Washington tampaknya ingin membangun ”pagar” yang kian rapat dari Selatan hingga Utara demi menahan laju China.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Terkait masa depan Indo-Pasifik, ada dua isu penting yang memantik perhatian. Pertama, AUKUS dan, kedua, pertemuan Jepang-Amerika Serikat-Filipina.
Isu pertama terkait wacana keanggotaan Jepang dalam aliansi Australia, Inggris, dan AS. Washington, Canberra, dan London melihat Tokyo berpotensi memperkuat Pilar II aliansi tersebut. Jepang dinilai memadai untuk turut membangun kemampuan teknologi lanjut dalam bidang komputasi kuantum, hipersonik, dan kecerdasan buatan.
Pengembangan itu memperkokoh Pilar I AUKUS yang berpusat pada penyediaan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia. Namun, bagi Canberra, kehadiran Jepang lebih dilihat sebagai perkuatan pada kerja sama dalam sejumlah proyek, bukan perluasan anggota AUKUS. Canberra khawatir penambahan anggota baru akan mempersulit Australia untuk mendapatkan kapal selam bertenaga nuklir dari Inggris dan AS. Penambahan anggota baru juga dipandang sebagai pengalih perhatian (Kompas.id, Selasa, 9 April 2024).
Di sisi lain, terkait isu kedua, AS justru melibatkan Jepang dan Filipina untuk meningkatkan kerja sama keamanan di kawasan Laut China Selatan. Kedua isu tersebut memang dibahas pada waktu dan ruang berbeda, tetapi sejatinya memiliki basis alasan serupa, yaitu faktor China pada satu sisi dan kepentingan AS di sisi lain.
Terlepas dari ”keberatan” Australia dalam isu AUKUS, Jepang adalah mitra penting bagi AS. Merujuk kantor berita Reuters, bagi Washington, Jepang adalah pijakan di Indo-Pasifik. Di Okinawa, AS menempatkan ratusan pesawat tempur dan 54.000 tentara untuk mengantisipasi China.
Seiring menguatnya kehadiran China di kawasan baik dalam sektor ekonomi dan militer, AS merasa perlu untuk memperkuat kehadiran dan pengaruhnya di kawasan. Bila pada Agustus tahun lalu AS menjadi tuan rumah pertemuan trilateral Jepang-AS-Korea Selatan di Camp David, tahun ini di Washington DC, AS menjadi tuan rumah pertemuan trilateral antara Jepang-AS-Filipina.
Inti kedua pertemuan trilateral itu sejatinya mengarah pada isu yang sama, China. Bagi Jepang dan Filipina, China adalah ”duri” bagi kedaulatan mereka di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Sementara bagi Jepang dan Korea Selatan, China adalah ”momok” di balik wajah garang Korea Utara. Rivalitas di dua area berbeda itu penting bagi relevansi kehadiran AS, sosok kekuatan lama di kawasan dan dunia.
Washington tampaknya ingin membangun ”pagar” yang kian rapat dari Selatan hingga Utara demi menahan laju China di kawasan. Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Berbasis pada amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ”ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”, Indonesia dapat berselancar menggunakan beragam instrumen kebijakan luar negeri mengelola relasi Washington-Jakarta-Beijing.
Editor:
ANDREAS MARYOTO, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO