurut Delia, juga ada faktor tipologi pemilih yang bisa memengaruhi pengarusutamaan isu keadilan jender dalam pilkada serentak 2018. Salah satu cita-cita demokrasi ialah hadirnya pemilih cerdas rasional yang memilih berdasarkan program yang ditawarkan calon ke pemilih. Jika perempuan memajukan isu-isu perempuan, mereka seharusnya mendapatkan minimal suara pemilih perempuan yang mencapai lebih kurang 50 persen dari total pemilih.