JAKARTA, KOMPAS — Kerukunan umat beragama dan kepercayaan harus tetap terbangun di tahun politik saat ini. Persaingan untuk memperebutkan Kursi di legislatif tingkat kabupaten/kota atau perebutan kursi kepala daerah hingga presiden dan wakil presiden pada tahun 2019 nanti jangan sampai mengorbankan kerukunan umat beragama yang sudah terjaga selama ini. Pilkada DKI Jakarta harus menjadi pelajaran bersama.
Hal demikian mengemuka dalam rapat kerja nasional FOrum Kerukunan Umat Beragama yang berlangsung di Jakarta, Rabu (18/4). Hadir dalam rapat Nasional tersebut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Ketua DPD Oesman Sapta, Ketua DPR Bambang Soesatyo dan para wakil Organisasi agama yang ada di Indonesia seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Walubi hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia.
Tjahjo mengatakan, pelaksanaan kontestasi politik mulai dari Pilkada hingga pemilihan legilatif dan dilanjutkan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden seharusnya dilaksanakan dengan riang gembira, tanpa ada rasa takut dan kekhawatiran berlebihan karena adanya isu terkait suku, agama ras dan antargolongan.
“Jangan ada ketegangan karena ini adalah pesta demokrasi. Semua harus membangun iklim yang sejuk,” kata Tjahjo.
Dia mengatakan peran tokoh masyarakat, khususnya para pemuka agama, menjadi sangat sentral dalam kondisi kekinian. Mereka dinilai paling mengenal kondisi umatnya dan mampu merangkul semua pihak untuk saling menjaga dan saling menghormati. Termasuk juga mengingatkan pada calon anggota legislatif bahkan calon kepala Daerah untuk berhati-hati dalam berkampanye. jangan sampai memfitnah atau bahkan lebih jauh lagi menggunakan isu SARA untuk memperoleh kursi legislatif dan Kursi kekuasaan kepala daerah.
Beberapa perwakilan Organisasi keagamaan yang datang menyatakan keinginan yang sama untuk saling menjaga kerukunan umat beragama di tahun politik ini.
Ketua DPP Walubi Bidang Hubungan Masyarakat, Rusli, mengatakan, kebahagiaan masyarakat dan bangsa bisa terjadi apabila antarumat beragama hidup berdampingan dalam kerukunan dan kedamaian. tanpa hal yang demikian kebahagiaan tidak akan pernah dicapai.
Dia juga mengatakan interaksi antarumat beragama harus ditingkatkan dengan melakukan banyak kegiatan sosial. Dengan kegiatan sosial bersama diyakini akan menumbuhkembangkan tepa selira atau tenggang rasa diantara umat beragama.
Sekretaris Komisi Kerawam Konferensi Wali Gereja Indonesia Romo Siswantoko mengatakan kerukunan umat beragama bisa mencegah terjadinya berbagai peristiwa-peristiwa yang mungkin bisa mengakibatkan Konflik. Kejadian penusukan seorang pendeta di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, misalnya, menjadi salah satu contoh. Khususnya peristiwa pascapenusukan, ketika umat muslim yang tinggal di sekitar kawasan gereja membantu membersihkan ruangan di dalam gereja. Hal demikian, sebut Siswantoko, dapat menjadi contoh upaya yang apik menjaga semangat kerukunan antarumat beragama.
Hal lain yang bisa dikembangkan bersama adalah salah satunya berkampanye kebajikan di media sosial. “Termasuk melakukan swafoto tidak hanya dengan pribadi yang berasal dari satu agama, tapi juga dengan Pribadi yang menganut agama yang berbeda,” kata dia.