Kepingan Memori Salju Nagano
Prefektur Nagano, Jepang, menawarkan wisata musim dingin yang memikat di Desa Hakuba. Di sana, wisatawan bisa berlibur, belajar sejarah, dan bertualang.
Salju berbekas di sepanjang tepi jalan Prefektur Nagano kala musim dingin hampir selesai menyapa Jepang. Dalam setiap kepingannya, tersimpan jejak kaki para pelancong seluruh dunia. Di sanalah tempat mereka merajut memori.
Udara dingin menyapa ketika kaki melangkah keluar dari Shinkansen Asama 605 di Stasiun Nagano, Jumat (17/2/2023). Suhu berkisar 3 derajat celsius. Jaket tebal membungkus erat tubuh-tubuh yang berlalu lalang.
Perjalanan dari Tokyo menuju Nagano memakan waktu sekitar dua jam menggunakan Shinkansen. Kunjungan Kompas ke Nagano, dulu bernama Shinano, merupakan rangkaian dari Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths (Jenesys) 2022 untuk Jurnalis Muda.
Nagano adalah prefektur dengan ibu kota bernama sama yang menjadi rumah bagi 2,05 juta penduduk. Terdiri dari 19 kota, prefektur ini menjadi wilayah terbesar keempat di Jepang dengan luas 13.561 kilometer persegi.
Keluar dari stasiun, mata menyapu sekilas jalanan yang seperti Tanah Air. Mobil-mobil bermerek Nissan, Toyota, dan Suzuki berlalu lalang tanpa henti. Bedanya, lalu lintas lengang, udara bebas polusi. Sepeda motor pun bisa dihitung jari. Tidak banyak pula pejalan kaki melintas, hanya beberapa pengendara sepeda sedang menyusuri tepi jalan.
Tampilan Nagano berbeda dengan kepadatan Tokyo akan gedung-gedung pencakar langit. Bangunan tertinggi yang terlihat setidaknya terdiri dari 20 lantai. Warnanya rata-rata netral, seperti krem, abu-abu, dan hijau artichoke, dengan gaya monoton. Tinggi bangunan-bangunan tersebut tentu kalah jauh dengan pegunungan yang menjadi latar belakang.
Itu pula daya tarik Nagano. Prefektur ”Atap Jepang” ini terletak di kaki Pegunungan Alpen Utara Jepang yang megah. Tingkat elevasi pegunungan mencapai 3.000 meter, sedangkan hutan menutupi 80 persen wilayah prefektur. Sebuah surga bagi pemain ski, pendaki gunung, dan pencinta alam.
”Timbunan salju di puncak gunung bisa mencapai 3 meter. Selesai musim dingin, bunga akan bermekaran dengan indah di pegunungan saat musim semi,” kata Bunsei Sato, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pariwisata Hakuba Goryu.
Desa Hakuba
Pariwisata adalah satu dari tiga pilar utama ekonomi Nagano. Wisata musim dingin menjadi andalan prefektur ini. Di bagian barat laut Nagano terdapat Lembah Hakuba di Distrik Kitaazumi yang menjadi tujuan wisatawan dari dalam dan luar negeri. Di kawasan ini, salju masih menumpuk tebal ketimbang di Nagano.
Sepuluh resor ski berada di Lembah Hakuba. Ribuan pelancong dari sejumlah negara membanjiri salah satu resor, yakni Resor Ski Hakuba Goryu di Desa Hakuba. Desa ini berada di daerah cekungan yang dikelilingi pegunungan. Tiket masuk ke resor seharga 6.000 yen atau setara Rp 688.000, di luar biaya sewa alat ski dan kursus ski.
Di resor itu, pelancong disuguhkan pemandangan serba putih dengan aksen pepohonan gundul. Butir saljunya lembut. Hanya jaket mencolok para pelancong dan ramai suara obrolan yang menegaskan pengalaman itu bukan mimpi.
Pelancong bisa melihat lanskap menakjubkan Nagano dengan gondola ke area ski yang memiliki tingkat elevasi 1.500 meter. Area tersebut berlatar Gunung Goryu dengan ketebalan salju di puncak mencapai 3 meter, sedangkan di depannya terpampang puncak-puncak pegunungan lain. Pengunjung betul-betul dikelilingi pemandangan pegunungan dari segala arah.
Pada Sabtu (18/2/2023), ribuan pelancong asyik bermain ski, ada pula yang menghangatkan diri di Restoran Alps360. Mereka tetap bersenang-senang meskipun cuaca mendung dan tak lama butiran salju turun. Suhu tercatat minus 2 derajat celsius.
”Kebanyakan pengunjung dari dalam negeri, tetapi 35 persen orang asing. Mereka berasal dari Australia, Hong Kong, Taiwan, Amerika Serikat, hingga Jerman. Lembah Hakuba bukan tempat yang mudah terjangkau, tetapi kebanyakan yang kesini orang yang jago bermain ski,” tutur Hirokazu Yoshizawa dari Asosiasi Pariwisata Desa Hakuba.
Bagi wisatawan yang belum mahir, tersedia hiburan alternatif, sepertisnowshoeing alias berjalan di atas salju menggunakan sepatu khusus. Perjalanan snowshoeing di hutan sekitar Resor Ski Hakuba Goryu cukup menguras keringat meski suhu nol derajat celsius. Kesunyian hutan beserta bunyi sepatu beradu dengan salju menjadi proses yang teraupetik.
Pelancong akan mendapati pemandangan hutan pinus setinggi lebih dari 10 meter memadati hutan. Jika beruntung, mereka akan bertemu dengan monyet salju. Tanda-tanda kehidupan mereka ada di sekitar. Ada ranting patah bekas makanan berjatuhan di sekitar pohon dan kotoran kecil di atas salju. Monyet-monyet itu asing dengan manusia sehingga sebaiknya dilihat dari jauh.
Intimasi dan tradisi
Desa Hakuba berasal dari kata haku atau putih dan ba untuk kuda. Desa ”Kuda Putih” dengan 8.519 penduduk ini bisa menerima 2 juta wisatawan setiap tahun. Kebanyakan penginapan berskala kecil yang disediakan keluarga.
”Berbeda dengan Osaka, Hokkaido, dan tempat wisata musim dingin lainnya, Desa Hakuba yang menawarkan liburan dengan suasana intim dan kekeluargaan cocok untuk pelancong dalam jumlah lebih kecil,” ujar Yoshizawa.
Hal itu pula yang sedikit membedakan pengalaman berinteraksi di Tokyo dan Desa Hakuba. Lebih mudah untuk mendapati warga desa mampu berbahasa Inggris. Komunikasi di tempat wisata tidak jadi masalah. Bahasa tubuh saat mereka berinteraksi dengan orang asing juga lebih santai dan terbuka.
Baca juga: Menyentuh Surga di Kuil Zenkoji
Warga desa turut setia merawat warisan tradisi sehingga rasa kagum bisa enteng tebersit. Di daerah Kayou, rumah tradisional keluarga Matsuzawa terbuat dari kayu, salah satunya dari cypress. ”Rumah ini berusia 200 tahun,” tutur sang kepala keluarga, Tadaaki Matsuzawa (63).
Tadaaki tinggal bersama istrinya, Mika (52); ibunya, Masako (90); dan sang putra, Yuto (16). Rumah itu terdapat banyak fitur khas Jepang bagi mata asing. Keluarga kecil itu memiliki irori atau tungku api tradisional, altar untuk berdoa, hiasan kaligrafi, karpet bulu beruang hasil berburu sendiri, dan pajangan layang-layang.
Meskipun itu rumah tua, toilet duduk di rumah itu secanggih toilet di hotel-hotel. Toilet itu mampu mendeteksi gerakan lewat sensor sehingga terbuka otomatis serta menyediakan pilihan fitur pembersih canggih dengan dudukan yang hangat. Malahan toilet tersebut mampu membilas sendiri.
Di ruang keluarga Matsuzawa terpampang juga bendera Olimpiade Musim Dingin 1998 di ruang keluarga. Ada pula puluhan bros dari sejumlah negara peserta beserta kartu identitas panitia milik Tadaaki dan mendiang ayahnya tertata rapi dalam dua bingkai putih.
Desa Hakuba pernah tersorot mata dunia ketika menjadi tuan rumah ajang olahraga terbesar itu. Tak jauh dari Resor Ski Hakuba Goryu, berdiri Stadion Ski Jumping Hakuba yang masih terawat hingga sekarang. Stadion itu menjadi saksi medali emas untuk Jepang. Atlet-atlet pun masih berlatih di sana. Cuplikan pemandangan Desa Hakuba dan perjuangan Jepang dalam Olimpiade 1998 muncul dalam film Jump!! The Heroes Behind the Gold (2021).
Perjalanan ke Nagano, khususnya, Desa Hakuba, merupakan petualangan refleksi masa lalu dan masa modern nan memperkaya diri. Penglihatan, pikiran, dan raga terstimulasi dengan memori baru, sebuah pengalaman yang layak diulang. Mata ne, Nagano!
Baca juga: Bunsei Sato, Sosok di Balik Keramahan Jepang untuk Turis Muslim