Prabowo Belum Pasti Maju di Pilpres 2024, Kader Gerindra Sudah Ajukan Cawapres
Usulan cawapres untuk mendampingi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto disampaikan pengurus daerah Gerindra. Nama-namanya masih dirahasiakan. Soal cawapres akan dibahas dalam forum partai yang tepat membahasnya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belum memutuskan akan maju atau tidak sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden 2024, pengurus daerah Gerindra telah mengajukan usulan sejumlah nama untuk menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sudah mulai banyak aspirasi tentang figur-figur yang tepat sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi calon presiden Prabowo Subianto. Usulan itu diungkapkan dari pengurus Dewan Pimpinan Cabang Gerindra yang berasal dari aspirasi masyarakat. Namun, ia masih merahasiakan nama-nama cawapres yang diusulkan tersebut.
”Nama-nama tersebut masih kami tampung untuk kemudian kami bicarakan dalam forum yang sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang membahas soal itu,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/5/2022).
Sementara itu, terkait permintaan Presiden Joko Widodo agar menteri-menterinya fokus menjalankan tugas sebagai menteri menjelang Pemilu 2024 digelar, Wakil Ketua DPR tersebut mengatakan, menteri-menteri dari Gerindra tidak ada yang melakukan kampanye ataupun pencitraan. Termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang diusulkan oleh sejumlah kader dan pengurus untuk menjadi calon presiden dari Gerindra pun, disebutnya tetap fokus membantu kerja-kerja Presiden Joko Widodo. Tak ada kampanye yang dilakukan Prabowo hingga saat ini.
”Soal Idul Fitri adalah wajar bahwa kemudian Pak Prabowo mengadakan halalbihalal, bersafari ke tokoh masyarakat pada saat Idul Fitri. Itu hal-hal yang biasa dan tidak perlu diperdebatkan,” kata Dasco.
Adapun di Partai Golkar yang ingin mengusung ketua umumnya sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai capres belum mempersiapkan nama cawapres. Airlangga masih fokus menjalankan tugas sebagai pembantu presiden, terutama dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. ”Belum ada arah pembicaraan ke sana (cawapres),” tutur Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily.
Sedangkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono kembali melanjutkan safari politik dengan melakukan gerilya Nusantara di Sumatera Utara. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, kegiatan di Sumatera Utara untuk menghadiri acara partai dan menyerap aspirasi masyarakat Sumut.
Peneliti di Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, memprediksi bursa cawapres baru akan menguat ketika sudah terjadi pengerucutan nama-nama populer untuk menjadi capres definitif. ”Artinya, jika popularitas nama-nama populer tersebut dalam bursa capres itu stabil dalam posisi tiga besar hingga lima besar dalam berbagai rilis survei, maka perbincangan soal cawapres sudah bisa dimulai,” katanya.
Menurut dia, ada beberapa faktor penting bagi parpol dalam menentukan cawapres. Pertama, latar belakang identitas cawapres idealnya bisa menambah porsi elektabilitas capres. Misalnya, capresnya dari kalangan nasionalis, maka cawapresnya mewakili unsur religius. Kombinasi tersebut menjadi bagian upaya meraup suara banyak lintas segmen pemilih.
Kedua, latar belakang politik cawapres yang berasal dari kalangan politikus, tokoh masyarakat yang punya pengaruh, dan memiliki patronase kuat biasanya menjadi pertimbangan bagi capres untuk bisa meraih suara lintas geografis. Contohnya jika capresnya dari Pulau Jawa, maka cawapresnya berasal dari luar Pulau Jawa. ”Kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono di Pilpres 2004 ataupun Joko Widodo di Pilpres 2014 bisa meraih suara di Indonesia timur karena ada faktor Jusuf Kalla,” tuturnya.
Pertimbangan lain, lanjut Wasisto, adalah latar belakang teknis. Cawapres dari kalangan teknokrat bisa menjadi pilihan karena bisa menyeimbangkan visi politik capres dalam logika teknokrasi kebijakan publik ataupun birokrasi. Hal ini juga mencegah adanya potensi matahari kembar jika capres-cawapres sama-sama merupakan politisi dari parpol besar.