Mampukah Toni Kroos Menjadi ”Juru Selamat” Jerman?
Kembalinya Toni Kroos menjadi asa kebangkitan tim nasional Jerman menyambut Piala Eropa 2024.
”Sepak bola adalah permainan sederhana, 22 orangmengejar-ngejar bola dalam 90 menit dan berakhir dengankemenangan Jerman,” Gary Lineker, pemain tim nasional Inggris (1984-1992).
Selama lebih dari setengah abad, Jerman selalu menjadi favorit pada setiap gelaran akbar sepak bola dunia, tetapi status tersebut pudar dalam satu dekade terakhir. Sejak menjadi kampiun di Piala Dunia 2014, ”Die Mannschaft” yang sebelumnya dikenal sebagai tim spesialis turnamen turun kasta sebagai tim penggembira saja meski tetap diperkuat oleh sederetan pemain terbaik di tiap posisinya.
Di ajang paling agung Piala Dunia, Jerman dua kali beruntun tergusur dari babak penyisihan grup, di Rusia 2018 dan di Qatar 2022. Pada 2018, Jerman yang pada gelaran sebelumnya menggulung Brasil 7-1 pada babak semifinal sebelum kemudian menjadi juara, bahkan sempat dipermalukan wakil Asia, Korea Selatan yang saat itu dilatih Shin Tae-yong.
Setali tiga uang dengan Piala Dunia, pamor Jerman di Piala Eropa pun memudar. Setelah menjadi juara pada 1996, Jerman tak pernah lagi menjadi kampiun meski dua kali menjadi semifinalis pada 2012 dan 2016.
Bagi negara lain, situasi yang dialami Die Mannschaft barangkali tergolong lumrah dan bisa dimaklumi, tetapi tidak bagi Jerman yang dalam sejarahnya dikenal sebagai bangsa yang selalu mengejar kesempurnaan.
Baca juga: Kroos Versi Lama dalam Jerman yang Baru
Apalagi peringkat FIFA negara pemegang empat gelar juara dunia itu terus mengalami penurunan dan tersingkir dari posisi 10 besar dalam empat tahun terakhir.
Satu dekade krisis kemudian membuat publik Jerman cemas, apakah tim kebanggaan mereka masih akan terus mengalami pelapukan prestasi. Kegelisahan yang wajar mengingat pada Juni mendatang, mereka akan menjadi tuan rumah Euro 2024 yang kelasnya hanya satu tingkat di bawah Piala Dunia.
Pelatih Die Mannschaft Julian Nagelsmann yang punya beban paling berat di bahunya untuk kembali mengangkat pamor Jerman, kemudian membuat keputusan cukup mengejutkan, memanggil kembali gelandang veteran Toni Kroos yang sudah hampir 1.000 hari pensiun dari tim nasional.
Figur panutan
Kroos tentu tidak muda lagi, tetapi pada usianya yang 34 tahun, pemain dengan brevet Juara Dunia ini dipercaya Nagelsmann sebagai ”kepingan kunci” untuk membuat Jerman kembali menjadi raksasa sepak bola dunia. Dalam keterangan resminya beberapa saat setelah memanggil Kroos, Nagelsmann mengatakan, pemain Real Madrid itu adalah figur panutan yang akan menjadi ”penghubung” dan ”pemandu pemain-pemain muda”.
”Kroos tipe pemain yang tenang dan tetap fokus pada laga-laga besar,” ujar Nagelsmann, yang menggantikan posisi Hansi Flick yang dipecat pada September 2023. Flick menjadi Pelatih Jerman pertama yang dipecat sepanjang sejarahnya.
Baca juga: Menanti Kebangkitan Kembali Timnas Jerman
Bukan tanpa alasan, Nagelsmann punya keyakinan penuh Kroos mampu mengemban tugas berat tersebut. Selain sarat pengalaman laga internasional bersama Jerman (106 caps), pemain kelahiran Greifswald, 4 Januari 1990, itu belum tergantikan sebagai gelandang utama Real Madrid, klub paling sukses di dunia.
Kehadirannya di lapangan bukan hanya vital, melainkan juga secara konstan mendefinisi ulang permainan dan mengangkat tim pada level yang lebih baik, demikian dikatakan Carlo Ancelotti, Manajer Real Madrid.
”Sulit bagi saya untuk mengatakan mana musim terbaik dia (Kroos) karena setiap musim adalah yang terbaik. Dengan melihat statistiknya, mudah untuk mengatakan ini,” ujar Ancelotti.
Menjalani musim ke-10 bersama ”Los Blancos”, Kroos tak pernah tergeser posisinya sebagai gelandang sentral dan jangkar lini tengah. Musim ini statistiknya berbicara banyak, dengan 99 passing (umpan) akurat per 90 menit dan 63 persen tingkat kesuksesan perebutan bola (duel success) Kroos mencatat musim terbaiknya selama berada di Santiago Bernabeu.
Baca juga: Desakan Nagelsmann Menyulap Era Baru Jerman
Kroos tipe pemain yang tenang dan tetap fokus pada laga-laga besar.
Penampilan Kroos di Liga Champions pun tak kalah memesonanya. Salah satu keistimewaan Kroos adalah kemampuannya yang sangat lentur dalam memosisikan diri. Karakteristik ini membuatnya mampu menjalankan berbagai peran kunci di lini tengah, jantung permainan tim. Kroos mampu melakukan transisi peran dengan cepat mulai dari gelandang kiri, gelandang bertahan utama (sole holding midfielder) atau sebagai gelandang bertahan kedua (second holding midfielder).
Ancelotti menjelaskan, dia tak perlu banyak memberikan instruksi kepada Kroos yang nyaris tidak pernah salah menerjemahkan perannya pada setiap taktik yang direncanakan. ”Dia memudahkan saya dalam perubahan taktik dengan penampilan yang selalu di atas rata-rata,” ujar Ancelotti.
Sebagai contoh, saat Ancelotti memainkan formasi ofensif 4-3-3, Kroos biasanya menempati posisi gelandang kiri. Namun, saat kembali ke formasi reguler 4-4-2 (formasi yang paling sering dimainkan pada musim 2023/2024), dia berposisi sebagai gelandang bertahan kedua dan berperan lebih menyerang dibandingkan gelandang lainnya. Namun, saat Real Madrid dalam posisi ketinggalan, Kroos akan langsung bertransisi sebagai gelandang serang.
Selain rajin turun membantu pertahanan sebagai full back bayangan, kemampuannya membaca permainan juga istimewa. Karakter ini membuatnya menjadi orang pertama yang membangun serangan lewat umpan akurat saat transisi bertahan ke menyerang. Sepanjang musimnya bersama Real Madrid, Kroos berkali-kali membuktikan keistimewaan sebagai pemain yang mengatur awal serangan dari lini belakang (building up).
Baca juga: Berpaling ke Nike, Timnas Jerman Tinggalkan Adidas
Resolusi Nagelsmann
Bagi Nalgesmann, Kroos jelas merupakan ”kepingan yang hilang” dalam jiwa permainan Jerman. Sejak tahun 1950-an, saat masih bernama Jerman Barat, Die Mannschaft populer dengan gaya bermainnya yang efektif, ringkas, text-book dan terutama mematikan. Serangan yang mereka bangun sejak dari lini pertahanan sangat solid berkat lini tengah yang dinamis dan terukur dalam melepas bola ke sepertiga akhir pertahanan lawan.
Memasuki tahun 2024, Nagelsmann membuat resolusi untuk membuat Jerman kembali menjadi kekuatan utama, bukan saja di Eropa, melainkan di dunia. Dia menyatakan akan memakai ”tipe pemain yang sama sekali baru” dan ”pekerja keras” untuk tim nasional. Kapten Ilkay Gundogan tetap diandalkan untuk menjadi pemain posisi nomor punggung 10, peran yang dia mainkan sejak membela Manchester City.
Gundogan dipasangkan dengan Leon Goretzka, tetapi kombinasi ini tidak mampu mengemban tugas paripurna di lini tengah, terutama karena Goretzka lebih berkarakter gelandang serang ketimbang gelandang bertahan. Kekalahan dalam laga persahabatan melawan Austria pada November 2023 adalah salah satu indikatornya.
Nagelsmann kemudian membuat beberapa perubahan formasi di lini tengah dengan memanggil sejumlah pemain, seperti Aleksandar Pavlovic, Pascal Gross, dan Robert Andrich untuk mendampingi Gundogan. Meski demikian, tidak satu pun dari mereka yang benar-benar memuaskan Nagelsmann.
Baca juga: Dan Terjunlah Jerman ke Palung Keterpurukan…
Pavlovic (19 tahun) memang tekniknya bagus, tetapi sangat kurang pengalaman. Gross (32 tahun) cukup solid di wilayah lawan, tetapi lamban. Sementara Andrich (29 tahun) adalah tipikal gelandang bertahan solid, tetapi lemah dalam penguasaan bola.
Dengan lubang menganga di lini sentral, Jerman benar-benar kesulitan menggerakkan bola dari lini tengah ke sepertiga akhir dan kotak penalti lawan.
Saat kalah melawan Turki (2-3) pada November, Jerman hanya mampu melakukan 45 umpan ke wilayah pertahanan lawan, jumlah yang lebih kurang sama saat mereka tersingkir di babak 16 besar melawan Inggris pada Euro 2020.
Kehadiran kembali Kroos tampaknya memang sesuai dengan analisis dan rencana Nagelsmann untuk membuat lini tengahnya bukan saja solid, melainkan juga benar-benar menjadi penghubung taktis dari posisi bertahan ke menyerang.
Coba tengok masa lalunya terlebih dahulu. Sejak Piala Dunia 2010, Kroos adalah pemain yang paling banyak melalukan umpan akurat ke sepertiga akhir per 90 menit pada rata-rata pemain yang minimal bermain 1.000 menit di level internasional yang melibatkan tim-tim Eropa.
Baca juga: Efek Pantul Pelatih Baru Timnas Jerman
Setelah pensiun dari timnas dan membela Real Madrid, statistik Kroos tak bergeser jauh sebagai pemain yang paling efisien dalam melepas umpan ke sepertiga akhir. Musim ini, 25,6 persen umpannya berhasil menembus paling tidak satu lapis pertahanan lawan. Angka ini terbaik dibandingkan semua gelandang yang melakukan minimal 25 umpan di La Liga.
Statistik memukau Kroos kemudian terbukti bukan angka-angka tanpa arti. Saat menekuk Perancis 2-0 di Lyon pada laga pemanasan Euro, 24 Maret lalu, Kroos melepas umpan seakurat sinar laser untuk memberi asis kepada Florian Wirtz dan mencetak gol tercepat dalam sejarah Die Mannschaft (7 detik).
Kroos kembali menjadi arsitek gol kedua Jerman pada menit ke-49. Berkombinasi dengan Maximilian Mittelstadt di lini belakang, bola kemudian disodorkan kepada Wirtz yang lantas meneruskan kepada Jamal Musiala. Bintang muda klub Bayern Muenchen ini kemudian memberikan asis kepada Kai Havertz.
Terlepas dari semua kelebihan Kroos, tentu bukan berarti semua masalah Jerman sontak mendapat solusi terutama di lini depan. Pada posisi nomor punggung 9, Jerman belum punya lagi striker mumpuni sepeninggal Miroslav Klose. Sempat mengandalkan Timo Werner dan Kai Havertz, tetapi keduanya jauh dari harapan.
Kroos menegaskan dirinya bukanlah ”juru selamat”, melainkan kehadirannya telah mendongkrak asa publik Jerman untuk membawa kembali kejayaan negeri itu di tanah air mereka sendiri pada Euro 2024, Juni mendatang.
Anton Sanjoyo, wartawan Kompas 1986-2019, penikmat sepak bola, tinggal di Tangerang Selatan
.