Menghadapi peningkatan ketidakpastian politik ekonomi dunia, Indonesia harus menjalankan diplomasi pangan dan ekonomi.
Oleh
BEGINDA PAKPAHAN
·3 menit baca
Dampak ekonomi sosial pandemi Covid-19, tantangan perubahan iklim, perang Ukraina-Rusia, dan perang Gaza membayangi mayoritas negara di dunia dan meningkatkan ketidakpastian politik ekonomi dunia (Pakpahan, 2024). Lalu, peningkatan ketegangan terkini antara Iran dan Israel di Timur Tengah mendorong potensi kenaikan harga pangan dan energi, inflasi tinggi di negara-negara maju/berkembang, dan melesunya perekonomian dunia. Semua itu berdampak terhadap keadaan politik ekonomi di Indonesia.
Untuk mengantisipasi situasi di atas, bagaimana Indonesia menjalankan diplomasi pangan dan ekonominya?
Pertama, pengamanan pangan dalam negeri yang tangguh dan pembangunan sistem pangan yang mandiri demi terciptanya kedaulatan pangan Indonesia.
Indonesia perlu meningkatkan produksi pangan domestiknya serta menumbuhkembangkan pemanfaatan dan konsumsi pelbagai pangan lokal di sejumlah wilayah Indonesia. Lebih lanjut, Indonesia perlu mendorong diversifikasi pangan bagi rakyatnya di seluruh Indonesia serta mengangkat kembali dan mempromosikan beragam pangan lokal sesuai dengan keadaan masing-masing wilayah di Indonesia.
Beras, jagung, sorgum, dan sagu adalah potensi pangan lokal yang ada di beragam wilayah di Indonesia. Bahan baku berlimpah atas produk-produk di atas, wilayah lahan yang luas, dan jumlah produksi yang memadai di dalam negeri adalah faktor-faktor penting untuk pengamanan pangan dan penciptaan kedaulatan pangan di Indonesia.
Pada periode 1994-2021, Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir beras besar di dunia. Total produksi beras Indonesia pada 2021 sebesar 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG) dan pada 2022 sebesar 54,75 juta ton GKG dari total produksi pangan dunia (contohnya beras) antara 526,2 juta ton pada 2021 dan 525,8 juta ton pada 2022 (BPS, 2023 dan FAO, 2024).
Untuk sagu, potensi hutan sagu Indonesia sebesar 90 persen dari seluruh potensi hutan sagu yang ada di dunia. Mayoritas lahan sagu Indonesia berada di wilayah Papua dan Papua Barat yang mencapai 85 persen dari seluruh lahan sagu yang Indonesia miliki (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2020). Beragam sumber daya di atas merupakan kekuatan bagi Indonesia dalam rangka pemenuhan produk-produk pangan tersebut di dalam negeri, potensi perdagangan ke luar negeri, dan pencapaian kemandirian bangsa.
Kedua, penjagaan jalur pasokan pangan ke Indonesia dan mengintegrasikan Indonesia menjadi bagian dari rantai pasokan global. Diplomasi pangan dan ekonomi Indonesia bertujuan menjaga pasokan pangan atas pelbagai produk pangan dari tingkat dunia ke pasar dalam negeri Indonesia.
Di saat yang bersamaan, Indonesia memperjuangkan pelbagai produk (terutama pangan) untuk menjadi bagian dari rantai pasok di kawasan Asia dan Pasifik serta berkompetisi dengan produk-produk pangan dunia. Harapannya, Indonesia mencapai swasembada pangan (beras, jagung, sagu dan sorgum), maka kelebihan atas produk-produk tersebut dapat diekspor ke sejumlah negara.
Indonesia perlu memaksimalkan pelbagai perwakilannya di luar negeri sebagai pusat kemitraan dan kolaborasi perdagangan dan ekonomi, ujung tombak pemasaran atas produk-produk unggulan dan pusat informasi pangan perdagangan dan ekonomi bagi investor domestik dan juga investor mancanegara.
Ketiga, penguatan sinergitas bagi diplomasi pangan dan ekonomi Indonesia dengan cara mempererat kolaborasi antara pelbagai kementerian yang terkait (contohnya: kementerian luar negeri, perdagangan, pertanian, dan kehutanan), para pelaku UMKM, jaringan petani, para pelaku agribisnis, universitas, organisasi nonpemerintah, dan jaringan diaspora Indonesia di seluruh dunia. Harapannya, penguatan sinergitas bagi diplomasi pangan dan ekonomi dapat mempersatukan beragam upaya dan bekerja sama mempromosikan beragam produk pangan dan produk unggulan Indonesia di tingkat regional dan global.
Diplomasi pangan dan ekonomi Indonesia bertujuan menjaga pasokan pangan atas pelbagai produk pangan dari tingkat dunia ke pasar dalam negeri Indonesia.
Keempat, peningkatan kerja sama internasional dan peninjauan kembali beragam perjanjian internasional dalam rangka mendorong Indonesia mencapai kedaulatan pangan dan kemandirian ekonominya sekarang dan di masa yang akan datang.
Contohnya, penguatan sistem cadangan pangan kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur (contohnya platform kerja sama ASEAN plus 3 terkait beras) yang mumpuni dan tangguh. Indonesia perlu memasukkan sagu, sorgum, dan jagung sebagai produk-produk cadangan pangan di kedua kawasan tersebut.
Lalu, Indonesia, ASEAN, dan para mitra eksternal ASEAN di Asia Timur menjaga dan memperlancar jalur transportasi dan logistik pangan serta kerja sama ekonomi antara mereka dalam rangka mengantisipasi peningkatan ketegangan geo-politik, menyiasati pembatasan ekspor para produsen pangan, memitigasi terganggunya pasokan pangan akibat perubahan iklim dan mengantisipasi potensi pandemi kesehatan dunia di masa depan.
Beginda Pakpahan, Analis Politik dan Ekonomi Global; Menamatkan Pendidikan Doktor dari The University of Edinburgh Inggris